Jakarta (Antara Bengkulu) - Anggota Komisi VI DPR RI Lili Asdjudiredja mengkritik pemerintah yang kurang tegas dalam pengambilalihan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) yang ditandai dengan belum adanya keputusan final atas negosiasi dengan pihak Jepang.

"Jangan hanya bicara saja. Apalagi batas akhir pengambilalihan Inalum tinggal sembilan hari lagi," kata Lili Asdjudiredja di Jakarta, Selasa.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar itu mengingatkan  kedua belah pihak telah melakukan perundingan sebanyak delapan kali dengan Nippon Asahan Aluminium (NAA).

Untuk itu, ujar dia, pemerintah diminta tegas dan jangan mau digiring untuk mengikuti proses arbitrase yang dinilai memakan waktu cukup lama.

Sementara itu Ketua Komisi VI DPR RI, Airlangga Hartarto meminta pemerintah berani mengakhiri kerjasama antara konsorsium perusahaan Jepang, NAA dengan PT Inalum.

"Secara strategis, Indonesia seharusnya berani mengakhiri kerjasama dengan NAA karena arah industri kita sudah mampu melakukan pengolahan aluminium yang berada dalam koridor kebijakan hilirisasi komoditas tambang," ujarnya.

Sesuai kontrak antara kedua belah pihak, kerjasama tersebut berakhir pada Kamis, 31 Oktober 2013.

Airlangga menegaskan penghentian kerjasama tersebut harus dilakukan karena Indonesia mampu melakukan pengolahan aluminium sehingga mengurangi ketergantungan impor bahan baku Inalum.

"Mengembalikan Inalum ke tangan Indonesia adalah wujud nyata pemerintah dalam pelaksanaan hilirisasi hasil tambang sekaligus meningkatkan kemampuan industri dalam negeri yang selama ini tergantung produk impor alias tidak mendukung fundamental ekonomi kita," paparnya.

Sebelumnya Menteri BUMN Dahlan Iskan mengisyaratkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bisa berperan pada PT Inalum, namun realisasinya baru bisa dilakukan setelah pengambilalihan perusahaan rampung pada 1 November 2013.

"Sangat terbuka bagi daerah. Tapi jangan heboh dulu. Yang penting saat ini adalah bagaimana Inalum pindah ke tangan Indonesia dulu. Setelah itu baru urusan pusat," kata Dahlan, usai Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung MPR/DPR-RI Jakarta, Senin (21/10).

Menurut Dahlan, proses pengambialihan Inalum masih terus berlangsung sehingga butuh konsentrasi agar bisa berlangsung mulus.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan pemerintah pusat mempertimbangkan penyertaan saham bagi pemerintah daerah setelah berakhirnya kontrak Jepang di PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) pada akhir Oktober 2013.

"Saya tidak punya kapasitas untuk menentukan, tapi bahwa pemerintah mempertimbangkan penyertaan daerah, iya pasti," ujarnya usai rapat koordinasi mengenai persiapan pengakhiran Master Agreement Proyek Asahan di Jakarta, Kamis (17/10).

Hidayat mengatakan pemerintah saat ini masih fokus untuk menyelesaikan masalah perbedaan nilai buku antara penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan Nippon Asahan Alumunium Co Ltd (NAA). (Antara)

Pewarta: Oleh Muhammad Razi Rahman

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013