Bengkulu  (ANTARA Bengkulu) - Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Rosarita Niken Widiastuti mengatakan pihaknya akan terus mengemas dan meningkatkan program siaran program budaya baik dalam bentuk dialog maupun pagelaran.

"Ini penting dan menjadi salah satu tanggung jawab media, terutama RRI sebagai salah satu media untuk memfilter derasnya arus informasi dan budaya asing bersifat negatif yang mempengaruhi karakter bangsa Indonesia," kata Niken dalam Dialog Budaya bersama sejumlah tokoh masyarakat, akademisi, dan pers di Bengkulu, Sabtu.

Dalam dialog interaktif yang disiarkan langsung RRI Bengkulu, Jambi, Sumsel, Sungai Liat (Bangka Belitung), dan Lampung, Niken menjelaskan, program siaran budaya yang dikemas dalam dialog maupun pagelaran ragam budaya lokal dan nasional bertujuan untuk mempertahankan dan membentuk karakter bangsa agar tidak tergurus oleh pengaruh budaya asing.

"Kami dari dulu atau sejak terbentuknya RRI program siaran budaya ini tetap kami pertahankan meski zaman terus berkembang secara modren. Sebab tanpa budaya seperti apa negeri ini kelak," katanya.

Program siaran budaya ini misalnya mengangkat citra bangsa dari sisi pariwisata, sejarah, dan kearifan-kearifan budaya lokal melalui siaran PRO 1, PRO 2, dan PRO 3 yang mampu menjangkau ke seluruh Nusantara dan luar negeri.

Karena itu, dukungan pemerintah terutama pemerintah daerah akan amat membantu jika mau mensinergikan kegiatan program budaya yang dilaksanakan dengan RRI dan media lainnya.

Sementara itu, Budayawan Bengkulu Chairul Muslim mengatakan, peran pers saat ini akan sangat membantu pelestarian kearifan budaya nusantara dan menghilangkan budaya kekerasan dan konflik antara satu dengan yang lainnya.

"Saya mengharapkan media cetak dan elektronik membuka ruang atau meningkatkan pemberitaaan seni dan budaya sebagai sebuah solusi mempertahankan karakter bangsa," ujarnya.

Pers kini meski telah mengarah kepada industrialisasi diharapkan tidak mengabaikan nilai-nilai budaya dan sejarah bangsa.

"Apalagi sampai mengutamakan kepentingan pemilik modal di atas kepentingan publik akan sangat berbahaya bagi kelangsungan budaya nasional," kata Chairul juga dosen Universitas Bengkulu ini.

Jaki Anthony, Pimpred Harian Rakyat Bengkulu menilai, pemberitaan media kini tetap masih dalam batas koridor dan dikontrol oleh masyarakat atau Dewan Pers.

Ia mencontohkan, ketika salah satu TV swasta menyiarkan acara kuliner yang dibawakan Farah Quiin karena dinilai tidak pantas menggunakan gaun langsung mendapat teguran dari dewan pers.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan daerah juga terus memantau perkembangan siaran TV dan Radio. Ini menjadin salah wadah masyarakat melaporkan jika merasa dirugikan oleh pemberitaan atau siaran media.

Menyinggung soal ruang atau kolom budaya di media massa, khususnya media konten lokal masih membuka ruang budaya kontinyu setiap minggu, karena media juga harus menyajikan berbagai informasi penting kepada masyarakat, pemirsa dan pembacanya.

"Meningkatkan dan melestarikan budaya tidak hanya pemerintah dan media, tetapi menjadi tanggung jawab semua pihak," katanya. (ANT) 
              


          

Pewarta:

Editor : Indra Gultom


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012