Bengkulu (Antara) - Pakar Hukum Adat Universitas Bengkulu mengusulkan Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara menjadi percontohan wilayah dan masyarakat adat.

"Wilayah, hukum, serta masyarakat adat sangat dibutuhkan untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, sama seperti yang ada di Sumatera Barat dan Bali, Provinsi Bengkulu juga membutuhkan seperti itu juga, dan yang masih kental dengan wilayah adat adalah Pulau Enggano," kata akademisi Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Andri Harjanto di Bengkulu, Minggu.

Menurut dia, dengan adanya wilayah adat di Provinsi Bengkulu, akan menjadi wadah untuk menyelesaikan permasalahan yang menjadi hak-hak masyarakat adat.

"Jadi Adat itu tidak hanya struktur nama-nama pengurus yang terpajang, tetapi juga wilayah, hukum dan sistem yang berjalan, banyak permasalahan seperti tanah adat yang turun-temurun milik salah satu masyarakat adat di Bengkulu akhirnya menjadi sengketa dengan kelompok tertentu, wadah untuk memperjuangkan hal yang seperti ini hanya bisa melalui wilayah, hukum dan masyarakat adat, kalau melalui hukum perundang-undangan tentu mereka bisa saja kehilangan tanah yang sebenarnya itu adalah ulayat mereka," kata dia.

Menurut Andri, ada lima syarat menjadi wilayah adat, yakni wilayah, anggota masyarakat, aturan hukum, harta kekayaan adat, serta adanya pemerintahan adat yang permanen.

"Pulau Enggano sudah memenuhi syarat tersebut, memang perlu dorongan pemerintah untuk menerapkannya secara luas di Provinsi Bengkulu," ucapnya.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Provinsi Bengkulu, Deftri Hamdi mengatakan hal senada, sudah seharusnya pemerintahan setempat memacu penerapan wilayah adat di daerah itu.

"Seperti banyak kasus, masyarakat yang mengambil rotan, dicap sebagai perambah hutan padahal tempat mereka mengambil rotan adalah tanah adat yang sudah turun-temurun menjadi milik mereka, tentu sangat berbeda sudut pandang hukum perundang-undangan dengan hukum adat, oleh sebab itu wilayah adat di Bengkulu harus segera tumbuh," katanya.

Dengan adanya hukum perundang-undangan dan hukum adat, seluruh hak dan kewajiban masyarakat mampu terakomodasi dengan baik.

Sementara itu Direktur Akar Erwin mengungkapkan butuh kerja yang keras untuk mendapatkan pengakuan penuh dari pemerintah mengenai masyarakat adat.

"Apalagi menyangkut lahan dan tanah adat, sebab masyarakat dulu tidak mengenal yang namanya sertifikat dan sebagainya," ujarnya.***3***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014