Surabaya (Antara Bengkulu) - Surabaya adalah sebuah kota yang memiliki sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan melawan penjajahan Belanda. Maka tidak heran jika Surabaya pascakemerdekaan RI dikenal sebagai Kota Pahlawan.

Sejak awal berdirinya, kota ini memiliki sejarah panjang yang terkait dengan nilai-nilai heroisme. Istilah Surabaya terdiri dari kata sura (berani) dan baya (bahaya), yang kemudian secara harfiah diartikan sebagai berani menghadapi bahaya yang datang.

Nilai kepahlawanan tersebut salah satunya mewujud dalam peristiwa pertempuran antara Raden Wijaya dan Pasukan Mongol pimpinan Kubilai Khan di tahun 1293. Begitu bersejarahnya pertempuran tersebut hingga tanggalnya diabadikan menjadi tanggal berdirinya Kota Surabaya hingga saat ini, yaitu 31 Mei. Jl. Kembang Jepun.

Heroisme masyarakat Surabaya paling tergambar dalam pertempuran 10 November 1945. Arek-arek Suroboyo, sebutan untuk orang Surabaya, dengan berbekal bambu runcing berani melawan pasukan sekutu yang memiliki persenjataan canggih. Puluhan ribu warga meninggal membela tanah air. Peristiwa heroik ini kemudian diabadikan sebagai peringatan Hari Pahlawan.

Sebagai kota Pahlawan, Surabaya memiliki banyak bangunan tua bersejarah yang dipengaruhi arsitektur kolonial Belanda. Sejumlah bangunan itu memiliki nilai sejarah dan keunikan yang diminati wisatawan dalam dan luar negeri.

Di Surabaya ada 169 bangunan cagar budaya. Sebelumnya telah ada 167 bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya. Sebanyak 61 bangunan ditetapkan tahun 1996 dan 102 bangunan ditetapkan tahun 1998, di antaranya adalah Grahadi, Balai Kota Surabaya, Balai Pemuda, Internatio, Jembatan Merah, Kantor Gubernur Jawa Timur, Monumen Kapal Selam, Hotel Majapahit Mandarin Oriental, Pelabuhan Kalimas, Kantor Pelni, Gedung PTPN XXII, Gedung Bank Niaga, Gedung PT Artho Ageng Energi dan Hotel Ibis Surabaya.

Adapun empat lainnya ditetapkan tahun 2009, yakni Lapangan Golf Ahmad Yani, Gedung Gelora Pantjasila, Kolam Renang Brantas, dan Gedung Perkumpulan Olah Raga Embong Sawo.

Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) Kota Surabaya, Wiwiek Widayati mengatakan kondisi Surabaya sebagai kota metropolis akan dimaksimalkan untuk mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pariwisata dan salah satunya adalah dengan meningkatkan pamor bangunan-bangunan kuno yang memiliki sejarah.

Bangunan kolonial yang merupakan cagar budaya ini bila dipelihara dengan baik dapat dijadikan salah satu tujuan wisata di Surabaya. Seperti di daerah Jembatan Merah banyak jalan-jalan kecil yang memiliki bangunan tua.

Dinas Pariwisata kota Surabaya mengupayakan perawatan terhadap 169 bangunan cagar budaya tersebut. Selain itu pantauan terhadap bangunan bersejarah dibantu Tim Cagar Budaya yang dibentuk oleh wali kota. Tim tersebut memiliki tugas memberikan masukan untuk menentukan kelayakan sebuah bangunan dijadikan bangunan cagar budaya.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan ihtiar mengelola "heritage" (warisan budaya) di Kota Pahlawan itu cukup berat tantangannya.

"Mengelola heritage itu cukup berat karena ada kepentingan ekonomi, masyarakat, dan kepentingan melestarikannya," kata Risma saat menjadi pembicara seminar dalam Kongres II Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) di Hotel Mojopahit Surabaya, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, adanya beberapa kepentingan tersebut membuat pengelolaan bangunan cagar budaya di Surabaya menjadi tersendat, karena jika memprioritaskan kepentingan ekonomi, maka itu akan berbenturan dengan kepentingan masyarakat dan keinginan Pemkot untuk melestarikan bangunan cagar budaya.

Risma mengatakan dengan adanya pertemuan JKPI II yang anggotanya terdiri dari kepala daerah di 48 kota/kabupaten di Indonesia ini, diharapkan bisa saling berbagi pengalaman dan informasi seputar pengelolaan "heritage" di daerahnya masing-masing.

