Pekanbaru (ANTARA Bengkulu) - Ekonom Universitas Riau Ediyanus Herman Halim menyatakan sebaiknya upaya penyelamatan ekonomi bangsa dimulai dengan penghematan energi serta berinvestasi energi non bahan bakar minyak (BBM).

"Pemerintah sebaiknya sudah mulai berinvestasi untuk energi listrik non BBM dari sekarang. Artinya mulai melirik sumber-sumber energi yang terbaharukan," kata Ediyanus di Pekanbaru, Sabtu.

Seperti energi tenaga surya dan lain sebagainya yang sampai sekarang memang belum terealisasi bahkan belum ada penggarapannya, menurut dia, selayaknya mulai dilirik guna mengantisipasi imbas kelangkaan energi yang mampu "menggerogot" sisi ekonomi bangsa dan kerakyatan.

Hal demikian sebenarnya menurut Ediyanus, jika terealisasi maka akan sangat memberikan dampak yang nyata sebagai wujud penghematan listrik yang sejauh ini masih memanfaatkan BBM dengan jumlah yang dominan.

Yang bisa melakukan atau merealisasikan upaya ini adalah pemerintah daerah, tentunya dengan dukungan Pemerintah Pusat dan masyarakat di penjuru nusantara, katanya.

Penghematan energi listrik menurut dia, juga bisa dimulai dengan kantor-kantor pemerintah dengan tidak lagi menerima distribusi listrik bersubsidi dari PLN, melainkan menggunakan energi alternatif seperti tenaga surya.

"Hal ini tentunya juga akan mampu merangsang masyarakat untuk dapat melakukan penghematan listrik yang selama ini memang masih sangat boros," katanya.

Sejauh ini menurut pandangannya, Pemerintah Daerah (Pemda) belum berupaya maksimal untuk mendukung penghematan listrik seperti yang selama ini tertuang dalam Inpres Nomor 2 tahun 2008.

"Kebanyakan kalau menurut pemantauan saya, masih banyak listrik mubazir di kantor-kantor instansi pemerintahan, khususnya di Riau. Salah satu contoh, yakni masih banyaknya lampu yang menyala dengan mubazir, serta pegawai (PNS) yang kerap menggunakan komputer untuk bermain 'game', bukan untuk bekerja sebagaimana mestinya. Ini nyata terlihat di lembaga pemerintahan di daerah ini," katanya.

Intinya, kata dia, di lapangan dan secara kasat mata, pemerintah di daerah belum tampak serius mewujudkan penghematan listrik.

"Padahal, tahun ke tahun konsumsi listrik negara ini terus meningkat seiring dengan bertumbuhan penduduk yang kiat pesat, termasuk insfrastruktur. Jadi memang selayaknya, pemerintah mulai melakukan upaya penghematan yang nyata serta mulai melirik energi terbaharukan," katanya.

Penghematan triliunan
Dengan melakukan program penghematan energi dan air mulai dari lingkungan pemerintahan, khusus untuk listrik saja, sebenarnya menurutnya negara ini secara nasional akan mampu menyimpan dana termubazirkan (selama ini-red) sebanyak lebih dari Rp2 triliun.

Penjelasan ini, kata dia, sesuai dengan informasi yang sempat diungkapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik.

Hal demikian menurut dia, akan mampu terwujud jika semua kelembagaan pemerintahan secara bersama melakukan upaya penghematan listrik yang signifikan.

"Tentunya dengan adanya target pencapaian penghematan yang juga sebaiknya diatur dalam peraturan pemerintah atau daerah," katanya.

Alternatif penghematan energi lainnya, kata Ediyanus, juga sebenarnya dapat dilakukan dengan gerakan bersama secara nasional.

Pemerintah dan masyarakat melakukan penghematan energi dan air secara serentak, yakni dengan juga mensosialisasikannya ke tengah masyarakat melalui pemerintah di daerah, baik gubernur hingga bupati atau walikota, katanya.

"Hal demikian harus sesegera mungkin dilakukan mengingat sumber energi yang terus menipis seiring tingginya gerak pembangunan dan pertumbuhan masyarakat secara nasional," katanya.

Konsumsi meningkat
Sekretaris Jenderal Kementrian Perindustrian RI Agus Tjahayana mengatakan saat ini konsumsi listrik nasional mengalami kenaikan hingga sepuluh persen setiap tahunnya.

Hal itu diakuinya karena tingginya kebutuhan masyarakat Indonesia akan energi tersebut.

Melihat kondisi itu, Agus meminta agar masyarakat terus meningkatkan upaya efisiensi energi listrik, baik melalui penghematan pemakaian listrik pada malam hari maupun penggunaan lampu hemat energi.

Menurut dia, pemanfaatan lampu hemat energi juga sangat mendukung program pemerintah dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim.

Jika 40 juta pelanggan listrik kalangan rumah tangga di Indonesia memakai lampu hemat energi, maka penggunaan energi listrik di Tanah Air dapat diminimalkan, katanya.

Agus mencontohakan, apabila setiap orang dari 40 juta pelanggan memakai lima unit lampu hemat energi (masing-masing 20 watt per lampu-red) artinya ada penghematan biaya sekitar Rp4 triliun per tahun.

Besaran tersebut bisa terwujud dengan asumsi pengali biaya listrik hanya Rp1.000 per KWh.

Sementara di daerah, khususnya Provinsi Riau, seperti dikatakan General Manager (GM) PT PLN Wilayah Riau dan Kepulauan Riau (WRKR) Djoko R Abumanan, bahwa pertumbuhan konsumsi listrik di sana merupakan yang tertinggi kedua di Sumatera.

Guna mengantisipasi lonjakan peningkatan konsumsi listrik tersebut, pihaknya juga telah berupaya dengan menambah suplay arus, baik dari sistem interkoneksi maupun membangun sejumlah tambahan pembangkit.

"Terlebih dalam waktu beberapa bulan ini, Riau akan menjadi tuan rumah Pekan Olah Raga Nasional (PON). Hal ini tentunya juga akan sangat berdampak pada distribusi listrik yang juga drastis mengalami peningkatan," katanya.

(KR-FZR/B/A025/A025)

Pewarta: Fazar Muhardi

Editor : AWI-SEO&Digital Ads


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012