Tertahan di sebuah desa di selatan India selama sembilan bulan, Sugathan P.R. berharap Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyetujui vaksin Covaxin agar bisa kembali bekerja di Arab Saudi.
Seperti Sugathan, jutaan orang India telah disuntik dengan vaksin COVID-19 buatan India itu dan banyak dari mereka mengeluhkan aturan perjalanan di sejumlah negara yang belum mengakui vaksin tersebut.
"Saya tak bisa terus berdiam diri seperti ini," kata Sugathan, 57 tahun.
Dia kembali ke tengah keluarganya di desa Pandalam, Kerala, pada Januari setelah melewatkan pemakaman ayahnya tahun lalu ketika pandemi mengganggu penerbangan.
"Saya punya pilihan untuk pergi ke Saudi dan menerima (dosis tambahan) Covishield setelah karantina empat hari, tapi saya tidak yakin dengan efeknya pada kesehatan saya," kata Sugathan, merujuk pada vaksin AstraZeneca.
"Jika izin Covaxin tak diberikan, saya akan ambil risiko untuk pergi dan menerima vaksin yang disetujui Saudi," katanya sambil duduk di rumahnya yang luas dan menghadap sawah.
Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan mengatakan pada Selasa bahwa para ahli independen telah meminta "klarifikasi tambahan" dari pembuat Covaxin, Bharat Biotech, untuk penilaian akhir pada 3 November.
Badan internasional itu telah mempertimbangkan data yang diberikan Bharat Biotech sejak awal Juli dan mengatakan "tidak bisa mengambil jalan pintas" dalam membuat keputusan.
Tanpa lampu hijau dari WHO, vaksin dua dosis Covaxin tak akan bisa diakui secara global dan akan menyulitkan warga India yang sudah menerima vaksin itu untuk pergi ke luar negeri.
Rajan Pallivadakethil Unnunni, 59 tahun, yang dua tahun bekerja di Kuwait sebagai tukang las sebelum pulang ke India akhir tahun lalu, mengaku tidak bisa kembali bekerja karena Kuwait tidak mengakui Covaxin.
Dia kini berjuang membayar pinjaman bank sebanyak 20 ribu dolar AS (Rp283,5 juta) dengan menjual ayam di sebuah kios kecil di Kerala dan menghasilkan 4 dolar sehari (Rp60 ribu).
"Jika saya tak bisa kembali ke Kuwait, saya tak akan mampu melunasi pinjaman dan membiayai pendidikan anak-anak saya," kata Rajan yang duduk di atas bangku plastik di depan kiosnya.
"Saya bisa membeli tiket ke Kuwait jika aplikasi pemerintah Kuwait menunjukkan sinyal hijau."
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021
Seperti Sugathan, jutaan orang India telah disuntik dengan vaksin COVID-19 buatan India itu dan banyak dari mereka mengeluhkan aturan perjalanan di sejumlah negara yang belum mengakui vaksin tersebut.
"Saya tak bisa terus berdiam diri seperti ini," kata Sugathan, 57 tahun.
Dia kembali ke tengah keluarganya di desa Pandalam, Kerala, pada Januari setelah melewatkan pemakaman ayahnya tahun lalu ketika pandemi mengganggu penerbangan.
"Saya punya pilihan untuk pergi ke Saudi dan menerima (dosis tambahan) Covishield setelah karantina empat hari, tapi saya tidak yakin dengan efeknya pada kesehatan saya," kata Sugathan, merujuk pada vaksin AstraZeneca.
"Jika izin Covaxin tak diberikan, saya akan ambil risiko untuk pergi dan menerima vaksin yang disetujui Saudi," katanya sambil duduk di rumahnya yang luas dan menghadap sawah.
Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan mengatakan pada Selasa bahwa para ahli independen telah meminta "klarifikasi tambahan" dari pembuat Covaxin, Bharat Biotech, untuk penilaian akhir pada 3 November.
Badan internasional itu telah mempertimbangkan data yang diberikan Bharat Biotech sejak awal Juli dan mengatakan "tidak bisa mengambil jalan pintas" dalam membuat keputusan.
Tanpa lampu hijau dari WHO, vaksin dua dosis Covaxin tak akan bisa diakui secara global dan akan menyulitkan warga India yang sudah menerima vaksin itu untuk pergi ke luar negeri.
Rajan Pallivadakethil Unnunni, 59 tahun, yang dua tahun bekerja di Kuwait sebagai tukang las sebelum pulang ke India akhir tahun lalu, mengaku tidak bisa kembali bekerja karena Kuwait tidak mengakui Covaxin.
Dia kini berjuang membayar pinjaman bank sebanyak 20 ribu dolar AS (Rp283,5 juta) dengan menjual ayam di sebuah kios kecil di Kerala dan menghasilkan 4 dolar sehari (Rp60 ribu).
"Jika saya tak bisa kembali ke Kuwait, saya tak akan mampu melunasi pinjaman dan membiayai pendidikan anak-anak saya," kata Rajan yang duduk di atas bangku plastik di depan kiosnya.
"Saya bisa membeli tiket ke Kuwait jika aplikasi pemerintah Kuwait menunjukkan sinyal hijau."
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021