"Minimal kita bisa tahu, solusi untuk mengatasi masalah itu," ujarnya.

    
                                              Perawatan
Sebanyak 190 cagar budaya di Kota Surabaya dinyatakan bukan milik Pemerintah Kota Surabaya, melainkan dikuasai pihak swasta atau perorangan.

Anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya Herlina Harsono Njoto, mengatakan, pihaknya prihatin masih banyaknya cagar budaya yang tidak terawat dengan baik karena kurang perhatian.

"Untuk penanganan dan pemeliharaan cagar budaya, pemkot diharapkan lebih meningkatkan inisiatif untuk bisa melobi atau berkomunikasi dengan pihak swasta," katanya.

Menurut dia, untuk memeliharanya, ada dua jenis komunikasi pada swasta yang mungkin dilakukan yakni pada pihak swasta pemilik cagar budaya.

Pemkot Surabaya, lanjut dia, dituntut bisa menggerakkan mereka untuk ikut andil menyemarakkan bangunan tersebut, misalnya dengan mempersilakan turis mancanegara atau domestik berkunjung ke bangunan tersebut.

"Ada bangunan bank atau kantor tergolong cagar budaya. Mereka aktif sejak Senin sampai Jumat. Khusus Sabtu dan Minggu, mereka diminta ikhlas membuka kantor untuk melayani turis atau pelajar yang berkunjung," ujar politisi Partai Demokrat itu.

Selain itu, lanjut dia, Pemkot Surabaya sendiri mempunyai kewenangan dan regulasi agar bisa mendorong pihak-pihak itu untuk aktif.

Para perusahaan besar juga diharapkan menyisihkan sebagian "Corporate Social Responsibility" (CSR)nya untuk menggalakkan program ini. Misalnya, perusahaan cat untuk mempercantik tampilan fisik, perusahaan percetakan untuk membuat brosur atau selebaran promosi atau perusahaan lainnya untuk mendanai "tour guide" di tempat cagar budaya.

"Saya opyimistis pemkot bisa melakukan upaya ini dan banyak pihak swasta yang tertarik. Surabaya kan kota pahlawan. Seharusnya, giat memelihara cagar budaya dan memberikan pelajaran mengenai bangunan bersejarah itu pada pelajar, warga maupun turis yang datang," kata dia.

    
                                          Wisata
Menyadari potensi wisata sejarah di Surabaya ini, House of Sampoerna memberikan tur gratis untuk bernostalgia di sebelah utara kota Surabaya. Tur naik bus keliling kota ini bernama Surabaya Heritage Track.

Bus yang digunakan sudah dimodifikasi menyerupai tram yang dahulu juga pernah beroperasi di kota pahlawan. Dengan bus merah berkapasitas 20 orang, wisatawan akan diajak berkeliling ke "old Surabaya" (Surabaya tempo dulu).

"Old Surabaya adalah bagian utara kota yang menyimpan banyak sekali bangunan bersejarah. Untuk menelusuri kepingan-kepingan masa lalu Kota Pahlawan ini, wisatawan dapat ikut tur yang tersedia setiap hari (kecuali Senin) pukul 09.00 WIB.

Adapun tempat yang dikunjungi dalam Surabaya Heritage Track yakni Tugu Pahlawan yang merupakan monumen untuk mengenang perjuangan pahlawan dari pertempuran Surabaya 10 November 1945. Begitu masuk ke kompleks Tugu Pahlawan, pengunjung akan langsung disambut patung kedua bapak proklamator dan diorama pejuang Negara lainnya. Sedangkan di dalam Tugu Pahlawan juga terdapat Museum 10 November.

Selain itu, rute selanjutnya ke Gedung PT Perkebunan Nusantara XI. Gedung besar yang telah diresmikan sejak tahun 1925 ini selalu memiliki peran dari masa ke masa. Mulai dari kantor Handels Vereeniging Amsterdam (asosiasi perdagangan Belanda), markas tentara Jepang, markas komando militer Jawa Timur, sampai  tempat PT Perkebunan Nusantara XI beroperasi.

