Jakarta, (Antara) - Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengatakan merosotnya perolehan suara Partai Demokrat dalam pemilu legislatif 2014 akibat monopoli media yang dimiliki oleh segelintir orang.
"Kami Partai Demokrat adalah korban monopoli yang dilakukan penguasa media massa. Kami sadar akan hal ini, dan kami tidak cepat menindak para penguasa yang melanggar UU Penyiaran," kata Ruhut Sitompul di Jakarta, Selasa.
Ruhut sepakat, dalam sisa waktu kekuasaannya, Presiden SBY diharap bisa menegakkan UU Penyiaran dengan menindak tegas pemilik media yang melakukan monopoli dan pengalihan frekuensi.
"Saya sepakat monopoli harus diakhiri karena ini sangat merugikan partai kami dan partai yang tidak memiliki media," katanya.
Sementara peneliti LIPI Siti Zuhro mengatakan salah satu pemicu merosotnya perolehan suara Partai Demokrat pada pemilu legislatif 2014 karena pembentukan informasi yang dimonopoli oleh segelintir penguasa media.
"Presiden SBY tak lagi bisa mencalonkan diri di Pilpres 2014, mengakibatkan perhatian publik, lembaga survei, dan media lebih tertuju ke tokoh-tokoh lain," kata Siti Zuhro.
Menurut Siti Zuhro, salah satu penyebab merosotnya perolehan suara Partai Demokrat karena media telah mengalihkan perhatiannya ke sosok lain yang dinilai lebih menjanjikan.
Selain itu, tambahnya, karena adanya kasus korupsi yang mendera elite-elite utama partai.
Kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II pimpinan SBY juga kurang fenomenal karena isu kepemimpinan dan juga program-program yang acapkali tersandera oleh kedigdayaan DPR.
Terkait beralihnya perhatian media, Siti Zuhro mengatakan hal itu juga akibat pembentukan informasi yang dimonopoli oleh segelintir penguasa media dan pemerintah membiarkan begitu saja, padahal jelas-jelas melanggar UU Penyiaran.
Menurut Siti Zuhro, pemberitaan masif oleh lawan politik tentang korupsi yang dilakukan para kader Partai Demokrat akibat ketidaktegasan SBY menindak para penguasa media yang melakukan monopoli dan pemindahan frekuensi televisi seenaknya.
"Untuk menghentikan monopoli media, saatnya Presiden SBY melakukan penegakan hukum secara maksimal, menghukum para pemilik media yang melakukan praktik monopoli," katanya.
Menurut Siti Zuhro, jika saja Presiden SBY menegakkan UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, maka tidak akan ada monopoli media yang berdampak pada anjloknya elektabilitas PD.
Sebelumnya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) segera melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan uji materi Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Penyiaran.
MK dalam keputusannya memerintahkan pemerintah (Kemkominfo) dan KPI segera menertibkan praktik-praktik monopoli dan pemindahtanganan frekuensi Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang dilakukan oleh perseorangan atau satu badan hukum.
Keputusan MK ini menjawab gugatan Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) atas kasus praktek monopoli dan pemindahatangan frekwensi, seperti pada kasus akuisisi PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) atas PT Indosiar Visual Mandiri pemilik brand Indosiar. Padahal EMTK telah memiliki brand SCTV dan O Channel di satu provinsi yaikni DKI Jakarta.
Padahal UU Penyiaran dengan tegas melarang kepemilikan lebih dari satu frekwensi di satu provinsi. UU Penyiaran hanya membolehkan kepemilikan dua frekuensi tetapi di dua provinsi yang berbeda.
Selain itu, MK juga memerintahkan pemerintah untuk segera menelusuri besaran kepemilikan saham lembaga penyiaran swasta, yang telah melakukan praktik monopoli dan pemindahtanganan frekuensi.
