Jakarta (Antara) - Kedutaan Besar Jepang di Jakarta memperkenalkan salah satu tarian tradisionalnya yang disebut Noh Makiginu atau tarian "Gulungan Sutera" yang pelakon utamanya menggunakan topeng dan menari secara lambat.
Tarian Noh yang menggunakan topeng, membuat penonton bisa membayangkan bagaimana perasaan sang penari saat melakukan gerakan-gerakan," ujar Penari Noh Matsui Akira usai mempertunjukkan tariannya di rumah Duta Besar Jepang di Jakarta, Kamis.
Matsui mengatakan, setiap gerakan dalam tarian Noh memiliki arti dan pesan tersendiri, disamping beberapa gerakan tambahan yang tidak mengandung arti apapun.
Matsui mencontohkan, satu gerakan dengan kedua tangan diangkat ke atas kemudian diturunkan ke samping sambil sedikit menekuk lutut berarti gerakan untuk mengungkapkan 'saya cinta kamu'.
"Dalam tarian Noh, ada gerakan yang memiliki arti dan tidak. Kalau yang tidak memiliki arti itu biasanya gerakannya lebih sederhana," ujar Matsui.
Menurut Matsui, pertunjukan Noh di Jepang biasanya berlangsung sangat lama, namun dalam perkembangannya, para penari mempersingkat durasi tarian Noh.
"Jadi, tergantung penontonnya, kalau penontonnya menikmati Noh, itu cerita yang disampaikan lengkap. Namun, kalau penontonnya pemuda pemudi itu biasanya durasinya dipotong dan gerakannya lebih cepat," kata Matsui.
Tarian Noh menceritakan tentang seorang kaisar yang memerintahkan pengawal kerajaan untuk mengumpulkan seribu gulungan sutera dari seluruh Jepang untuk disumbangkan ke tiga kuil Kumano di Provinsi Kii.
Namun, sang pengawal tidak dapat menepati waktu yang telah ditetapkan, sehingga ia dihuku oleh pengadilan kerajaan.
Gadis pelayan pendeta dari kuil pun datang meminta ampunan agar pengawal tersebut dibebaskan dan ia menjelaskan bahwa orang tersebut telah berhenti menyembah dewa Otonashi dan menawarkan sebuah puisi yang menyenangkan hati dewa, sehingga pengawal tersebut dibebaskan.
Sang gadis mulai dirasuki kekuatan para dewa dan menarikan tarian kuil Kagura. Ketika pembacaan puisi dan tarian usai, kekuatan para dewa pun berangsur lenyap dan sang gadir kembali ke sosok semula.
Menurut Matsui, tarian Noh diwariskan secara turun temurun oleh keluarga di Jepang selama ratusan tahun, namun bukan berarti masyarakat di luar keluarga tidak bisa mempelajarinya.
"Tariannya memang diwariskan turun temurun dan terdapat lima aliran, namun masyarakat di luar keluarga bahkan warga asing bisa mempelajarinya," ujar Matsui.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
Tarian Noh yang menggunakan topeng, membuat penonton bisa membayangkan bagaimana perasaan sang penari saat melakukan gerakan-gerakan," ujar Penari Noh Matsui Akira usai mempertunjukkan tariannya di rumah Duta Besar Jepang di Jakarta, Kamis.
Matsui mengatakan, setiap gerakan dalam tarian Noh memiliki arti dan pesan tersendiri, disamping beberapa gerakan tambahan yang tidak mengandung arti apapun.
Matsui mencontohkan, satu gerakan dengan kedua tangan diangkat ke atas kemudian diturunkan ke samping sambil sedikit menekuk lutut berarti gerakan untuk mengungkapkan 'saya cinta kamu'.
"Dalam tarian Noh, ada gerakan yang memiliki arti dan tidak. Kalau yang tidak memiliki arti itu biasanya gerakannya lebih sederhana," ujar Matsui.
Menurut Matsui, pertunjukan Noh di Jepang biasanya berlangsung sangat lama, namun dalam perkembangannya, para penari mempersingkat durasi tarian Noh.
"Jadi, tergantung penontonnya, kalau penontonnya menikmati Noh, itu cerita yang disampaikan lengkap. Namun, kalau penontonnya pemuda pemudi itu biasanya durasinya dipotong dan gerakannya lebih cepat," kata Matsui.
Tarian Noh menceritakan tentang seorang kaisar yang memerintahkan pengawal kerajaan untuk mengumpulkan seribu gulungan sutera dari seluruh Jepang untuk disumbangkan ke tiga kuil Kumano di Provinsi Kii.
Namun, sang pengawal tidak dapat menepati waktu yang telah ditetapkan, sehingga ia dihuku oleh pengadilan kerajaan.
Gadis pelayan pendeta dari kuil pun datang meminta ampunan agar pengawal tersebut dibebaskan dan ia menjelaskan bahwa orang tersebut telah berhenti menyembah dewa Otonashi dan menawarkan sebuah puisi yang menyenangkan hati dewa, sehingga pengawal tersebut dibebaskan.
Sang gadis mulai dirasuki kekuatan para dewa dan menarikan tarian kuil Kagura. Ketika pembacaan puisi dan tarian usai, kekuatan para dewa pun berangsur lenyap dan sang gadir kembali ke sosok semula.
Menurut Matsui, tarian Noh diwariskan secara turun temurun oleh keluarga di Jepang selama ratusan tahun, namun bukan berarti masyarakat di luar keluarga tidak bisa mempelajarinya.
"Tariannya memang diwariskan turun temurun dan terdapat lima aliran, namun masyarakat di luar keluarga bahkan warga asing bisa mempelajarinya," ujar Matsui.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013