Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Iwan Ariawan mengatakan libur panjang akhir tahun berpotensi menyebabkan kasus COVID-19 meningkat signifikan jika tidak diantisipasi
"Libur panjang yang disertai peningkatan mobilitas penduduk dan minim protokol kesehatan menjadi risiko tinggi terjadinya lonjakan kasus," kata Iwan Ariawan di Jakarta, Jumat.
Iwan mengatakan sejumlah hal yang bisa menimbulkan gelombang ketiga COVID-19 adalah peningkatan mobilitas penduduk yang tidak disertai peningkatan protokol kesehatan, penurunan pelacakan kasus, cakupan vaksinasi melambat (rendah), serta adanya varian baru yang lebih menular.
"Banyak ahli memprediksi Desember hingga Januari, karena saat itu terjadinya peningkatan mobilitas penduduk dan kerumunan karena liburan akhir tahun. Masyarakat baru sadar atau menyesal setelah terjadi kenaikan kasus pada dia atau keluarganya terinfeksi," kata Iwan.
Menurut Iwan, gelombang ketiga COVID-19 bisa dicegah menggunakan indikator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sebagai gabungan indikator transmisi dan kapasitas respons.
Iwan menyarankan pemerintah agar tidak ragu untuk meningkatkan level PPKM di daerah rawan.
Ia mengatakan potensi gelombang ketiga COVID-19 tetap ada walaupun vaksinasi sudah lebih dari 50 persen sebelum Desember. "Karena tidak ada vaksin yang efektivitasnya 100 persen dan efektivitas vaksin bisa berkurang jika ada varian baru," ujarnya.
Secara terpisah Guru Besar Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama mengatakan kerumunan orang kerap diikuti dengan risiko peningkatan kasus, seperti yang sudah terjadi selama ini.
"Jadi, tinggal apakah libur panjang akhir tahun bisa dikendalikan lebih baik atau tidak," katanya.
Menurut Tjandra pemerintah dan media massa perlu mengingatkan masyarakat tentang potensi kasus COVID-19 yang meningkat setelah libur panjang. Salah satunya seperti yang terjadi di Singapura, walaupun vaksinasinya sudah lebih dari 80 persen populasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021
"Libur panjang yang disertai peningkatan mobilitas penduduk dan minim protokol kesehatan menjadi risiko tinggi terjadinya lonjakan kasus," kata Iwan Ariawan di Jakarta, Jumat.
Iwan mengatakan sejumlah hal yang bisa menimbulkan gelombang ketiga COVID-19 adalah peningkatan mobilitas penduduk yang tidak disertai peningkatan protokol kesehatan, penurunan pelacakan kasus, cakupan vaksinasi melambat (rendah), serta adanya varian baru yang lebih menular.
"Banyak ahli memprediksi Desember hingga Januari, karena saat itu terjadinya peningkatan mobilitas penduduk dan kerumunan karena liburan akhir tahun. Masyarakat baru sadar atau menyesal setelah terjadi kenaikan kasus pada dia atau keluarganya terinfeksi," kata Iwan.
Menurut Iwan, gelombang ketiga COVID-19 bisa dicegah menggunakan indikator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sebagai gabungan indikator transmisi dan kapasitas respons.
Iwan menyarankan pemerintah agar tidak ragu untuk meningkatkan level PPKM di daerah rawan.
Ia mengatakan potensi gelombang ketiga COVID-19 tetap ada walaupun vaksinasi sudah lebih dari 50 persen sebelum Desember. "Karena tidak ada vaksin yang efektivitasnya 100 persen dan efektivitas vaksin bisa berkurang jika ada varian baru," ujarnya.
Secara terpisah Guru Besar Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama mengatakan kerumunan orang kerap diikuti dengan risiko peningkatan kasus, seperti yang sudah terjadi selama ini.
"Jadi, tinggal apakah libur panjang akhir tahun bisa dikendalikan lebih baik atau tidak," katanya.
Menurut Tjandra pemerintah dan media massa perlu mengingatkan masyarakat tentang potensi kasus COVID-19 yang meningkat setelah libur panjang. Salah satunya seperti yang terjadi di Singapura, walaupun vaksinasinya sudah lebih dari 80 persen populasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021