Jakarta, (Antara) - Aiptu Labora Sitorus, tersangka kasus kepemilikan rekening gendut senilai Rp1,5 triliun, akhirnya ditahan di Rutan Polres Sorong, Papua, oleh Kejaksaan Negeri Sorong.

         Hal tersebut dilakukan setelah Kejari Sorong menerima pelimpahan tahap II -- berkas, tersangka dan barang bukti -- dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua.

         Yang menjadi pertanyaan saat ini, apakah kasusnya cukup sampai menyidangkan Aiptu Labora Sitorus saja?
    Kasus ini tampaknya penuh misteri, bagaimana mungkin seorang polisi berpangkat Aiptu bisa memiliki harta yang luar biasa besar demikian.

         Hal ini menjadi pertaruhan bagi Korps Bhayangkara tersebut untuk dapat mengungkap misteri kepemilikan rekening gendut itu. Saatnya polisi memanfaatkan kasus ini sebagai momentum untuk "bersih-bersih diri".

         Guna mengungkap kepemilikan rekening tersebut, dibutuhkan perlindungan untuk Labora Sitorus dan jangan dirinya dijadikan korban belaka. Bahkan kalau perlu Labora Sitorus dijadikan "sang peniup pluit" atau "Whistle Blower".

         Indonesia Police Wath (IPW) meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) harus melindungi Aiptu Labora Sitorus dan menjadikannya sebagai "whistle blower".

         "Bukan hanya LPSK saja, demikian juga Komisi III DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus melindunginya dalam membongkar praktik 'backing', setor menyetor dan gratifikasi di tubuh Polri," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane.

         Hal itu perlu dilakukan mengingat Labora Sitorus memiliki data aliran dana miliaran rupiah ke pejabat Polri dibalik kasus aliran dana Rp1,5 triliun yang melibatkan dirinya.

         IPW sendiri menemukan data sedikitnya ada 33 pejabat Polri yang diduga menerima aliran dana dari Sitorus dari Januari 2012 sampai Maret 2013.

         Disebutkan bahwa pejabat Mabes Polri misalnya, menerima 13 kali aliran dana lewat rekening 1560003319730 Bank Mandiri, pejabat tinggi Polda Papua diduga menerima lima kali aliran dana dari Sitorus dari Juni 2012 hingga Februari 2013.

         Sejumlah Kapolres dan pejabat di Polda Papua menerima aliran dana sebanyak 16 kali atau setiap bulan menerima setoran dari Sitorus antara Rp25 juta sampai Rp250 juta.

         "Untuk itu KPK harus mengambil alih kasus rekening gendut Aiptu Labora Sitorus dan menjadikan semua pejabat Polri yang menerima aliran dana haram tersebut sebagai tersangka," katanya.

         Neta menduga aliran dana yang masuk ke kantong  para pejabat Polri itu dalam rangka tutup mata dan tutup mulut untuk memperlancar bisnis Sitorus.

         Selama ini, sejak Sitorus diperiksa Polda Papua tidak satu pun dari 33 pejabat Polri tersebut diperiksa.

         "Hal ini makin menunjukkan Polri sangat diskriminatif dan tidak sungguh-sungguh memberantas tindakan pidana yang melibatkan para pejabatnya," katanya.

         Padahal pasal yang dikenakan kepada Sitorus adalah Undang-undang Pencucian Uang dengan pidana pokok pasal penimbunan BBM dan 'Illegal Logging.'
    "Jika Komisi III DPR, KPK, LPSK tidak turun tangan, kasus Sitorus dipastikan tidak akan tuntas. Bahkan dikhawatirkan Sitorus akan 'dihabisi' untuk dibungkam agar tidak buka suara kepada siapa pun bahwa dia memberikan setoran ke pejabat Polri," katanya.

         "Untuk itu IPW mengimbau Komisi III, KPK, dan LPSK segera melindungi Sitorus," katanya.

         Anggota Komisi III DPR RI Eva Kusuma Sundari meminta Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Polisi Sutarman serius dalam penanganan kasus Aiptu Labora Sitorus.        
    Ia menegaskan bahwa Kabareskrim tidak boleh mempunyai standar ganda dalam penindakan hukum yang menunjukkan praktik 'tajam keluar tapi tumpul ke dalam', apalagi setelah kasus rekening gendut di tubuh Polri kini 'hanyut' dan tidak dikethaui rimbanya.

         Eva mengemukakan bahwa pemeliharaan korsa yang menyuratkan impunitas (kebijakan membiarkan atau melindungi pelaku kejahatan dari tanggung jawab dan sanksi kejahatan yang telah dilakukannya) ini harus segera diakhiri.

    
    Intimidasi

    Sementara itu, oknum anggota polisi Polda Papua Aiptu AK mengintimidasi wartawan Metro Tv pada Jumat (13/9) sesudah mengambil gambar tersangka kasus pencucian uang, kayu dan BBM ilegal Labora Sitorus di halaman Mapolda Papua.

         "Jadi saat itu, setelah saya mengambil gambar Labora Sitorus di halaman Mapolda Papua dan kemudian duduk di ruang tunggu tahanan. Saya dimarahi oleh Aiptu AK dan memaksa, dan mengusir karena mengambil gambar tadi," kata Ricardo kepada Antara Jayapura, Sabtu.  
    Ricardo yang juga Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia wilayah Papua dan Papua Barat itu sempat menjelaskan secara baik-baik kepada Aiptu AK terkait pengambilan gambar Labora Sitorus.

         "Saya sudah sampaikan ke pak Aiptu AK bahwa saya mengambil gambar Labora Sitorus di luar ruangan, bukan di dalam ruangan tahanan. Namun dia tetap bersikeras bahwa ambil gambar tersebut dilarang," katanya.

         "Kemudian, saya dipaksa keluar oleh dua orang bawahannya atas perintahnya dari ruang tahanan sejauh 40 meter. Namun saya juga sampaikan, kalau berbicara ataupun bertindak harus bijaksana karena saya juga Ketua IJTI. Tapi Aiptu AK bilang, apa itu IJTI?," sambung Ricardo.

         Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Setia Untung Arimuladi menyatakan penahanan itu setelah Kejaksaan Negeri Sorong menerima pelimpahan tahap dua ---berkas, tersangka dan barang bukti--- dari Kejaksaan Tinggi Papua.

         "Penahanan itu berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor No:699/T.1.13/Ep.1/09/2013 tanggal 17 September 2013," katanya.

         Pasal yang didakwakan terhadap Labora, yakni, Pasal 3 dan Pasal 6 UU Nomor 15/2002 tentang TPPU sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 25/2003 tentang Pencucian Uang.

         Pasal 3,4,5 dan 6 UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Pasal 53 huruf b dan d jo Pasal 23 Ayat 2 huruf b dan d UU No 22/2010 tentang Minyak dan Gas Bumi.

         Pasal 78 ayat 5 dan 7 jo Pasal 50 ayat 3 huruf f dan h UU No 41/1999 tentang Kehutanan yang telah diubah menjadi UU No 19/2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1/2004 tentang perubahan atas UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan jo Pasal 64 KUHP.

         Kasus yang dituduhkan terhadap Labora Sitorus itu, yakni, kasus illegal logging, penimbunan bahan bakar minyak (BBM), dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) tersebut, telah dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejati Papua. *

Pewarta: Oleh Riza Fahriza

Editor : Triono Subagyo


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013