Pekanbaru (Antara Bengkulu) - Sejumlah organisasi kewartawanan menyesalkan Majelis Hakim dan Oditur Militer di persidangan kasus penganiayaan wartawan, dengan terdakwa Letkol Robert Simanjuntak, tidak menggunakan Undang-Undang (UU) Pers No.40 Tahun 1999 sebagai acuan untuk menetapkan tuntutan dan vonis.

"Satu sisi kita lega kasus penganiayaan wartawan oleh perwira ini diselesaikan sampai ke pengadilan, hanya saja sangat disayangkan belum menggunakan UU Pers sebagai landasan hukumnya," kata Ketua Solidaritas Wartawan untuk Transparansi (SOWAT) Syahnan Rangkuti di Pekanbaru, Selasa.

Syahnan mengatakan hal itu untuk menyikapi hasil sidang Pengadilan Militer, di mana Majelis Hakim menjatuhkan hukuman tiga bulan penjara untuk Letkol Robert Simanjuntak. Vonis tersebut sesuai dengan tuntutan Oditur Militer.

Majelis Hakim terdiri dari Hakim Ketua Kolonel CHK Dr Djodi Suranto SH MH serta hakim anggota Kolonel CHK TR Samosir SH MH, dan Kolonel CHK Hariadi Eko Purnomo SH, menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan penganiayaan sesuai pasal 351 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan yang disengaja.

Unsur-unsur dalam pasal tersebut telah terpenuhi dengan adanya korban yang merasakan luka atau sakit seperti dibuktikan oleh hasil visum dari dokter.

"Kalau digunakan pasal dalam UU Pers, setidaknya terdakwa bisa terancam dua tahun penjara dan denda," ucap Syahnan yang juga wartawan harian Kompas.

Hal senada juga diutarakan oleh Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru Ilham Yasir, bahwa dalam kasus tersebut seharusnya menggunakan UU Pers, karena aturan tersebut merupakan "lex specialis" yang khusus melindungi kerja profesi jurnalis.

 Menurut dia, jurnalis Pekanbaru sempat mendorong agar UU Pers dimasukan dalam BAP kasus tersebut.

"Dalam dakwaan sudah disebutkan adanya pelanggaran terhadap UU Pers. Tapi pada penuntutan dan vonis malah hilang," ungkapnya.

Secara terpisah, Oditur Militer Kolonel CHK Rizaldi SH mengatakan pengabaian UU Pers dalam kasus itu merupakan pilihan karena menilai prosesnya akan lebih panjang lagi. Selain itu, fakta dipersidangan juga lebih condong dalam penganiayaan dibandingkan penghalangan tugas jurnalistik.

"Lagipula, terdakwa dalam sidang mengatakan awalnya tidak tahu korban itu wartawan," tuturnya.

Ketika ditanyakan mengenai tuntutan oditur yang terlalu rendah selama tiga bulan yang akhirnya dikabulkan oleh hakim, ia mengatakan Letkol Robert juga menjalani hukuman internal berupa tidak memiliki jabatan akibat kasus itu hingga saat ini.

Selain itu, sebelumnya Letkol Robert Simanjuntak juga telah jalani penahanan selama 20 hari mulai tanggal 17 Oktober hingga 5 November 2012.

Peristiwa penganiayaan terjadi pada 16 Oktober 2012 di Pasir Putih, Kecamatan Pandau, Kabupaten Kampar, Riau. Letkol Robert menganiaya dan merampas kamera fotografer harian Riau Pos Didik Herwanto yang tengah meliput peristiwa itu. (Antara)

Pewarta: Oleh FB Anggoro

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013