"Karena Indonesia berbentuk kepulauan, jadi kami bisa memasang small modular reactor di beberapa titik ditambah dengan power plant yang besar,” ujarnya dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Rohadi menuturkan bahwa BRIN memiliki dua peran dalam mendorong perkembangan teknologi nuklir. Pertama, BRIN mendukung dan mendorong agar PLTN atau reaktor komersial dibangun oleh badan usaha atau entitas bisnis.
“Kalau yang nonkomersial itu BRIN dapat melakukan sendiri tentunya juga bersama dengan mitra. Komersial dan nonkomersial kami himpun di sini. Kami juga dorong perguruan tinggi, seperti ITB melahirkan sumber daya manusia baru di bidang kenukliran agar semakin produktif,” ucapnya.
Rohadi memandang jumlah mitra yang bertambah dari dalam maupun luar negeri dapat menguatkan riset serta perkembangan teknologi energi nuklir di Indonesia. BRIN membuka peluang tersebut dalam melancarkan program terkait reaktor nuklir.
Kepala Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir BRIN Topan Setiadipura menambahkan bahwa BRIN mencoba mengembangkan reaktor modular kecil dengan reaktor suhu tinggi berpendingin gas atau high temperature gas-cool reactor (HTGR).
HTGR merupakan salah satu jenis reaktor generasi keempat yang memiliki banyak keunggulan dibanding reaktor generasi ketiga.
Selain dinilai lebih baik dari segi keamanan, reaktor jenis itu juga menghasilkan panas yang bisa digunakan di industri seperti untuk produksi gas hidrogen.
"Dalam diskusi kami sepakat dalam waktu dekat akan menguji light water reactor. Namun, tetap kami pada tahap selanjutnya akan menguji coba HTGR," kata Topan.
Saat ini nuklir menjadi prioritas energi baru terbarukan di Indonesia. Pemerintah telah menargetkan emisi nol bersih pada tahun 2060 dan nuklir menjadi salah satu penyokong utama sumber energi.