Jakarta (Antara) - Majelis Ulama Indonesia meluncurkan lembaga yang bertugas memverifikasi konten Islami yaitu Lembaga Pentashihan Konten Islami dalam Penerbitan dan Media Penyiaran di Kantor MUI, Jakarta, Jumat.

"Banyak penerbitan dan tayangan yang isinya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang benar. Maka dari itu, lembaga ini diharapkan bisa menjadi salah satu jalan keluar mencegah penyimpangan-penyimpangan dalam beragama Islam," kata Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin saat meluncurkan lembaga tersebut.

Ma'ruf mengatakan lembaga yang baru tersebut sebagai bagian dari peran MUI dalam menjaga akhlaq bangsa.

"Ini adalah salah satu bentuk peran MUI bagi penguatan persaudaraan keislaman dan kehidupan berbangsa dengan pentashihan (verifikasi) konten Islami pada media penerbitan dan penyiaran," kata dia.

Beberapa peran MUI itu, kata Ma'ruf, adalah sebagai pewaris tugas-tugas para nabi, pemberi fatwa, pembimbing dan pelayan umat, gerakan reformasi dan pembaruan serta gerakan "amar ma'ruf nahi munkar".

Kehadiran lembaga tersebut juga dikatakannya sebagai respon terhadap perkembangan media yang cukup pesat. Beberapa yang menjadi sasaran lembaga itu adalah buku-buku keislaman, film dan sinetron religi, pelatihan spiritualitas, website dan gadget Islami.

"MUI melihat bahwa belakangan ini perkembangan media penerbitan dan penyiaran yang mengusung konten Islami mencapai grafik yang menggembirakan, bahkan terhitung luar biasa. Contohnya adalah penerbitan Alquran di Indonesia yang ditandai dengan semakin bertambahnya kehadiran dan kemunculan penerbit-penerbit baru yang peduli di bidang mushaf dan tafsir Alquran," kata dia.

Ma'ruf menyadari jika sejauh ini MUI belum memiliki lembaga yang khusus meneliti konten-konten Islami, terutama di media penyiaran yang kini marak berisi sinetron religi.

"MUI juga sampai sekarang belum bisa menilai secara khusus sejumlah tayangan televisi Islami itu menyimpang atau tidak, karena hal itu memerlukan penelitian lebih lanjut."

"Tayangan televisi Islami memang bernilai positif untuk dakwah. Namun tentu harus diiringi dengan melihat sisi kualitas dan kesahihannya. Dengan begitu, sisi syiar yang bersifat Islam tidak menjadi bertentangan dengan semangat menguatkan keimanan dan jiwa reformis umat.

Selain itu, siaran juga tidak memecah belah umat yang seharusnya menguatkan kerukunan nasional. Tidak cukup kebaikan tayangan Islami dinilai dari perkembangan yang cepat dan jumlahnya yang makin banyak," kata dia. ***3***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014