Pakar ilmu kesehatan dari Universitas Indonesia (UI), Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan ancaman gelombang ketiga COVID-19 di Indonesia dipengaruhi vaksinasi yang belum memadai.

"Masih sekitar 65 persen penduduk kita belum mendapat perlindungan memadai vaksin atau belum dapat vaksin dua kali. Bahkan, masih lebih 3/4 lansia belum dapat vaksin memadai," kata Tjandra Yoga Aditama yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Guru Besar Ilmu Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu juga menyoroti aktivitas masyarakat yang cenderung meningkat dan kepatuhan terhadap protokol kesehatan yang kembali menurun.

"Sekarang aktivitas masyarakat terus meningkat, sementara tidak semua menjaga jarak dan memakai masker dengan benar," ujarnya.

Pria yang juga Direktur Pasca-Sarjana Universitas Yarsi itu mengingatkan masyarakat bahwa agenda hari besar yang diikuti peningkatan mobilisasi berisiko besar memicu gelombang lanjutan COVID-19. "Pengalaman selama ini, kalau ada peningkatan mobilisasi karena libur panjang, kasus akan naik," katanya.

Tjandra mengatakan sejumlah hal tersebut menjadi pertimbangan para pakar yang saat ini memperkirakan gelombang ketiga di Indonesia mungkin saja terjadi pada awal 2022.

Tentang berapa besar peningkatan kasus akhir tahun, Tjandra mengatakan bergantung pada sejumlah hal, di antaranya seberapa patuh masyarakat pada ketentuan menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan (3M). Hal lainnya adalah kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah sesuai derajat yang ada.

"Kita juga perlu melihat sebaik apa kita memantau data perkembangan kasus dari waktu ke waktu, dan kalau ada kenaikan, seberapa ketat pembatasan sosial diberlakukan," katanya.

Tjandra mendorong masyarakat untuk berpartisipasi secara cepat dalam vaksinasi COVID-19. "India yang penduduknya empat kali dari kita sudah menyuntik 8 juta orang sehari, target kita 2 juta sehari rasanya cukup tepat dan semua dapat dicapai. India juga sudah memvaksin 1 miliar penduduknya," katanya.

Hal penting lainnya adalah efektivitas tes dan telusur di masyarakat. "India kasusnya juga sudah landai, peringkat di Nikkei lebih baik dari kita, dan India sekarang ini melakukan tes 1,5 juta sehari, jadi kalau kita seperempatnya, baiknya sekitar 400 ribu, dan telusur dilakukan pada 15 kontak dari kasus yang ada," katanya.

Tjandra mengingatkan otoritas terkait untuk mengendalikan pintu masuk negara dalam antisipasi kemungkinan peningkatan kasus dari mereka yang datang dari luar negeri.

"Ada tidaknya varian baru yang muncul dan kalau ada apakah akan lebih menular atau tidak. Untuk itu, jumlah pemeriksaan Whole Genome Sequencing kita harus ditingkatkan," ujarnya.

Tjandra menambahkan Presiden RI Joko Widodo mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai varian baru yang muncul di negara lain. "Pada sambutan pembukaan Kongres PERSI pagi ini, Presiden juga menyampaikan bahwa kita perlu waspada dengan varian baru yang ada di negara-negara lain," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021