Pagi itu sekitar pukul 07.20 WIB, Wiwit Handoko sudah tiba di bengkel kendaraan bermotor di Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Cililitan, Jakarta, Timur.

Ia berangkat dari rumahnya di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, menembus kepadatan lalu lintas Ibu Kota untuk mengecek "kesehatan" motornya.

Meski bengkel milik Pemprov DKI itu mulai buka pukul 08.00 WIB, namun pagi-pagi nyatanya ia sudah antre bersama puluhan pengendara lainnya untuk mendapatkan layanan gratis uji emisi kendaraan bermotor.

Saat itu, sudah ada sekitar 50 antrean dari pengendara roda dua di bengkel yang buka setiap Selasa dan Kamis untuk uji emisi kendaraan bermotor.

"Saya ikut peraturan saja biar nanti tidak kena tilang. Kita lega juga kalau kendaraan emisinya masih aman," kata Wiwit Handoko.

Untuk menguji emisi kendaraan, warga hanya menyiapkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

Layanan pun tak hanya diberikan bagi kendaraan dengan tanda registrasi di DKI Jakarta tapi juga pelat nomor kendaraan dari luar Jakarta.

Di bengkel Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta itu dibagi tiga area pengujian emisi yakni dua alat untuk uji emisi kendaraan roda dua dan masing-masing satu alat uji emisi mobil berbahan bakar bensin dan solar.

Untuk pengujian sepeda motor, menyesuaikan situasi dan kondisi misalnya setiap interval diuji enam sepeda motor, kemudian untuk kendaraan roda empat yakni dua hingga tiga mobil dengan masing-masing pemeriksaan emisi sekitar lima menit untuk satu kendaraan.



Setelah uji selesai, maka pengendara akan mendapatkan kartu tanda uji emisi yang di dalamnya berisi data kendaraan bermotor hingga keterangan hasil uji emisi dan ambang batas.

Adapun karbon monoksida (CO) ambang batas untuk kendaraan bermotor adalah 5,5 persen dan hidrokarbon (HC) 2.400 parts per million (ppm).

Apabila kendaraan tidak lolos uji emisi, petugas mengarahkan pengendara untuk melakukan perawatan kendaraan dan ganti oli.

Wiwit pun bersyukur motornya masih dalam kondisi prima dan lolos uji emisi.
Petugas menguji emisi kendaraan bermotor di bengkel Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Cililitan, Jakarta Timur, Selasa (2/11/2021). ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna



Sumber polusi
Jumlah kendaraan bermotor yang terus tumbuh di Jakarta menjadi salah satu penyebab meningkatnya kemacetan dan pencemaran udara di Ibu Kota.

Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat jumlah kendaraan bermotor di Ibu Kota dari tahun ke tahun terus naik.

Lembaga pemerintah ini menyebutkan hingga 2020, jumlah kendaraan bermotor mencapai 20,2 juta unit, hampir 80 persennya adalah sepeda motor atau mencapai 16,1 juta unit.

Sisanya adalah mobil penumpang mencapai 3,36 juta unit dan truk 680 ribu unit.

Bisa dibayangkan dampak yang ditimbulkan dari aktivitas manusia itu terhadap kualitas udara jika kendaraan bermotor belum melakukan uji emisi atau tidak lolos uji emisi.



Peningkatan jumlah dan jenis kendaraan bermotor menyebabkan meningkatnya jumlah emisi yang dikeluarkan berupa karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), gas nitrik (NO) dan debu.

Berdasarkan penghitungan inventarisasi emisi polusi udara yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Vital Strategies, sumber polusi terbesar di Ibu Kota adalah dari sektor transportasi dengan polutan berupa particulate matter (PM) 2,5, nitrogen oksida (NOx) dan CO.

Kajian yang dilakukan pada 2020 itu bertujuan untuk mengukur kontributor emisi terbesar di Jakarta sebagai landasan pembuatan kebijakan berkaitan dengan polusi udara di Ibu Kota.

Temuan utama dari kajian tersebut adalah sektor transportasi yang merupakan sumber utama polusi udara, terutama untuk polutan NOx sebesar 72,40 persen, CO (96,36 persen), PM10 (57,99 persen) dan PM2.5 (67,03 persen).

Sementara itu sektor industri pengolahan menjadi sumber polusi terbesar untuk polutan sulfur dioksida (SO2) sebesar 61,96 persen dan merupakan kontributor terbesar kedua untuk NOx (11,49 persen), PM10 (33,9 persen), dan PM2,5 (26,8 persen).

Dinas Lingkungan Hidup DKI juga mencatat temuan tersebut konsisten dengan beberapa kajian yang diadakan sebelumnya oleh Prof. Dr Puji Lestari dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2019.

