Jakarta (Antara) - Anggoro Widjojo divonis lima tahun penjara karena dinyatakan
terbukti memberikan hadiah ke beberapa anggota Komisi IV DPR dan Menteri
Kehutanan Malam Sambat (MS) Kaban untuk mendapatkan proyek pengadaan
Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Kementerian Kehutanan tahun 2007.
"Mengadili, terdakwa Anggoro Widjojo terbukti melakukan perbarengan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer dan menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Anggoro Widjojo selama lima tahun dan denda Rp250 juta dengan subsider dua bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Nani Indrawati dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Vonis terhadap Pemilik PT Masaro Radiokom tersebut meluluskan permohonan jaksa penuntut umum KPK agar Anggoro divonis maksimal yaitu selama lima tahun dan denda Rp250 juta subsider empat bulan kurungan berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf b subsider UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang pemberian sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.
"Hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah, terdakwa pergi keluar negeri untuk menghindari tanggung jawab pidana dan berbelit-belit dalam menyampaikan keterangan, sedangkan hal yang meringankan terdakwa sudah berusia lanjut dan menderita sakit," ungkap hakim Nani Indrawati.
Anggoro pernah buron keluar negeri saat menjalani pemeriksaan sejak 17 Juli 2009, pasca ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Juni 2009, hingga akhinya pria yang selama buron itu menggunakan paspor atas nama Sony Kurniawan berhasil ditangkap di Shenzhen, China pada 27 Januari 2014.
Anggoro dinilai terbukti memberikan uang kepada Ketua Komisi IV DPR Yusuf Erwin Faishal yang kemudian dibagi-bagikan kepada sejumlah anggota Komisi IV DPR yaitu Fachri Andi Leluasa (32 ribu dolar Singapura), Azwar Chesputra (50 ribu dolar Singapura), Hilman Indra (20 ribu dolar Singapura), Mukhtarudin (30 ribu dolar Singapura), Sujud Sirajudin (Rp20 juta), Suswono (Rp50 juta), Mukhtarudin (Rp50 juta), dan Nurhadi M Musawir (Rp5 juta).
"Selanjutnya terdakwa memberikan kepada saksi MS Kaban sebanyak 40 ribu dolar Singapura, 45 ribu dolar AS, 1 lembar travel cheque senilai Rp50 juta, 2 unit lift senilai 58.581 dolar AS, genset senilai Rp350 juta dan biaya pemasangan instalasi sebesar Rp206 juta. Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandoyo Siswanto sebesar 10 ribu dolar AS dan Sekretaris Jenderal Dephut Boen Mochtar Purnama senilai 20 ribu dolar AS," kata anggota majelis hakim Slamet Subagyo.
Lift tersebut dibeli Anggoro merupakan permintaan MS Kaban untuk dipasang di Gedung Menara Dakwah sebagai pusat kegiatan Partai Bulan Bintang (PBB) karena MS Kaban adalah Ketua Umum PBB.
Hakim menilai bahwa meski MS Kaban dan Anggoro tidak pernah mengakui pemberian uang tersebut, tapi berdasarkan keterangan saksi, bukti dan rekaman percakapan pembicaraan telepon dengan suara yang identik dengan suara MS Kaban dan Anggoro, maka hakim yakin bahwa MS kaban meminta uang dan dipenuhi oleh Anggoro.
"Penyangkalan terdakwa dan saksi MS Kaban tidak singkron karena berdasarkan pengakuan diri terdakwa yang memberikan uang kepada Yusuf Erwin Faishal melalui percakapan telepon, sedangkan nomor telepon terdakwa saat berhubungan dengan MS Kaban masih sama saat terdakwa berhubungan dengan Yusuf Erwin Faisal, ini menunjukkan terdakwa memberikan keterangan yang tidak konsisten dan tidak didukung dengan fakta logika apalagi ada permintaan uang dan terdakwa diminta merapat ke kantor dan rumah saksi MS Kaban," kata hakim Slamet Subagyo.
Seluruh uang tersebut dikeluarkan demi mendapatkan proyek rehabitalisasi SKRT pada Sekjen Dephut senilai Rp180 miliar yang penyedia barangnya adalah PT Masaro Radiokom sejak untuk periode 2005-2006.
