Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan penguatan budaya dan komunitas maritim menjadi modal penting bangsa Indonesia dalam mendukung keberlanjutan sumber daya laut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Usaha penguatan budaya dan komunitas maritim bukan hanya untuk peningkatan kesejahteraan mereka dan keberlanjutan sumber daya laut, tetapi juga untuk kesejahteraan bangsa ini secara keseluruhan," kata Kepala Organisasi Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) BRIN Ahmad Najib Burhani dalam keterangan yang diakses ANTARA di laman resmi BRIN di Jakarta, Senin.
Najib menuturkan selama ini komunitas maritim cenderung dilihat secara rendah (looked down). Mereka dianggap sebagai orang miskin dan rendah pendidikan.
Menurut dia, itu adalah pandangan yang keliru. Potensi yang dimiliki komunitas maritim sangat besar dan seharusnya bisa menjadi kekuatan bangsa, yang dapat dikaitkan dengan pilar-pilar poros maritim yang disampaikan Presiden Joko Widodo.
Beberapa pilar poros maritim seperti revitalisasi budaya maritim, pengelolaan sumber daya laut dan ketahanan pangan, infrastruktur dan konektivitas, diplomasi maritim, serta pertahanan dan keamanan, sesungguhnya merupakan potensi komunitas maritim, yang harus dilihat secara serius.
Najib mengatakan komunitas maritim yang terdiri dari masyarakat pesisir dan nelayan merupakan pengemban budaya bahari atau maritim, dan selama ini mengelola pesisir berdasarkan kearifan lokal.
"Jika berbicara tentang revitalisasi budaya maritim dan pengelolaan serta pengadaan ikan, mereka kuncinya. Selama ini mereka telah memenuhi fungsi ini dengan kondisinya yang beragam," tutur Najib.
Pelayaran tradisional yang dilakukan para nelayan dan masyarakat pesisir telah menghubungkan banyak pulau sampai pelosok Tanah Air. Dinamika pelayaran laut yang dilakukan nelayan juga telah membentuk kelompok etnik di Tanah Air. Mereka terhubung, berinteraksi, bertukar kebudayaan, bahkan beranak pinak.
Ia menuturkan komunitas maritim adalah penyumbang pluralisme bangsa Indonesia. Mereka juga berhubungan dengan kelompok-kelompok sosial di komunitas regional bahkan global.
Penangkap tripang Indonesia di perairan Australia, misalnya, telah memupuk relasinya dengan orang Aborigin di Australia bagian utara. Itu menjadi bahan untuk dasar diplomasi budaya.
Komunitas maritim juga dapat berkontribusi pada bidang pertahanan dan keamanan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam aktivitas pelayaran dan penangkapan ikan, nelayan dapat ikut berperan memantau wilayah perairan Indonesia. Potensi tersebut tentunya harus dioptimalkan.
Ia mengatakan jika Indonesia mempunyai sekitar 650.000 armada kapal yang kebanyakan milik nelayan kecil, dan diasumsikan masing-masing kapal bisa memonitor 4 kilometer (km) persegi laut saat mereka beroperasi, maka mereka bisa dijadikan sumber untuk mengawasi lautan bagi kepentingan pertahanan dan keamanan.
Oleh karena peran dan potensi komunitas maritim yang besar tersebut, maka komunitas tersebut harus diberdayakan dan dikuatkan, serta dilindungi dari berbagai ancaman.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022
"Usaha penguatan budaya dan komunitas maritim bukan hanya untuk peningkatan kesejahteraan mereka dan keberlanjutan sumber daya laut, tetapi juga untuk kesejahteraan bangsa ini secara keseluruhan," kata Kepala Organisasi Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) BRIN Ahmad Najib Burhani dalam keterangan yang diakses ANTARA di laman resmi BRIN di Jakarta, Senin.
Najib menuturkan selama ini komunitas maritim cenderung dilihat secara rendah (looked down). Mereka dianggap sebagai orang miskin dan rendah pendidikan.
Menurut dia, itu adalah pandangan yang keliru. Potensi yang dimiliki komunitas maritim sangat besar dan seharusnya bisa menjadi kekuatan bangsa, yang dapat dikaitkan dengan pilar-pilar poros maritim yang disampaikan Presiden Joko Widodo.
Beberapa pilar poros maritim seperti revitalisasi budaya maritim, pengelolaan sumber daya laut dan ketahanan pangan, infrastruktur dan konektivitas, diplomasi maritim, serta pertahanan dan keamanan, sesungguhnya merupakan potensi komunitas maritim, yang harus dilihat secara serius.
Najib mengatakan komunitas maritim yang terdiri dari masyarakat pesisir dan nelayan merupakan pengemban budaya bahari atau maritim, dan selama ini mengelola pesisir berdasarkan kearifan lokal.
"Jika berbicara tentang revitalisasi budaya maritim dan pengelolaan serta pengadaan ikan, mereka kuncinya. Selama ini mereka telah memenuhi fungsi ini dengan kondisinya yang beragam," tutur Najib.
Pelayaran tradisional yang dilakukan para nelayan dan masyarakat pesisir telah menghubungkan banyak pulau sampai pelosok Tanah Air. Dinamika pelayaran laut yang dilakukan nelayan juga telah membentuk kelompok etnik di Tanah Air. Mereka terhubung, berinteraksi, bertukar kebudayaan, bahkan beranak pinak.
Ia menuturkan komunitas maritim adalah penyumbang pluralisme bangsa Indonesia. Mereka juga berhubungan dengan kelompok-kelompok sosial di komunitas regional bahkan global.
Penangkap tripang Indonesia di perairan Australia, misalnya, telah memupuk relasinya dengan orang Aborigin di Australia bagian utara. Itu menjadi bahan untuk dasar diplomasi budaya.
Komunitas maritim juga dapat berkontribusi pada bidang pertahanan dan keamanan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam aktivitas pelayaran dan penangkapan ikan, nelayan dapat ikut berperan memantau wilayah perairan Indonesia. Potensi tersebut tentunya harus dioptimalkan.
Ia mengatakan jika Indonesia mempunyai sekitar 650.000 armada kapal yang kebanyakan milik nelayan kecil, dan diasumsikan masing-masing kapal bisa memonitor 4 kilometer (km) persegi laut saat mereka beroperasi, maka mereka bisa dijadikan sumber untuk mengawasi lautan bagi kepentingan pertahanan dan keamanan.
Oleh karena peran dan potensi komunitas maritim yang besar tersebut, maka komunitas tersebut harus diberdayakan dan dikuatkan, serta dilindungi dari berbagai ancaman.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022