Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean menilai, harga Pertalite harus dinaikkan sebab jika Pertamina terus menjualnya dengan harga saat ini, akan berdampak buruk bagi keuangan BUMN tersebut, bahkan berpotensi merugi besar.
"Harga Pertalite harus dinaikkan. Apalagi harga jual BBM Pertamina masih berada di bawah harga BBM milik asing. Jika tidak, akan berdampak buruk karena memukul keuangan Pertamina," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu
Dari setiap liter Pertalite yang dijual, Pertamina menanggung kerugian terus-menerus.
Menurut dia, jika BUMN migas itu merugi, maka berpotensi mengurangi kontribusi Pertamina ke kas negara dan juga masyarakat.
Dia mengungkapkan, pada tahun lalu Pertamina menyumbang hampir Rp200 triliun kepada keuangan negara, selain itu dalam masa pandemi, kontribusi perusahaan juga sangat banyak, termasuk di antaranya, membangun rumah sakit khusus COVID dan penyaluran oksigen medis.
Ferdinand menyatakan, Pertamina harus menanggung beban atas penjualan Pertalite saat ini, sebab biaya produksi sangat tinggi tetapi menjual dengan harga di bawah keekonomian dengan selisih sangat besar, sekitar Rp3 ribu per liter.
Hal itu terjadi karena harga sekarang masih dihitung dengan menggunakan ICP sekitar USD45. Sedangkan di sisi lain, harga minyak dunia terus naik, bahkan tergolong tertinggi, dengan dua kali melampaui harga ICP.
Jika harga BBM terus dipertahankan di bawah harga keekonomian, lanjutnya, maka pada titik tertentu Pertamina dipastikan akan mengalami kerugian.
“Keuangan mereka akan tergerus untuk menutupi kerugian-kerugian yang terjadi akibat penjualan BBM yang tidak sesuai dengan harga keekonomian,” ujar Ferdinand.
Jika sudah mengalami kerugian, Pertamina akan sulit menutupi biaya operasional yang pada akhirnya akan menjadi beban bagi pemerintah.
"Jadi saya pikir harus dipertimbangkan untuk menaikan harga BBM, apakah sesuai harga keekonomian atau setidaknya mendekati. Tetapi momennya juga harus tepat," ujarnya.
Menurut Ferdinand, selain Pertalite, semua jenis BBM seperti Solar, Pertamax, dan Pertamax Turbo yang dipasarkan Pertamina pun sebenarnya masih di bawah harga sepatutnya. Padahal di sisi lain, harga minyak dunia terus mengalami kenaikan.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM, Soerjaningsih menyatakan bahwa Pertamina menanggung kerugian Rp3.350 ribu per liter terhadap penjualan Pertalite.
Hal itu, tambahnya, dikarenakan harga keekonomian Pertalite (RON 90) sebenarnya sudah berada di atas Rp11 ribu per liter, sementara Pertamina masih menjual jauh di bawah harga tersebut, yaitu Rp7.650 per liter.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021
"Harga Pertalite harus dinaikkan. Apalagi harga jual BBM Pertamina masih berada di bawah harga BBM milik asing. Jika tidak, akan berdampak buruk karena memukul keuangan Pertamina," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu
Dari setiap liter Pertalite yang dijual, Pertamina menanggung kerugian terus-menerus.
Menurut dia, jika BUMN migas itu merugi, maka berpotensi mengurangi kontribusi Pertamina ke kas negara dan juga masyarakat.
Dia mengungkapkan, pada tahun lalu Pertamina menyumbang hampir Rp200 triliun kepada keuangan negara, selain itu dalam masa pandemi, kontribusi perusahaan juga sangat banyak, termasuk di antaranya, membangun rumah sakit khusus COVID dan penyaluran oksigen medis.
Ferdinand menyatakan, Pertamina harus menanggung beban atas penjualan Pertalite saat ini, sebab biaya produksi sangat tinggi tetapi menjual dengan harga di bawah keekonomian dengan selisih sangat besar, sekitar Rp3 ribu per liter.
Hal itu terjadi karena harga sekarang masih dihitung dengan menggunakan ICP sekitar USD45. Sedangkan di sisi lain, harga minyak dunia terus naik, bahkan tergolong tertinggi, dengan dua kali melampaui harga ICP.
Jika harga BBM terus dipertahankan di bawah harga keekonomian, lanjutnya, maka pada titik tertentu Pertamina dipastikan akan mengalami kerugian.
“Keuangan mereka akan tergerus untuk menutupi kerugian-kerugian yang terjadi akibat penjualan BBM yang tidak sesuai dengan harga keekonomian,” ujar Ferdinand.
Jika sudah mengalami kerugian, Pertamina akan sulit menutupi biaya operasional yang pada akhirnya akan menjadi beban bagi pemerintah.
"Jadi saya pikir harus dipertimbangkan untuk menaikan harga BBM, apakah sesuai harga keekonomian atau setidaknya mendekati. Tetapi momennya juga harus tepat," ujarnya.
Menurut Ferdinand, selain Pertalite, semua jenis BBM seperti Solar, Pertamax, dan Pertamax Turbo yang dipasarkan Pertamina pun sebenarnya masih di bawah harga sepatutnya. Padahal di sisi lain, harga minyak dunia terus mengalami kenaikan.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM, Soerjaningsih menyatakan bahwa Pertamina menanggung kerugian Rp3.350 ribu per liter terhadap penjualan Pertalite.
Hal itu, tambahnya, dikarenakan harga keekonomian Pertalite (RON 90) sebenarnya sudah berada di atas Rp11 ribu per liter, sementara Pertamina masih menjual jauh di bawah harga tersebut, yaitu Rp7.650 per liter.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021