Rejanglebong (Antara) - Pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat di Kabupaten Rejanglebong Bengkulu, mempertanyakan sosialisasi peraturan daerah tentang rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) oleh pemerintah daerah setempat.

"Berbagai produk hukum baik undang-undang maupun Perda sebelum disahkan atau diberlakukan harus disosialisasikan terlebih dahulu, karena tidak semua masyarakat mengetahui produk hukum yang akan diberlakukan. Jika sudah disosialisasikan masyarakat dapat mengetahuinya sanksi maupun aturan yang terkandung di dalam suatu produk hukum," kata Ishak Burandam koordinator LSM Pengawas Masyarakat (Pekat) Bengkulu di Rejanglebong, Kamis.

Perlunya sosialisasi produk hukum yang baru diterbitkan pemerintah baik pusat maupun daerah tersebut kata dia, guna menanggapi pernyataan pejabat Pemkab Rejanglebong yang menyebutkan keberadaan Perda No. 8/2012 tentang rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kabupaten Rejanglebong tidak perlu disosialisasikan lagi karena seluruh orang tahu tentang aturan tersebut.

Sosialisasi produk hukum itu sendiri tambah dia, selain akan memberikan penjelasan mengenai suatu produk hukum terhadap khalayak ramai baik mengenai larangan-larangan berikut sanksi-sanksi yang akan dikenakan jika melanggarnya, karena setiap Perda yang dibuat biasanya disertai dengan anggaran untuk menyosialisasikannya.

Sementara itu asisten pemerintahan Pemkab Rejanglebong, Edi Prawisnu menyebutkan keberadaan Perda No. 8/2012 tentang tata ruang dan wilayah (RTRW) Kabupaten Rejanglebong tidak perlu disosialisasikan lagi karena masyarakat luas dianggap sudah mengetahuinya.

"Karena Perda RTRW itu sudah disahkan, sehingga sudah bisa digunakan sebagaimanamestinya dan tidak ada alasan lagi mengatakan kalau perdanya belum disosialisasikan sehingga tidak bisa dilakukan penindakan," katanya.

Sebelumnya kalangan pengusaha tambang galian-C di Kelurahan Talang Benih Kecamatan Curup, yang dalam Perda No.8/2012 disebutkan sebagai kawasan penyangga pertanian sehingga tidak diperbolehkan ada usaha tambang yang beroperasi di daerah itu dan mereka menolak.

Perda ini mendapat penolakan dari pengusaha tambang galian-C, karena dianggap belum disosialisasikan sehingga mereka menolak ditutup oleh tim penertiban tambang liar (Peti) Pemkab Rejanglebong.

"Keberadaan Perda nomor 8 tahun 2012 tentang RTRW yang mengatur wilayah Kelurahan Talang Benih Kecamatan Curup sebagai kawasan penyangga pertanian sehingga tidak diperbolehkan untuk usaha lainnya. Selama Perda tersebut tidak pernah disosialisasikan sehingga kami menolak jika akan ditutup pemerintah daerah," kata Khairul Amin (50) salah seorang penambang liar.

Keberadaan usaha tambang pasir miliknya di Kelurahan Talang Benih itu sendiri kata dia, jauh sebelum adanya Perda No.8/2012 tentang RTRW, selain itu usahanya ini juga sudah mendapatkan izin dari perangkat desa setempat yang sebelumnya masuk dalam kawasan desa Dusun Sawah Kecamatan Curup Utara.

Untuk itu dirinya meminta Pemkab Rejanglebong agar mencarikan jalan keluarnya sehingga kalangan warga yang telah menggantungkan diri di bidang usaha pertambangan itu tidak dirugikan, mengingat usaha itu selama ini telah menghidupi mereka.***1***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014