Pelabuhanratu, (Antara) - Prospek perikanan budi daya Indonesia sangat besar baik untuk pasar lokal maupun ekspor, mengingat kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein dari ikan mulai tinggi, kata Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan Mochamad Abduh Nurhidayat.

        "Masyarakat saat ini sudah makin menyadari pentingnya mengkonsumsi ikan yang relatif bebas dari penyakit, dan untuk memenuhi protein," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan Mochamad Abduh Nurhidayat kepada pers di Pelabuhanratu, Jawa Barat, Sabtu.

        Hal itu disampaikan saat menghadiri acara "Press Tour II 2013" dengan tema "Pencapaian Peningkatan Produksi Perikanan Budi Daya Melalui Penerapan Teknologi yang Adaptif dan Inovatif".

        Menurut Abduh, Indonesia saat ini sudah mampu melakukan perikanan budi daya dengan maju berteknologi tinggi di air laut, air tawar, maupun payau.

        Keberhasilan Indonesia, katanya, antara lain dengan produksi perikanan budi daya selama 2012 mencapai 9,2 juta ton dan berada di urutan terbesar dunia setelah China yang mencapai 50 juta ton.

        "Memang kalau dibanding China yang ada diurutan satu dunia sangat jauh dan sulit untuk mengejar. Tapi Indonesia tetap terbesar dua di dunia untuk perikanan budi daya," ucapnya.

        Pada tahun 2013 Indonesia mentargetkan bisa memproduksi perikanan budi daya sebesar 13,2 juta ton.

        Indonesia saat ini terus mengembangkan perikanan budi daya dan sudah hampir ada di seluruh daerah. Terbaru budi daya laut dilakukan di Batam dengan mengembangkan ikan kerapu, kakap, serta bawal bintang.

        Dari studi yang dilakukan FAO kebutuhan ikan di masa mendatang akan terus meningkat sejalan dengan makin terus bertumbuhnya jumlah penduduk di dunia.

        Indonesia sendiri, kata Abduh, produksi perikanan sudah banyak diincar negara lain dan bahkan tak sedikit investor asing yang berinvestasi di Indonesia untuk pengolahan perikanan.

        Dia mencontohkan, perikanan budi daya udang Indonesia dinilai berhasil dan diakui dunia, menyusul dengan terbebas penyakit misterius (EMS), sementara udang negara lain banyak kena penyakit.

        Udang dari China, Vietnam, Thailand, Filipina misalnya saat ini belum bisa terbebas dari EMS, sehingga gagal produksi dan tidak bisa memenuhi pasar dunia.

        Sebaliknya udang Indonesia sangat dicari dan dibutuhkan di pasar dunia, sehingga kewalahan memenuhi pasar ekspor.

        Akibat permintaan dunia yang melonjak, harga udang Indonesia mahal dari Rp50-60 ribu per kilogram jadi Rp100 ribu per kilogram, dengan biaya produksi hanya Rp40 ribu per kilogram.

        "Saat ini petani udang sangat diuntungkan dengan tingginya harga di pasar ekspor," ujarnya.

        Udang Indonesia, tambahnya, juga sudah bebas dari residu dan tuduhan subsidi yang selama ini sering dilontarkan negara barat.

        Kementerian Kelautan dan Perikanan optimistis perikanan budi daya nasional dimasa datang harus mampu memberikan kontribusi ketersediaan pangan dan memenuhi protein.

    *

Pewarta: Oleh Ahmad Wijaya

Editor : Triono Subagyo


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013