Praktik-praktik seperti ini, menurut MK, bukan masalah konstitusi, melainkan karena gagalnya pemerintah menjalankan UU Penyiaran.***1***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014
"Kami Partai Demokrat adalah korban monopoli yang dilakukan penguasa media massa. Kami sadar akan hal ini, dan kami tidak cepat menindak para penguasa yang melanggar UU Penyiaran," kata Ruhut Sitompul di Jakarta, Selasa.
Ruhut sepakat, dalam sisa waktu kekuasaannya, Presiden SBY diharap bisa menegakkan UU Penyiaran dengan menindak tegas pemilik media yang melakukan monopoli dan pengalihan frekuensi.
"Saya sepakat monopoli harus diakhiri karena ini sangat merugikan partai kami dan partai yang tidak memiliki media," katanya.
Sementara peneliti LIPI Siti Zuhro mengatakan salah satu pemicu merosotnya perolehan suara Partai Demokrat pada pemilu legislatif 2014 karena pembentukan informasi yang dimonopoli oleh segelintir penguasa media.
"Presiden SBY tak lagi bisa mencalonkan diri di Pilpres 2014, mengakibatkan perhatian publik, lembaga survei, dan media lebih tertuju ke tokoh-tokoh lain," kata Siti Zuhro.
Menurut Siti Zuhro, salah satu penyebab merosotnya perolehan suara Partai Demokrat karena media telah mengalihkan perhatiannya ke sosok lain yang dinilai lebih menjanjikan.
Selain itu, tambahnya, karena adanya kasus korupsi yang mendera elite-elite utama partai.
Kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II pimpinan SBY juga kurang fenomenal karena isu kepemimpinan dan juga program-program yang acapkali tersandera oleh kedigdayaan DPR.
Terkait beralihnya perhatian media, Siti Zuhro mengatakan hal itu juga akibat pembentukan informasi yang dimonopoli oleh segelintir penguasa media dan pemerintah membiarkan begitu saja, padahal jelas-jelas melanggar UU Penyiaran.
Menurut Siti Zuhro, pemberitaan masif oleh lawan politik tentang korupsi yang dilakukan para kader Partai Demokrat akibat ketidaktegasan SBY menindak para penguasa media yang melakukan monopoli dan pemindahan frekuensi televisi seenaknya.
"Untuk menghentikan monopoli media, saatnya Presiden SBY melakukan penegakan hukum secara maksimal, menghukum para pemilik media yang melakukan praktik monopoli," katanya.
Menurut Siti Zuhro, jika saja Presiden SBY menegakkan UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, maka tidak akan ada monopoli media yang berdampak pada anjloknya elektabilitas PD.
Sebelumnya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) segera melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan uji materi Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Penyiaran.
MK dalam keputusannya memerintahkan pemerintah (Kemkominfo) dan KPI segera menertibkan praktik-praktik monopoli dan pemindahtanganan frekuensi Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang dilakukan oleh perseorangan atau satu badan hukum.
Keputusan MK ini menjawab gugatan Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) atas kasus praktek monopoli dan pemindahatangan frekwensi, seperti pada kasus akuisisi PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) atas PT Indosiar Visual Mandiri pemilik brand Indosiar. Padahal EMTK telah memiliki brand SCTV dan O Channel di satu provinsi yaikni DKI Jakarta.
Padahal UU Penyiaran dengan tegas melarang kepemilikan lebih dari satu frekwensi di satu provinsi. UU Penyiaran hanya membolehkan kepemilikan dua frekuensi tetapi di dua provinsi yang berbeda.
Selain itu, MK juga memerintahkan pemerintah untuk segera menelusuri besaran kepemilikan saham lembaga penyiaran swasta, yang telah melakukan praktik monopoli dan pemindahtanganan frekuensi.
Praktik-praktik seperti ini, menurut MK, bukan masalah konstitusi, melainkan karena gagalnya pemerintah menjalankan UU Penyiaran.***1***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014