Sampit, Kalteng (Antara Bengkulu) - Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah menantang Kementerian Kehutanan dan Mabes Polri untuk membongkar kejahatan kehutanan yang diduga banyak dilakukan oleh perusahaan besar swasta di daerah itu.

"Yang ditangkap petani kebun atau koperasi, bukan perusahaan. Padahal data dari kami, banyak perusahaan yang diduga merambah kawasan hutan, belum lagi yang menanam di luar hak guna usaha (HGU). Jangan tanggung-tanggung, bongkar yang skala perusahaan," tantang Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, Arie Rompas dihubungi dari Sampit, Senin.

Pernyataan itu diungkapkan aktivis yang akrab disapa Rio itu menanggapi penangkapan dua warga Sampit yakni Yohanes dan Abdurahman yang kini dijadikan tersangka dalam kasus dugaan perambahan kawasan hutan produksi di Desa Lempuyang Kecamatan Teluk Sampit, Kotim.

Yohanes dan Abdurahman ditangkap Polisi Hutan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Kamis (18/7/2013) lalu usai diperiksa di Mapolda Kalteng. Mereka diduga melanggar Undang-Undang No.41/1999 tentang Tehutanan dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp100 miliar.

Tersangka Yohanes diduga merambah kawasan hutan produksi untuk pembukaan bisnis kebun sawit seluas 4.000 hektare. Sedangkan Abdurahman diduga merambah lahan seluas 1.000 hektare untuk menjadi kebun sawit. Keduanya kini dititipkan di tahanan Bareskrim Mabes Polri.

Terlepas dari pelanggaran yang terjadi, Rio menilai, penangkapan Yohanes dan Abdurahman juga menunjukkan salah satu bentuk ketidakadilan dalam pendistribusian sumber daya alam karena petani sangat sulit untuk menggarap lahan.

Di sisi lain, penegakan hukum tidak adil karena banyak perusahaan yang justru merambah kawasan hutan produksi namun hingga kini belum tersentuh.

"Perambahan yang dilakukan oleh perusahaan justru lebih besar dan lebih masif. Dari beberapa data kami, justru banyak perusahaan yang melanggar tapi kenapa dibiarkan padahal itu jelas-jelas kerugian negara," katanya.

Arie malah mensinyalir ada kepentingan lain sehingga Kemenhut hanya berani menindak perambahan kawasan hutan oleh petani, namun seakan tutup mata terhadap kesalahan yang jauh lebih besar dilakukan oleh perusahaan besar swasta.

"Mengapa cuma menangkap yang kecil-kecil. Apa ingin menunjukkan ada penegakan hukum. Mereka tahu banyak perusahaan yang beraktivitas di kawasan hutan produksi, namun penyelesaiannya bukan diseret ke jalur hukum. Malah ada kecenderungan negosiasi agar perusahaan mengurus pelepasan kawasan hutan sehingga lepas dari jeratan hukum," sindir Arie.

Fenomena seperti itu, kata dia, sudah lama terjadi di Kalteng dan dinilai hanya menjadi modus oleh perusahaan untuk memperluas areal. Sangat disayangkan hal itu justru terkesan malah diamini oleh Kemenhut.

"Ini dikhawatirkan malah jadi modus. Digarap dulu, baru mengurus pelepasan kawasan hutan," katanya.

Walhi Kalteng mendesak kepolisian dan Kemenhut membuktikan ketegasan terhadap kejahatan kehutanan di Kalteng. Selain merugikan negara dan merusak lingkungan, masalah ini juga bisa memicu konflik sosial dengan masyarakat yang bisa berdampak luas. (Antara)

Pewarta: Oleh Norjani

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013