Yogyakarta (Antara) - Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Yogyakarta melakukan aksi menuntut pemerintah untuk segera mengupayakan bantuan hukum terhadap TKI asal Nusa Tenggara Timur Wilfrida Soik yang terancam hukuman mati di Malaysia.

Koordinator lapangan, Muhammad Habibie dalam aksinya di alun-alun Tugu Yogyakarta, Senin malam, mengatakan bahwa hukuman yang menimpa Wilfirida merupakan tanggung jawab pemerintah Indonesia, sebab yang bersangkutan masih di bawah umur dan melakukan pembunuhan terhadap majikannya di luar kesengajaan.

"Wilfrida yang masih di bawah umur merupakan korban 'human trafficking' lintas negara. Ia melakukan itu (pembunuhan) karena membela diri," kata mahasiswa jurusan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kali Jaga Yogyakarta ini.

Ia menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh Wilfrida merupakan upaya spontan anak di bawah umur yang selalu mendapatkan tekanan dari majikannya.

"Baru dua bulan bekerja, Wilfrida merasakan perlakuan layaknya bukan manusia. Menerima pukulan bahkan siksaan," katanya.

Sementara itu, menurut dia, fenomena tersebut harus menjadi rambu bagi pemerintah agar lebih tegas dalam mengawasi pemberangkatan tenaga kerja indonesia (TKI) di luar negeri.

"Wilfrida waktu itu diberangkatkan ketika Indonesia sedang memberlakukan moratorium pemberangkatan TKI ke Malaysia, dengan usia yang masih belia. Ini harus menjadi tanggung jawab pemerintah," katanya.

Selain itu, ia juga menuntut pemerintah negara jiran itu agar lebih objektif dan adil dalam menyikapinya, sehingga dapat memberikan grasi atau membebaskan Wilfrida dari hukuman mati.    

Wilfrida Soik merupakan pembantu rumah tangga yang saat ini sedang ada di tahanan di Malaysia. Pada saat diberangkatkan di Malaysia ia merupakan anak di bawah umur yang belum genap 17 tahun.

Perempuan asal Nusa Tenggara Timur itu dituntut vonis mati oleh jaksa Malaysia, dan menanti putusan hakim hingga 30 September 2013.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013