Jambi (ANTARA Bengkulu) - Budayawan dan seniman Jambi menyambut baik momentum akan dikukuhkannya kembali Raden Abdurachman Thaha Syaifudin, turunan keempat dari Sultan Thaha Syaifudin, sebagai Sultan Kerajaan Melayu Jambi pada 18 Maret 2012.

"Kita menyambut baik dikukuhkannya kembali Sultan di Jambi karena ini pertanda positif kembali tegaknya kesultanan Melayu Jambi yang semenjak Sultan Thaha Syaifudin semasa penjajahan Belanda terputus. Masyarakat Jambi tentunya bahagia mendegar kabar ini," kata budayawan dan seniman Jambi Drs Jafar Rasuh, di Jambi, Sabtu.

Menurut dia, dengan kembali tegaknya kesultanan Melayu Jambi maka ke depannya akan dipastikan akan bedampak positif dan dinamis bagi perkembangan penegakan dan pelestarian nilai-nilai budaya adat melayu Jambi dalam membentuk karakter masyarakat dan bangsa.

"Seperti di daerah lain, posisi sultan dan atau raja memiliki peran penting, vital dan strategis dalam menjaga dan terus menjaga kelestarian nilai-nilai budaya dan adat masyarakat, sehingga citra sebuah negeri tersebut semakin harum di tengah perihkehidupan berbangsa," kata Jafar.

Kalau pada zaman dulu, tambah dia, kedudukan seorang sultan atau raja adalah monarki dan berlaku sebagai pucuk tertinggi bagi semua kekuasaan baik urusan kenegaraan, pemerintahan, adat isitiadat, politik, ekonomi dan lain sebagainya.

Maka pada zaman sekarang ketika bangsa Indonesia yang berkembang sebagai negara demokrasi dan sistem pemerintah presindensil maka keberadaan sultan dan kesultanan atau raja dan kerajaan tentu saja tidak bisa sama seperti pada zaman dulu itu.

"Saat ini sultan atau raja, adalah simbul keutuhan nilai-nilai luhur budaya masyarakat dan sejarah negeri, sultan atau raja menjadi simbol utama bagi upaya-upaya penegakan dan pelestarian nilai-nilai tersebut. Arti kata, sultan tentu saja di zaman sekarang tidak memang kendali kepemerintahan apalagi politik," katanya.

Hal senada diungkapkan seniman Jambi lainnya seperti kurator seni rupa Jambi Fauzi Z yang menilai dengan keberadaan sultan maka nantinya diharapkan kehidupan perkesenianan akan dapat semakin terkendali oleh nilai-nilai budaya oleh kesultanan.

Namun ke depannya dia berharap, pengukuhan yang akan digelar pada 18 Maret tersebut segeral pula disusul dengan penguatan keberadaan sultan dan ksultanan secara hukum dan pemerintahan daerah.

''Agar tidak menjadi suatu kelatahan sehingga hanya menjadi simbol, dan juga guna menghindari terjadinya tumpang tindih wewenang, tugas dan tanggung jawab antara kesultanan dan kelembagaan pemerintahan lainnya maka kita pikir perlu juga dibuatkan peaturan daerahnya yang mengatur hal ini,'' kata Fauzi.

Dia menilai, meskipun kesultanan pada zaman sekarang bukan lagi pemegang tampuk kekuasaan monarki, namun keberadaan kesultanan tetap dibutuhkan terutama dalam membentuk jati diri kehidupan bermasyarakat sesuai nilai-nilai ada dna budaya masyarakat setempat, di mana hal tersebut tidak tersentuh oleh kelembagaan fotmal pemerintah ataupun lembaga lainnya.

''Intinya, keberadaan Sultan sangat dibutuhkan pada kepengurusan warisan budaya luhur negeri, di tangan Sultan berada kearifan petuah-petuah kebajikan nilai-nilai budaya masayrakat setempat, sementara di tangan pemerintah terdapat kebijakan-kebijakan positif yang kita harapkan dapat selalu bersinergi dengan kajikan-kebajikan kesultanan,'' tegasnya. (T.KR-BS/ANT)

Pewarta:

Editor : Indra Gultom


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012