Saat itu terungkap sektor transportasi menjadi kontributor terbesar untuk polutan CO sebesar 93 persen, NOx (57 persen) dan PM2,5 (46 persen).

 

Sanksi diundur
Ketentuan soal emisi gas buang diatur dalam pasal 48 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Emisi gas buang kendaraan bermotor menjadi salah satu indikator pengukuran persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor.



Kemudian di daerah, aturan tersebut diturunkan menjadi peraturan gubernur.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 66 tahun 2020 yang mewajibkan kendaraan bermotor berusia di atas tiga tahun untuk melakukan uji emisi gas buang.

Pergub tersebut ditetapkan 22 Juli 2020 dan berlaku mulai enam bulan setelahnya atau pada awal 2021.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian menetapkan sanksi dengan bukti pelanggaran (tilang) kepada pengendara kendaraan bermotor yang belum atau tidak lolos uji emisi pada 13 November 2021.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan, penerapan sanksi tilang mengacu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 285 dan Pasal 286 undang-undang tersebut, sanksi denda untuk sepeda motor maksimal Rp250.000, sedangkan mobil didenda maksimal Rp500.000.
 

Kebijakan tilang ini juga sejalan dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan tuntutan warga yang tergabung dalam Koalisi Ibu Kota soal polusi udara Jakarta.

Dalam amar putusannya memerintahkan Pemprov DKI menjatuhkan sanksi bagi sumber bergerak, yaitu kendaraan bermotor yang mencemari udara atau tidak lulus uji emisi.

Namun, penerapan sanksi denda itu juga harus pelan-pelan dilakukan mencermati realisasi kendaraan bermotor yang sudah dicek kesehatannya hingga jumlah bengkel uji emisi yang ada di Jakarta.



Awalnya, sanksi denda akan diterapkan mulai 13 November 2021, namun sanksi itu harus diundur karena kendaraan bermotor di DKI Jakarta yang sudah diuji emisinya ternyata terbilang masih rendah.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Ahmad Riza Patria mengungkapkan hingga Sabtu, 6 November 2021, jumlah kendaraan bermotor di Ibu Kota yang sudah uji emisi baru 10 hingga 15 persen.

Mencermati realisasi itu, Polda Metro Jaya mengundur penerapan sanksi tilang bagi kendaraan yang tidak lolos uji emisi di Jakarta mulai 13 November 2021.

Menurut Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi Argo Wiyono, polisi tidak bisa langsung menerapkan sanksi tilang karena jumlah kendaraan yang sudah lolos uji emisi masih sangat sedikit.

Sedangkan sanksi baru bisa diterapkan kepolisian jika capaian kendaraan yang sudah uji emisi minimal 50 persen.

Dengan demikian, saat ini sosialisasi uji emisi terus digenjot sebelum sanksi denda itu benar-benar diterapkan.

Sedangkan jumlah kendaraan bermotor yang banyak itu belum sebanding dengan jumlah bengkel uji emisi yang saat ini masih harus terus ditambah di Jakarta.

Dalam Pergub 66 tahun 2020 itu, Anies Baswedan mengatur uji emisi kendaraan dilakukan di bengkel uji emisi, kios uji emisi dan kendaraan layanan uji emisi.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan pihaknya berkolaborasi dengan beberapa asosiasi bengkel dan agen pemegang merek (APM) dalam penyediaan tempat uji emisi.



Hingga saat ini terdapat 250 penyelenggara uji emisi kendaraan roda empat dan 15 penyelenggara uji emisi kendaraan roda dua di Jakarta.

Untuk mengetahui lokasi bengkel uji emisi kendaraan roda empat atau mobil, masyarakat dapat mengunduh aplikasi e-uji emisi.

Melalui aplikasi itu juga bengkel yang ingin registrasi sebagai lokasi uji emisi kendaraan bermotor juga dapat dilakukan.

Sedangkan lokasi uji emisi sepeda motor/roda dua dapat diperbaharui melalui media sosial @dinaslhdki.

Uji emisi kendaraan bermotor yang gratis baru dilakukan di kantor pemerintah salah satunya di bengkel Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.

Selebihnya, untuk bengkel swasta tarifnya berkisar Rp150 ribu untuk mobil dan Rp50 ribu untuk motor dengan masa berlaku hasil uji emisi selama satu tahun.

Dengan diterapkannya uji emisi ini, diharapkan kendaraan yang beroperasi di DKI Jakarta dapat memenuhi ambang batas baku mutu emisi gas buang.

Hasilnya, keluaran gas buang diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas udara di Ibu Kota.

Selain udara Jakarta, pastinya juga berimplikasi terhadap kesehatan warga Ibu Kota.

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021