Simpang Ampek, Sumbar (Antara Bengkulu) - Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Pasaman Barat, Sumbar, AKBP Sofyan Hidayat mengingatkan penyelesaian sengketa tanah ulayat memprioritaskan adat setempat.
"Dalam setiap permasalahan tanah masyarakat selalu membuat laporan kepada polisi padahal kalau berkaitan dengan tanah maka yang mempunyai kewenangan adalah ninik mamak adat dan badan pertanahan nasional,"kata dia di Simpang Ampek, Sabtu.
Menurut dia, kepolisian akan masuk dalam sengketa lahan itu jika ada tindakan melanggar hukum atau pidana. Jika tidak ada maka kepolisian hanya memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang bersengketa.
Dia mencontohkan jika ada pengrusakan dilahan yang bermasalah atau penyerobotan tanah maka itu adalah wewenang polisi. Jika persoalan tanah, batas-batas tanah dan pemilik tanah itu adalah hak ninik mamak pememang ulayat dan BPN.
"Kebanyakan kejadaian selama ini masyarakat selalu melapor ke polisi tanpa mengetahui alur penyelesaian sengketa tanah,"ujar dia.
Dia mengatakan sengketa tanah di Pasaman Barat cukup tinggi terutama antara masyarakat pemegang ulayat dengan pihak perusahaan kelapa sawit. Dari 19 perusahaan kelapa sawit yang ada di Pasaman Barat pada umumnya menghadapi sengketa lahan saat ini.
Dia menjelaskan masyarakat juga harus paham mengenai izin Hak Guna Usaha (HGU) suatu perusahaan. Jika memang lahan tersebut masuk dalam HGU maka jangan diganggu sampai masa akhir berlakunya habis.
Sedangkan pihak perusahaan kelapa sawit juga harus mengerti pula terkait kepedulain terhadap lingkungan sekitarnya. Bauk melalui pembangunan maupun maksi sosial.
Melalui dana corporate social responsibility (CSR) maka masyarakat sekitar akan terbantu akan keberadaan perusahaan yang ada. Midalnya adanya pembangunan jalan, jembatan, sekolah dan aksi sosial lainnya.
"Jika sudah saling memahami maka sengketa akan bisa dihindari. Kami dari kepolisian akan menindaklanjuti jika persoalannya berkaitan dengan hukum,"tegas dia.(ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Dalam setiap permasalahan tanah masyarakat selalu membuat laporan kepada polisi padahal kalau berkaitan dengan tanah maka yang mempunyai kewenangan adalah ninik mamak adat dan badan pertanahan nasional,"kata dia di Simpang Ampek, Sabtu.
Menurut dia, kepolisian akan masuk dalam sengketa lahan itu jika ada tindakan melanggar hukum atau pidana. Jika tidak ada maka kepolisian hanya memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang bersengketa.
Dia mencontohkan jika ada pengrusakan dilahan yang bermasalah atau penyerobotan tanah maka itu adalah wewenang polisi. Jika persoalan tanah, batas-batas tanah dan pemilik tanah itu adalah hak ninik mamak pememang ulayat dan BPN.
"Kebanyakan kejadaian selama ini masyarakat selalu melapor ke polisi tanpa mengetahui alur penyelesaian sengketa tanah,"ujar dia.
Dia mengatakan sengketa tanah di Pasaman Barat cukup tinggi terutama antara masyarakat pemegang ulayat dengan pihak perusahaan kelapa sawit. Dari 19 perusahaan kelapa sawit yang ada di Pasaman Barat pada umumnya menghadapi sengketa lahan saat ini.
Dia menjelaskan masyarakat juga harus paham mengenai izin Hak Guna Usaha (HGU) suatu perusahaan. Jika memang lahan tersebut masuk dalam HGU maka jangan diganggu sampai masa akhir berlakunya habis.
Sedangkan pihak perusahaan kelapa sawit juga harus mengerti pula terkait kepedulain terhadap lingkungan sekitarnya. Bauk melalui pembangunan maupun maksi sosial.
Melalui dana corporate social responsibility (CSR) maka masyarakat sekitar akan terbantu akan keberadaan perusahaan yang ada. Midalnya adanya pembangunan jalan, jembatan, sekolah dan aksi sosial lainnya.
"Jika sudah saling memahami maka sengketa akan bisa dihindari. Kami dari kepolisian akan menindaklanjuti jika persoalannya berkaitan dengan hukum,"tegas dia.(ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013