Bengkulu (Antara Bengkulu) - Hutan mangrove beserta ekosistemnya di Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu terus menyusut bahkan terancam punah akibat alihfungsi untuk permukiman dan kegiatan usaha.

"Sebagian besar hutan bakau di sini beralihfungsi menjadi pertambakan, permukiman hingga perkebunan kelapa sawit," kata Koordinator Komunitas Mangrove Kota Bengkulu, Regen Rais, di Bengkulu, Sabtu.

Ia menyebutkan hasil pemantauan dari citra satelit pada akhir 2011, luas kawasan mangrove di Kota Bengkulu yang kondisinya masih cenderung baik sekitar 193 hektare, dan sebagian besar berada di dalam kawasan konservasi.

Kondisi mangrove yang masih cukup terawat dengan baik, kata dia, berada pada salah satu titik di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pantai Panjang.

"Tapi di beberapa titik dalam kawasan itu, pohon bakaunya sudah habis dibabat dan beralihfungsi menjadi kebun kelapa sawit dan tambak ikan," kata dia lagi.

Selain di kawasan TWA tersebut, tiga muara sungai di Kota Bengkulu menjadi habitat mangrove yang terus mengalami kerusakan, terutama di Muara Sungai Bengkulu dan Sungai Hitam.

Sedangkan di kawasan muara Sungai Jenggalu masih cenderung baik, karena masuk dalam wilayah TWA Pantai Panjang.

Menurut dia, hasil pantauan di Muara Sungai Hitam, menunjukkan pembabatan mangrove dilakukan oleh warga yang ingin membuka tambak ikan.

Sementara di Muara Sungai Bengkulu, ekosistem mangrove telah mengalami rusak parah, akibat abrasi yang tinggi dan aktivitas manusia di kawasan itu.

Selain itu, aktivitas di hulu sungai yang banyak terdapat limbah kayu dan batu bara yang dibuang ke sungai mengakibatkan Muara Sungai Bengkulu dipenuhi ranting pohon dan bambu dalam jumlah yang banyak.

Regen mengatakan fungsi ekosistem mangrove sangat penting untuk menjaga kelestarian alam wilayah setempat.

Selain menjadi tempat pemijahan ikan-ikan, mangrove juga berperan sebagai "greenbelt" atau sabuk pengaman pantai di daerah itu.

Warga Kelurahan Beringin Raya, Anjar Asmara yang bermukim di Muara Sungai Bengkulu mengatakan, abrasi yang parah terjadi di muara sungai itu mengakibatkan rumah tempat tinggalnya nyaris ambruk diterjang ombak.

"Padahal saat rumah ini dibangun pada tahun 1996, tepi pantai masih jauh di belakang rumah, bahkan saya bisa menanam 350 batang kelapa di belakang rumah, tapi sekarang muara sungai persis berada di belakang rumah saya," katanya pula.

Kakek berusia sekitar 70 tahun itu mengatakan, bukan tidak berupaya untuk menanam mangrove di muara sungai tersebut. (Antara)

Namun sampah kayu yang dibawa dari hulu sungai, sehingga membuat setiap tanaman mangrove mudah hanyut disapu sampah pepohonan dan batang bambu itu.

Ia mengharapkan adanya perhatian pemerintah daerah setempat untuk mengatasi abrasi muara sungai yang semakin parah dan mengancam keberadaan rumahnya maupun warga yang lain.

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013