Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Akibat perubahan iklim dibumi saat ini, tanpa disadari udara yang dihirup manusia pun sudah mulai diperdagangkan, hal itu ditunjukkan dengan adanya perjanjian kesepahaman antara Norwegia dan Indonesia.
Kepala Pusat Perubahan Iklim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika pusat Edvin Aldrian di Bengkulu, Jumat mengatakan, dampak dari perubahan iklim ini tidak semakin parah perlu dicari solusinya.
Solusi tersebut antara lain dilakukan bersama namun salah satu permasalahnnya Sumberdaya manusia yang melakukan penelitian mengenai perubahan iklim ini juga masih minim.
Adapun perubahan iklim tersebut juga sangat berdampak di Indonesia seperti terjadinya peningkatan suhu, pergeseran awal musim dan perubahan peluang hujan ekstrem. Untuk Bengkulu, perubahan ekstrem tersebut mengakibatkan penurunan drastis jumlah hujan tahunan.
"Yang ditakutkan dalam pemanasan global ini bukan kerusakan bumi tetapi komponen-komponen faktor pendukung daya hidup manusia yang salah satunya ditunjukkan dengan banyaknya serangan tomcat pada manusia akibat kerusakan habitatnya," katanya.
Pemanasan global tersebut juga diperparah dengan banyaknya tanaman kelapa sawit yang rakus akan air sehingga semakin memicu terjadinya degradasi. Sementara minyak sawit mentah (CPO) dari Indonesia terancam tidak diterima di Amerika karena tidak memenuhi standar emisi yang ditetapkan yakni maksimal 17 persen.(mhe)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
Kepala Pusat Perubahan Iklim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika pusat Edvin Aldrian di Bengkulu, Jumat mengatakan, dampak dari perubahan iklim ini tidak semakin parah perlu dicari solusinya.
Solusi tersebut antara lain dilakukan bersama namun salah satu permasalahnnya Sumberdaya manusia yang melakukan penelitian mengenai perubahan iklim ini juga masih minim.
Adapun perubahan iklim tersebut juga sangat berdampak di Indonesia seperti terjadinya peningkatan suhu, pergeseran awal musim dan perubahan peluang hujan ekstrem. Untuk Bengkulu, perubahan ekstrem tersebut mengakibatkan penurunan drastis jumlah hujan tahunan.
"Yang ditakutkan dalam pemanasan global ini bukan kerusakan bumi tetapi komponen-komponen faktor pendukung daya hidup manusia yang salah satunya ditunjukkan dengan banyaknya serangan tomcat pada manusia akibat kerusakan habitatnya," katanya.
Pemanasan global tersebut juga diperparah dengan banyaknya tanaman kelapa sawit yang rakus akan air sehingga semakin memicu terjadinya degradasi. Sementara minyak sawit mentah (CPO) dari Indonesia terancam tidak diterima di Amerika karena tidak memenuhi standar emisi yang ditetapkan yakni maksimal 17 persen.(mhe)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012