Bengkulu (Antara Bengkulu) - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi
mengatakan kepala daerah yang menolak program bantuan langsung sementara
masyarakat (BSLM), secara langsung telah melanggar Undang-Undang
tentang APBN.
"Program BLSM itu disetujui dalam Undang-undang tentang APBN senilai Rp16 triliun untuk 15 juta warga, berarti menolak program itu, melanggar Undang-Undang APBN," katanya di Bengkulu, Kamis.
Ia mengatakan hal itu saat ditanya tentang penolakan Pemerintah Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, terhadap program BLSM yang mulai dibagikan pemerintah.
Pemerintah kabupaten dan kota, menurut dia merupakan bagian dari sistem pemerintahan di mana Indonesia menganut prinsip negara kesatuan.
"Otonomi kita adalah otonomi NKRI, bukan negara federal, sehingga kebijakan Pemerintah Pusat wajib dilaksanakan pemerintah daerah," ucapnya, menegaskan.
Menurutnya, selain melanggar Undang-undang tentang APBN, kepala daerah yang bersangkutan juga wajib menjalankan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentan Pemerintah Daerah.
Termasuk saat pelantikan sebagai kepala daerah kata dia, sudah disumpah untuk melaksanakan dna menjalankan Undang-Undang.
"Kalau alasannya banyak data yang keliru, itu kita bisa atasi bersama," ujar Mendagri.
Ia mengharapkan pemerintah daerah tidak hanya menerima program yang kondisinya baik seperti Dana Alokasi Khusus (DAU), sementara program yang dianggap merepotkan, dikembalikan ke pusat.
Menurut Menteri, penolakan kepala daerah itu sama sekali tidak merugikan pemerintah pusat, tapi justru merugikan masyarakat secara langsung.
Termasuk program beras miskin kata dia, yang beberapa tahun terakhir juga ditolak oleh Pemerintah Kabupaten Mukomuko, akan sangat merugikan masyarakat.
Tentang sanksi yang dapat dikenakan kepada Bupati Mukomuko Ichwan Yunus, Mendagri mengatakan sama sekali tidak mengharapkan ada sanksi yang diberlakukan, tapi lebih kepada memberi pemahaman kepada kepala daerah yang bersangkutan.
"Sebaiknya peraturan tentang tata negara dibaca lagi oleh kepala daerah, sehingga paham akan tugas dan fungsinya," tukasnya.
Menurut dia, dalam sistem pemerintahan di Indonesia, jangan sampai muncul "raja-raja kecil" yang tidak mematuhi peraturan ketatanegaraan.
Menteri mengatakan tidak menampik adanya sejumlah permasalahan dalam pendataan BLSM, sehingga dibutuhkan kerja sama pemerintah provinsi, kabupaten dan kota untuk memperbaiki. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Program BLSM itu disetujui dalam Undang-undang tentang APBN senilai Rp16 triliun untuk 15 juta warga, berarti menolak program itu, melanggar Undang-Undang APBN," katanya di Bengkulu, Kamis.
Ia mengatakan hal itu saat ditanya tentang penolakan Pemerintah Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, terhadap program BLSM yang mulai dibagikan pemerintah.
Pemerintah kabupaten dan kota, menurut dia merupakan bagian dari sistem pemerintahan di mana Indonesia menganut prinsip negara kesatuan.
"Otonomi kita adalah otonomi NKRI, bukan negara federal, sehingga kebijakan Pemerintah Pusat wajib dilaksanakan pemerintah daerah," ucapnya, menegaskan.
Menurutnya, selain melanggar Undang-undang tentang APBN, kepala daerah yang bersangkutan juga wajib menjalankan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentan Pemerintah Daerah.
Termasuk saat pelantikan sebagai kepala daerah kata dia, sudah disumpah untuk melaksanakan dna menjalankan Undang-Undang.
"Kalau alasannya banyak data yang keliru, itu kita bisa atasi bersama," ujar Mendagri.
Ia mengharapkan pemerintah daerah tidak hanya menerima program yang kondisinya baik seperti Dana Alokasi Khusus (DAU), sementara program yang dianggap merepotkan, dikembalikan ke pusat.
Menurut Menteri, penolakan kepala daerah itu sama sekali tidak merugikan pemerintah pusat, tapi justru merugikan masyarakat secara langsung.
Termasuk program beras miskin kata dia, yang beberapa tahun terakhir juga ditolak oleh Pemerintah Kabupaten Mukomuko, akan sangat merugikan masyarakat.
Tentang sanksi yang dapat dikenakan kepada Bupati Mukomuko Ichwan Yunus, Mendagri mengatakan sama sekali tidak mengharapkan ada sanksi yang diberlakukan, tapi lebih kepada memberi pemahaman kepada kepala daerah yang bersangkutan.
"Sebaiknya peraturan tentang tata negara dibaca lagi oleh kepala daerah, sehingga paham akan tugas dan fungsinya," tukasnya.
Menurut dia, dalam sistem pemerintahan di Indonesia, jangan sampai muncul "raja-raja kecil" yang tidak mematuhi peraturan ketatanegaraan.
Menteri mengatakan tidak menampik adanya sejumlah permasalahan dalam pendataan BLSM, sehingga dibutuhkan kerja sama pemerintah provinsi, kabupaten dan kota untuk memperbaiki. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013