Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Beka Ulung Hapsara menduga pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait terbuka dengan kritik tidak sampai ke tataran bawah, sehingga masih banyak polisi bertindak reaktif menanggapi masyarakat yang menyalurkan aspirasi.
"Mungkin ya, pesan dari Presiden bahwa Presiden terbuka dengan kritik dan kritik sehat bagi demokrasi tidak dipahami oleh banyak aparat di lapangan," kata Beka Ulung Hapsara saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Akibatnya, kata dia, masyarakat yang menyuarakan keluhan dan aspirasi kepada Pemerintah disikapi dengan cara reaktif oleh aparat keamanan.
Selain itu, Beka menilai hingga kini masih banyak ditemukan polisi yang kurang memahami tentang hak konstitusi warga negara yang secara jelas telah diatur di dalam undang-undang.
"Jadi masih banyak polisi yang kurang memahami tentang hak kebebasan berpendapat dan berekspresi," kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM itu.
Selain dua hal tersebut, Beka menyinggung masalah tata kelola pengamanan Presiden di lapangan sejatinya tidak boleh serta-merta justru membatasi masyarakat. Apalagi, hal itu sampai merampas kebebasan berpendapat warga negara.
Sepanjang tidak ada ancaman keamanan yang berarti, penyebaran hoaks, fitnah yang mengarah pada suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), aparat keamanan tidak perlu bertindak reaktif.
Hal tersebut hendaknya dilakukan atau diterapkan secara menyeluruh dan tidak terfokus saat rombongan Presiden melakukan kunjungan kerja ke suatu tempat saja.
Kemudian, yang tidak kalah penting ialah pesan-pesan demokrasi dan pemajuan hak asasi manusia di Tanah Air, perlu terus digaungkan terutama kepada aparat keamanan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
"Saya kira pengetahuan aparat ini tidak hanya sekadar pasal-pasal hukum, tetapi juga bagaimana menempatkan dalam konteks demokrasi dan HAM," ujar dia.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Surat Telegram sebagai pedoman cara bertindak jajaran di wilayah agar tetap humanis dan tidak reaktif, menyusul beberapa aksi masyarakat dan mahasiswa menyampaikan aspirasi saat kunjungan Presiden Joko Widodo.
Adapun arahan Kapolri tersebut yakni setiap pengamanan kunjungan kerja agar dilakukan secara humanis dan tidak terlalu reaktif.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menjelaskan Telegram Kapolri tersebut ditujukan kepada para kasatwil jajaran polda seluruh Indonesia untuk memerhatikan pedoman yang telah diarahkan oleh Kapolri.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021
"Mungkin ya, pesan dari Presiden bahwa Presiden terbuka dengan kritik dan kritik sehat bagi demokrasi tidak dipahami oleh banyak aparat di lapangan," kata Beka Ulung Hapsara saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Akibatnya, kata dia, masyarakat yang menyuarakan keluhan dan aspirasi kepada Pemerintah disikapi dengan cara reaktif oleh aparat keamanan.
Selain itu, Beka menilai hingga kini masih banyak ditemukan polisi yang kurang memahami tentang hak konstitusi warga negara yang secara jelas telah diatur di dalam undang-undang.
"Jadi masih banyak polisi yang kurang memahami tentang hak kebebasan berpendapat dan berekspresi," kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM itu.
Selain dua hal tersebut, Beka menyinggung masalah tata kelola pengamanan Presiden di lapangan sejatinya tidak boleh serta-merta justru membatasi masyarakat. Apalagi, hal itu sampai merampas kebebasan berpendapat warga negara.
Sepanjang tidak ada ancaman keamanan yang berarti, penyebaran hoaks, fitnah yang mengarah pada suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), aparat keamanan tidak perlu bertindak reaktif.
Hal tersebut hendaknya dilakukan atau diterapkan secara menyeluruh dan tidak terfokus saat rombongan Presiden melakukan kunjungan kerja ke suatu tempat saja.
Kemudian, yang tidak kalah penting ialah pesan-pesan demokrasi dan pemajuan hak asasi manusia di Tanah Air, perlu terus digaungkan terutama kepada aparat keamanan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
"Saya kira pengetahuan aparat ini tidak hanya sekadar pasal-pasal hukum, tetapi juga bagaimana menempatkan dalam konteks demokrasi dan HAM," ujar dia.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Surat Telegram sebagai pedoman cara bertindak jajaran di wilayah agar tetap humanis dan tidak reaktif, menyusul beberapa aksi masyarakat dan mahasiswa menyampaikan aspirasi saat kunjungan Presiden Joko Widodo.
Adapun arahan Kapolri tersebut yakni setiap pengamanan kunjungan kerja agar dilakukan secara humanis dan tidak terlalu reaktif.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menjelaskan Telegram Kapolri tersebut ditujukan kepada para kasatwil jajaran polda seluruh Indonesia untuk memerhatikan pedoman yang telah diarahkan oleh Kapolri.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021