Bengkulu (Antara) - Masyarakat adat Enggano yang mendiami Pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, mengesahkan empat peraturan atau hukum adat di wilayah itu, Rabu.

"Hasil musyawarah adat yang diikuti lima kepala suku, tokoh adat dan tokoh pemuda mengesahkan empat hukum adat yang akan berlaku di Pulau Enggano," kata Kepala Suku Kaitora Rafli Zen Kaitora di Bengkulu.

Ia mengatakan empat hukum adat yang disahkan tersebut yakni mengatur tentang perkawinan, perlindungan terumbu karang, pembukaan hutan dan hukum adat tentang kesenian.

Pengesahan hukum adat tersebut digelar dalam musyawarah adat yang dipimpin koordinator kepala suku yang disebut "Paabuki".

Ada lima suku asli yang mendiami Pulau Enggano yakni Kaitora, Kauno, Kaharubi, Kaahua, dan Kaharuba

Sedangkan untuk warga pendatang diberi nama suku Kamay," katanya.

Dalam musyarawah adat itu, kepala suku Kamay, tokoh pemuda dan Ketua Yayasan Karya Enggano juga dilibatkan.

Rafli Kaitora yang juga Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan pengesahan empat peraturan adat itu untuk menjawab kebutuhan masyarakat, demi pelestarian Pulau Enggano.

"Seperti aturan perlindungan terumbu karang untuk bahan bangunan itu dilarang, kecuali terumbu karang yang sudah mati," katanya.

Ia juga menjelaskan tentang pembukaan hutan untuk kebun, aturannya lebih ketat.

Pembukaan hutan untuk kebun dapat dilakukan jika ada persetujuan kepala suku dan kepala desa.

"Lahan itu tidak bisa dipindahtangankan apalagi diperjualbelikan, jika warga tersebut keluar dari Pulau Enggano, maka lahan kembali ke masyarakat adat," katanya.

Setelah menngesahkan empat aturan hukum tersebut, para kepala suku dan tokoh adat serta tokoh pemuda juga akan membahas dan menyepakati sanksi adat.

Jika sanksi adat sudah disepakati maka aturan tersebut mengikat seluruh masyarakat yang tinggal di pulau berpenghuni lebih 2.800 jiwa itu.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014