Langkat (Antara) - Seluas 25.000 hektare hutan mangrove (bakau) di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara rusak karena beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit maupun pertambakan.

"Ada sekitar 25.000 hektare hutan mangrove di Langkat rusak," kata anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Langkat Arbai Fauzan di Stabat, Rabu.

Kerusakan hutan mangrove itu, dari luas 35.000 hektare yang berada di kecamatan Secanggang, Pangkalan Susu, Tanjungpura, Gebang, Besitang, Brandan Barat.

"Ini harus menjadi perhatian serius bagi seluruh elemen masyarakat Langkat, agar bisa kembali menyelamatkan hutan mangrove yang cukup luas kerusakannya itu," katanya.    

Bila tidak segera diselamatkan maka dikhawatirkan Kabupaten Langkat, tidak lama lagi akan tenggelam, karena pasang laut tidak lagi bisa ditahan oleh mangrove yang sudah punah.

Arbai Fauzan mencontohkan kerusakan hutan mangrove seperti yang terjadi di Pulau Sembilan, kecamatan Pangkalan Susu yang dilakukan oleh PT MAR, di mana seluas 370 hektare telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.

"Padahal kawasan Pulau Sembilan tersebut telah ditetapkan menjadi kawasan wisata bahari oleh pemerintah Kabupaten Langkat," ujarnya.

Kini, sudah rusak dan beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit, akibatnya biota laut punah dan masyarakat nelayan semakin susah mencari ikan, udang, kepiting, kerang, karena habitat mereka kini dirusak oleh pengusaha.

Sementara pengusaha yang sudah ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik Polres Langkat hingga sekarang ini masih belum tersentuh oleh hukum, kata Arbai.

Demikian juga yang terjadi di kecamatan Brandan Barat, di mana hutan mangrove register 8/L, juga berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Yang sangat memprihatinkan, aparat Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat, Badan Lingkungan Hidup, seakan membiarkan kerusakan itu, tanpa ada upaya nyata untuk segera menyelamatkannya seperti menindak pelaku pengrusakan dan mengamankan alat berat yang masih terus beroperasi.

Secara terpisah Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Penegak Amanat Rakyat Sumatera Utara Surkani menjelaskan bahwa akibat kerusakan hutan mangrove nasib nelayan Langkat sekarang ini semakin menyedihkan.

"Seakan nelayan tradisional terbaikan hidupnya, karena kawasan mereka mencari ikan kini semakin susah," katanya.

Hal ini harus menjadi perhatian serius dari Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat, soal nasib mereka ini.

Isntansi terkait harus benar-benar serius menyelamatkan hutan mangrove maupun memperhatikan nasib nelayan, katanya.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013