Yogyakarta (Antara) - Seluruh lembaga negara semestinya perlu mendapatkan pengawasan untuk menghindari risiko penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan oleh oknum pejabatnya, kata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia Zairin Harahap.

Hal itu dikemukakan Zairin menanggapi rencana pengawasan Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Komisi Yudisial (KY) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) MK No.1 tahun 2013.

"Semestinya nanti bukan hanya MK yang memerlukan pengawasan karena hakimnya tersangkut suap, namun juga lembaga-lembaga lainnya," kata Zairin di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, upaya pengawasan bagi lembaga-lembaga negara dikhususkan untuk yang menangani persoalan hukum lainnya seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ombudsman RI, Mahkamah Agung, serta Komisi Yudisial (KY).

"Harus 'equal' (sama rata) semua (lembaga negara) harus steril, bukan hanya MK," kata Zairin menegaskan.

Menurut dia, seluruh lembaga negara berpotensi melakukan penyelewengan kekuasaan termasuk korupsi atau suap. Hal itu, kata dia, antara lain dapat terdorong dari faktor konflik kepentingan pejabatnya.

Pengawasan lembaga negara, kata dia, tidak hanya berpatokan untuk mengawal proses di hulu saja namun tetap harus berawal dari hilir lembaga pemerintah tersebut.

"Hilir di sini saya maksudkan dari proses perekrutan personelnya. Bahwa proses rekrutmen personel sebuah lembaga harus dipastikan benar-benar transparan dan independen," katanya.

Independensi yang dimaksudkan, kata dia, misalnya jauh dari keterkaitan kepentingan partai politik (parpol).

Seperti yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2013, bahwa untuk menghindari konflik kepentingan presiden mengharuskan calon hakim MK berhenti terlibat dalam politik praktis selama tujuh tahun.

"Pejabat di KPK juga banyak yang dulunya aktif di parpol tertentu. Oleh sebab itu tetap perlu diawasi," katanya.

Dengan pengawasan, menurut dia, lembaga negara khususnya yang menangani persoalan hukum, diharapkan tidak menjadi "kantor perwakilan" dari partai politik.

"Tentu saya tidak mungkin mengatakan bahwa calon hakim atau pejabat lembaga negara harus belum dan tidak pernah menjadi anngota parpol. Tapi paling tidak ada masa jeda," katanya.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013