Rute selanjutnya adalah Klenteng Hok An Kiong merupakan Klenteng tertua di Surabaya yang telah berdiri sejak tahun 1830. Letaknya yang berada di Jalan Coklat no. 2 menjadikannya lebih dikenal dengan nama Klenteng Jalan Coklat. Lahan tempat klenteng ini berdiri adalah sebidang tanah pertama yang dimiliki oleh bangsa Tionghoa di Surabaya.

Escompto Bank Bangunan yang lebih dikenal dengan sebutan Bank Mandiri Cabang Kembang Jepun in didirikan oleh Marius J. Hulswit pada tahun 1928. Gedung ini menyimpan sebuah buku besar yang mencatat semua pemasukan dan pengeluaran bank yang seluruhnya ditulis tangan dan mesin tik kuno.

Kantor Pos Kebon Rojo sebelumnya adalah bangunan ini adalah rumah kediaman dan kantor Kabupaten Surabaya sampat tahun 1881, kemudian ditempati Hogere Burger School (HBS) sampai tahun 1926. Di HBS inilah tempat Bung Karno dulu bersekolah.

Gereja Kepanjen yang aslinya bernama Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria ini merupakan gereja bergaya Eropa yang sudah berdiri sejak tahun 1815. Setelah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah kota Surabaya, bangunan ini resmi menjadi gereja sekaligus objek wisata sejarah yang menarik. Alkitab dan perlengkapan kepasturan warisan pengurus gereja terdahulu juga masih tersimpan dengan baik.

Ex. De Javasche Bank merupakan Bank Indonesia cabang Surabaya. Setelah mengalami pemugaran, bangunan cantik  ini kemudian dialihfungsikan menjadi ruang pameran, pertemuan, dan tempat kegiatan petinggi praktisi lembaga keuangan di Jawa Timur.

Balai Pemuda merupakan tempat para sosialita era Hindia Belanda berkumpul. Pejabat Eropa, bangsawan Belanda, dan pengusaha menghabiskan waktunya untuk berdansa, minum wine, dan melakukan lobi politik di ballroom ini.

Balai Kota merupakan gedung pemerintahan yang terbuka untuk turis dan memamerkan kisah lampau Surabaya lewat arsitektur kolonial dan galeri lukisan tua.

Kampung Kraton adalah salah satu bukti bahwa Surabaya juga pernah punya keraton. Perkampungan ini dulunya merupakan tempat tinggal para patih dan carik Keraton Surabaya. Bangunan tua yang tersisa memang tidak seterawat dahulu, namun saat ini ketika menelusuri gang-gang kecil penuh graffiti karya seniman lokal.

Gedung Kesenian Cak Durasim merupakan gedung yang digunakan Cak Durasim, seorang seniman ludruk legendaris di era Soerabaia Tempo Doeloe. Beliau menyampaikan  kritik terhadap pemerintah penjajah Jepang lewat skenario ludruknya yang kritis. Kini namanya diabadikan menjadi sebuah gedung kesenian di dalam kompleks Taman Budaya Surabaya.

Sementara itu, diluar kegiatan House of Sampoerna, pengunjung juga bisa mengunjungi gedung bersejarah lainnya seperti Gedung Siola yang terletak di Jalan Tunjungan, Surabaya (ujung utara jalan Tunjungan). Bermula pada tahun 1877 seorang Inggris bernama Robert Laidlaw (1856-1935) yang memiliki usaha perdagangan  textile dan mendirikan Whiteaway Laidlaw.

Namun, setelah pemiliknya Robert Laidlaw meninggal, gedung ini dibeli oleh seorang pengusaha jepang bernama "Toko Chiyoda". Gedung ini sempat pula menjadi gedung perjuangan di Surabaya dengan difungsikan untuk  menahan serangan Sekutu yang datang dari utara. Pertempuran sengit membuat pejuang membumihanguskan gedung ini.

Namun, setelah masa Kemerdekaan, sekitar tahun 1960 berdirilah toko Siola (yang diambil dari singkatan nama kongsi pemiliknya, Soemitro-Ing Wibisono-Ong-Liem-Ang), dan  mulai dibuka menjadi salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya. Bisa dikatakan, Siola menjadi Mall pertama di Surabaya.

Selain itu juga rumah peninggalan HOS Cokroaminoto dan sekaligus tempat kos Presiden RI Soekarno pada saat sekolah di Jl. Peneleh VII No. 29-31.  Dua tokoh ini mempunyai andil besar terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia.  (Antara)

Pewarta: Oleh Abdul Hakim

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013