Jakarta (Antara Bengkulu) - Pelaku industri banyak yang merasa cemas dan mengkhawatirkan terhadap permintaan kenaikan upah buruh yang dinilai akan menghambat aktivitas perekonomian industri di Indonesia.

"Banyak pelaku industri yang menyatakan bahwa isu tenaga kerja yang meminta kenaikan upah buruh sangat mencemaskan bagi kesinambungan bisnis," kata Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu malam.

Menurut dia, stabilitas dalam menjalankan bisnis merupakan aspek kunci bagi kalangan industri untuk mempertahankan operasional mereka.

Selain itu, lanjutnya, hal tersebut juga dinilai menghambat kemampuan perusahaan dalam mengembangkan bisnis mereka yang akibatnya juga dapat menghambat peningkatan lapangan pekerjaan.

Ia juga mengemukakan, perlambatan ekonomi juga membuat kalangan industri melemah dan menahan keputusan untuk berkembang.

"Pelaku industri mengawasi pasar dan mengambil tindakan 'wait and see' hingga mereka yakin terhadap rencana perluasan," ucapnya.

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan tetap akan memperjuangkan kenaikan upah minimum sebesar 50 persen untuk nasional dan Rp3,7 juta untuk DKI Jakarta.

"Perjuangan buruh untuk memperjuangkan kenaikan upah minimum tidak hanya diajukan oleh KSPI tapi aliansi serikat buruh di daerah se-Indonesia ikut terlibat," ujar Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Rabu (18/9).

Said Iqbal menerangkan alasan buruh tetap memperjuangkan kenaikan upah minimum adalah tidak relevannya lagi 60 item kebutuhan hidup layak.

"Sebab dasar kenaikan upah minimum harus dihitung dengan menggunakan 84 item," katanya.

Selisih 24 item itu, lanjut dia, mempengaruhi daya beli buruh karena ada beberapa item yang tidak dimasukkan ke dalam KHL seperti jaket, jam tangan/dinding, tv, dompet, payung, perumahan tipe 36, kipas angin, bedak dan lipstik, transportasi, pulsa sms, koran untuk baca harian dan sebagainya. (Antara)

Pewarta: Oleh Muhammad Razi Rahman

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013