Jakarta (ANTARA) -
Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengingatkan bahwa gelombang ketiga kasus COVID-19 berpotensi terjadi di Indonesia.
"Potensi gelombang tiga sangat jelas. Bicara potensi gelombang, maka bicara adanya kelompok masyarakat atau populasi yang belum memiliki imunitas atau meski sudah memiliki imunitas, imunitasnya menurun," ujar Dicky Budiman ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Minggu.
Berdasarkan kajian, katanya, imunitas yang didapat dari vaksinasi COVID-19 terbukti menurun setelah lima bulan usai vaksinasi lengkap. "Tidak ada yang bertahan lama, itu faktanya. Karena itulah potensi adanya lonjakan kasus yang disebabkan Omicron sudah sangat jelas. Apalagi, kecepatan infeksinya lebih cepat dibandingkan Delta," tuturnya.
Oleh karena itu, kata Dicky, untuk merespons varian Omicron pemerintah tidak boleh abai terhadap aspek pengujian dan pelacakan.
"Ini tidak boleh terabaikan, karena tanpa adanya deteksi dini yang kuat kita tidak akan bisa untuk memutus transmisi. Memutus transmisi itu dengan menemukan kasus-kasus infeksinya dan kasus-kasus kontaknya, sehingga mereka bisa menjalani isolasi atau karantina yang efektif," paparnya.
Selain itu, lanjut dia, upaya yang harus dilakukan, yakni meningkatkan pelaksanaan 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas).
Dicky mengatakan bahwa varian Omicron tidak bisa dianggap remeh, karena masuk dalam
variant of concern (VOC). "Jadi, segala narasi meremehkan itu berbahaya, Omicron terlihat ringan karena adanya vaksinasi dan imunitas," katanya.
Secara terpisah, epidemiolog dari Universitas Andalas, Defriman Djafri meminta pemerintah untuk memasifkan skrining, pengujian, pelacakan, dan analisis
whole genome sequence (WGS) demi menekan penyebaran varian Omicron di dalam negeri.
"Strategi ini memastikan kita dapat mengidentifikasi secara cepat, dan kasus-kasus yang teridentifikasi benar-benar harus dikarantina secara ketat, mempertimbangkan penularan Omicron yang lebih cepat dari varian yang lain," ujarnya.
Omicron yang masuk dalam VOC itu, lanjut dia, memerlukan kewaspadaan tinggi dalam menanganinya. "Semuanya
unpredictable (tak terduga), jangan ke depan kebijakan seolah-olah serba mendesak dikarenakan kita tidak cepat mendeteksi dan waspada secara dini," tuturnya.