Bengkulu,  (Antara) - Tokoh adat Pulau Enggano, Bengkulu Rafli Zen Kaitora mengingkatkan pemerintah dan semua pihak akan pentingnya pelestarian pulau tersebut.

"Kami kembali mengingatkan pemerintah, mulai dari perangkat desa tentang pentingnya pelestarian Pulau Enggano," katanya di Bengkulu.

Ia mengatakan hal itu terkait pemberian izin garap kepada warga pendatang baru ke pulau berpenghuni sekitar 2.800 jiwa itu.

Kelestarian Pulau Enggano kata dia, bergantung pada kondisi terumbu karang dan keberadaan hutan yang masih tersisa.

"Sementara pemberian izin garap lahan baru kepada pendatang otomatis akan mengurangi hutan yang ada, padahal ketersediaan air bersih di pulau ini sangat terbatas," katanya menambahkan.

Rafli yang juga mantan koordinator kepala suku Pulau Enggano mendesak perangkat desa lebih selektif memberikan izin garap kepada pendatang baru di pulau berjarak 106 mil laut dari Kota Bengkulu itu.

Selain seleksi ketat, perangkat desa juga diingatkan agar memelihara koordinasi dan komunikasi dengan pengurus lembaga adat dimana di Pulau Enggano, hukum adat masih berlaku.

"Pembukaan lahan baru juga memiliki ritual tersendiri bagi masyarakat adat di Pulau Enggano, semuanya demi menjaga kelestarian pulau ini," tambahnya.

Di Pulau Enggano seluas 40 kilometer persegi, terdapat enam desa defenitif yakni Kahyapu, Kaana, Malakoni, Apoho, Meok dan Banjarsari.

Terdapat lima suku asli penghuni pulau yakni Kauno, Kaahua, Kaitora, Kaharuba dan Kaharubi, sedangkan bagi warga dari luar pulau diberi nama suku Kamay.

Kepala Desa Malakoni Tedy Sunardi Kaharubi mengatakan penduduk baru yang datang ke Enggano wajib membawa surat pindah dari perangkat desa atau kelurahan asal penduduk tersebut.

"Harus ada surat keterangan pindah dari perangkat desa asal, dan membuat pernyataan siap berdomisili di Desa Malakoni," katanya.

Jika kedua syarat tersebut terpenuhi, maka perangkat desa akan memberikan izin garap kepada warga baru tersebut.

Lokasi garapan yang diberikan kata dia, yakni lahan pencadangan untuk program transmigrasi di Desa Malakoni seluas 1.200 hektare.

"Kami hanya memberikan izin garap, status lahan tetap milik desa, nanti setelah pemerintah merealisasikan transmigrasi, mereka ini diikutkan sebagai peserta," katanya.

Tedy mengakui banyak pendatang yang berminat tinggal di Pulau Enggano, namun tidak sedikit yang hanya tertarik untuk menguasai lahan.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, perangkat desa menerapkan syarat bahwa izin garap yang diberikan akan dicabut jika dalam enam bulan tidak diusahakan oleh penggarap.

***3***

Pewarta: Oleh Helti Marini Sipayung

Editor : Triono Subagyo


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014