Pamekasan (Antara) - Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bangkalan, Jawa Timur, berpendapat seharusnya penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya dilakukan pemerintah provinsi dan kota setempat secara bertahap, tidak sekaligus.

"Kami menilai, penutupan sekaligus, tanpa persiapan yang matang justru akan menimbulkan masalah sosial baru nantinya," kata Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kepemudaan dan Mahasiswa HMI Cabang Bangkalan, Hairus Zaman dalam rilis yang diterima Antara, Rabu malam.

Dari persepsi hukum agama, kebijakan pemerintah menutup tempat prostitusi terbesar di Asia Tenggara itu, memang baik. Namun demikian, apabila tanpa persiapan yang matang, maka akan sangat berpotensi menimbulkan masalah baru yang lebih parah dikemudian hari.

Para pekerja seks komersial (PSK) yang ada di Dolly itu, bisa saja pindah dari Dolly, dan tidak lagi berada di lokasi itu. "Dari sisi ini, tentunya pemerintah sudah sukses melakukan penutupan," terang Hairus Zaman.

Akan tetapi, karena belum memiliki keterampilan lain dalam mempertahankan hidup, mereka bisa saja pindah ketempat lain dan memilih tempat terbuka dalam menjalani profesi yang sama.

"Kalau caranya seperti itu, maka bukan solusi yang akan didapat, akan tetapi persoalan yang lebih besar lagi, karena di tempat terbuka yang tidak dilokalisir seperti itu, bahayanya jelas akan lebih parah," katanya.

Semestinya, sambung dia, sebelum melakukan penutupan, Pemerintah Kota Surabaya melakukan persiapan yang lebih matang dan terencana dalam banyak hal, baik untuk masyarakat yang selama ini pendapatannya bergantung pada Dolly, maupun untuk PSK itu sendiri.

"Kami bukan anti dengan penutupan ini, tapi yang kami sesalkan adalah kurangnya persiapan yang matang, dan sekali lagi hal ini berpotensi menimbulkan masalah sosial baru, yang lebih luas," katanya.

Jika penutupan dilakukan secara sekaligus, sementara masyarakat belum memiliki pekerjaan pengganti, dan demikian juga dengan pihak PSK belum memiliki keterampilan kerja yang cukup memadai, maka yang terjadi adalah masalah sosial yang lebih besar.

Dampaknya, kata Hairus Zaman, tentunya akan lebih parah dari sebelum Dolly itu ditutup. "Hal semacam itu tentu yang tidak kami inginkan," katanya menambahkan.

Oleh karenanya, ia meminta agar Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim ke depan perlu melakukan pendampingan pada warga terdampak di sekitar gang Dolly dan mengupayakan mereka untuk mendapatkan pekerjaan pengganti yang layak,  bukan hanya menutup dan membiarkan.

"Sebab, jika hanya ditutup dan kemudian dibiarkan, maka hal itu sama dengan menelantarkan mereka, kendatipun sebenarnya tujuannya baik, yakni tidak ingin di Surabaya ada kemaksiatan yang dilegalkan," pungkas Hairus Zaman. ***1***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014