Atas vonis tersebut, Anggoro mengaku menerima.
"Saya menerima," kata Anggoro.
Sedangkan jaksa KPK mengaku pikir-pikir. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014
"Mengadili, terdakwa Anggoro Widjojo terbukti melakukan perbarengan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer dan menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Anggoro Widjojo selama lima tahun dan denda Rp250 juta dengan subsider dua bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Nani Indrawati dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Vonis terhadap Pemilik PT Masaro Radiokom tersebut meluluskan permohonan jaksa penuntut umum KPK agar Anggoro divonis maksimal yaitu selama lima tahun dan denda Rp250 juta subsider empat bulan kurungan berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf b subsider UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang pemberian sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.
"Hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah, terdakwa pergi keluar negeri untuk menghindari tanggung jawab pidana dan berbelit-belit dalam menyampaikan keterangan, sedangkan hal yang meringankan terdakwa sudah berusia lanjut dan menderita sakit," ungkap hakim Nani Indrawati.
Anggoro pernah buron keluar negeri saat menjalani pemeriksaan sejak 17 Juli 2009, pasca ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Juni 2009, hingga akhinya pria yang selama buron itu menggunakan paspor atas nama Sony Kurniawan berhasil ditangkap di Shenzhen, China pada 27 Januari 2014.
Anggoro dinilai terbukti memberikan uang kepada Ketua Komisi IV DPR Yusuf Erwin Faishal yang kemudian dibagi-bagikan kepada sejumlah anggota Komisi IV DPR yaitu Fachri Andi Leluasa (32 ribu dolar Singapura), Azwar Chesputra (50 ribu dolar Singapura), Hilman Indra (20 ribu dolar Singapura), Mukhtarudin (30 ribu dolar Singapura), Sujud Sirajudin (Rp20 juta), Suswono (Rp50 juta), Mukhtarudin (Rp50 juta), dan Nurhadi M Musawir (Rp5 juta).
"Selanjutnya terdakwa memberikan kepada saksi MS Kaban sebanyak 40 ribu dolar Singapura, 45 ribu dolar AS, 1 lembar travel cheque senilai Rp50 juta, 2 unit lift senilai 58.581 dolar AS, genset senilai Rp350 juta dan biaya pemasangan instalasi sebesar Rp206 juta. Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandoyo Siswanto sebesar 10 ribu dolar AS dan Sekretaris Jenderal Dephut Boen Mochtar Purnama senilai 20 ribu dolar AS," kata anggota majelis hakim Slamet Subagyo.
Lift tersebut dibeli Anggoro merupakan permintaan MS Kaban untuk dipasang di Gedung Menara Dakwah sebagai pusat kegiatan Partai Bulan Bintang (PBB) karena MS Kaban adalah Ketua Umum PBB.
Hakim menilai bahwa meski MS Kaban dan Anggoro tidak pernah mengakui pemberian uang tersebut, tapi berdasarkan keterangan saksi, bukti dan rekaman percakapan pembicaraan telepon dengan suara yang identik dengan suara MS Kaban dan Anggoro, maka hakim yakin bahwa MS kaban meminta uang dan dipenuhi oleh Anggoro.
"Penyangkalan terdakwa dan saksi MS Kaban tidak singkron karena berdasarkan pengakuan diri terdakwa yang memberikan uang kepada Yusuf Erwin Faishal melalui percakapan telepon, sedangkan nomor telepon terdakwa saat berhubungan dengan MS Kaban masih sama saat terdakwa berhubungan dengan Yusuf Erwin Faisal, ini menunjukkan terdakwa memberikan keterangan yang tidak konsisten dan tidak didukung dengan fakta logika apalagi ada permintaan uang dan terdakwa diminta merapat ke kantor dan rumah saksi MS Kaban," kata hakim Slamet Subagyo.
Seluruh uang tersebut dikeluarkan demi mendapatkan proyek rehabitalisasi SKRT pada Sekjen Dephut senilai Rp180 miliar yang penyedia barangnya adalah PT Masaro Radiokom sejak untuk periode 2005-2006.
Atas vonis tersebut, Anggoro mengaku menerima.
"Saya menerima," kata Anggoro.
Sedangkan jaksa KPK mengaku pikir-pikir. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014