Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Mukomuko, Saili, mendesak Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) setempat untuk meninjau ulang keputusan terkait tenaga honorer yang telah "putus kontrak" namun lolos seleksi administrasi calon pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Menurut dia, keputusan tersebut dianggap merugikan honorer yang telah lama mengabdi. "Kami meminta BKPSDM mengevaluasi keputusan ini karena merugikan tenaga honorer yang terus mengabdi hingga kini," kata dia, Rabu (6/11).
Ia mengatakan desakan tersebut muncul setelah adanya laporan keberatan dari honorer yang masih aktif bekerja. Mereka menilai keberadaan honorer yang sudah tidak bekerja sejak 2022 namun berhasil lolos seleksi PPPK sebagai tindakan yang tidak adil dan mencederai rasa keadilan.
Saili menyebut, keputusan Panitia Seleksi Daerah (Panselda) PPPK 2024 di Mukomuko merugikan pelamar lain yang memenuhi semua persyaratan dan melanggar aturan seleksi yang berlaku.
Menanggapi protes dari honorer, Kabid Pengadaan, Pengembangan SDM, dan Pembinaan ASN BKPSDM Mukomuko, Niko Hafri, menyebutkan bahwa pihaknya akan melakukan verifikasi ulang dalam tahap pengumuman pasca-sanggah.
"Jika kesalahan verifikasi terjadi di internal, sanggahan bisa diterima," kata Niko, namun menegaskan bahwa status "tidak memenuhi syarat" (TMS) akan diberikan jika pelamar ternyata tidak aktif bekerja.
Niko juga menyoroti adanya dinas yang mengeluarkan surat keterangan kerja hingga 2022 bagi tenaga honorer yang seharusnya tidak layak untuk mendaftar. "Seharusnya surat itu tidak dikeluarkan jika tahu tujuannya untuk mendaftar PPPK," ujarnya.
Pada tahun 2024, Kabupaten Mukomuko membuka 850 formasi PPPK yang terdiri dari 400 formasi guru, 150 tenaga kesehatan, dan 300 tenaga teknis. Sebanyak 1.518 orang telah mendaftar dengan 1.485 pelamar memenuhi syarat dan 24 pelamar dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).
Menurut dia, keputusan tersebut dianggap merugikan honorer yang telah lama mengabdi. "Kami meminta BKPSDM mengevaluasi keputusan ini karena merugikan tenaga honorer yang terus mengabdi hingga kini," kata dia, Rabu (6/11).
Ia mengatakan desakan tersebut muncul setelah adanya laporan keberatan dari honorer yang masih aktif bekerja. Mereka menilai keberadaan honorer yang sudah tidak bekerja sejak 2022 namun berhasil lolos seleksi PPPK sebagai tindakan yang tidak adil dan mencederai rasa keadilan.
Saili menyebut, keputusan Panitia Seleksi Daerah (Panselda) PPPK 2024 di Mukomuko merugikan pelamar lain yang memenuhi semua persyaratan dan melanggar aturan seleksi yang berlaku.
Menanggapi protes dari honorer, Kabid Pengadaan, Pengembangan SDM, dan Pembinaan ASN BKPSDM Mukomuko, Niko Hafri, menyebutkan bahwa pihaknya akan melakukan verifikasi ulang dalam tahap pengumuman pasca-sanggah.
"Jika kesalahan verifikasi terjadi di internal, sanggahan bisa diterima," kata Niko, namun menegaskan bahwa status "tidak memenuhi syarat" (TMS) akan diberikan jika pelamar ternyata tidak aktif bekerja.
Niko juga menyoroti adanya dinas yang mengeluarkan surat keterangan kerja hingga 2022 bagi tenaga honorer yang seharusnya tidak layak untuk mendaftar. "Seharusnya surat itu tidak dikeluarkan jika tahu tujuannya untuk mendaftar PPPK," ujarnya.
Pada tahun 2024, Kabupaten Mukomuko membuka 850 formasi PPPK yang terdiri dari 400 formasi guru, 150 tenaga kesehatan, dan 300 tenaga teknis. Sebanyak 1.518 orang telah mendaftar dengan 1.485 pelamar memenuhi syarat dan 24 pelamar dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).