Jakarta (Antara) - Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) meminta Mahkamah Konstitusi untuk segera mengeluarkan putusan uji materi (judicial review) Undang-Undang Ormas yang diajukan PP Muhammadiyah bersama KKB, agar dampak dan kerugian konstitusionalnya tidak semakin luas dan masif.

"Sebelumnya di salah satu media cetak nasional, Ketua MK pernah berjanji bahwa MK akan mengeluarkan putusan Judicial Review UU Ormas sebelum 2014 berakhir. Namun pada laman situs MK, jadwal sidang terakhir 23 Desember 2014 dan tidak ditemukan agenda pembacaan putusan Judicial Review UU Ormas," kata Koordinator KKB Fransisca Fitri di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan bahwa KKB mendesak pemerintah dan DPR agar memasukkan RUU Perkumpulan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019 dan sebagai prioritas 2015.

KKB juga mendesak pemerintahan Jokowi-JK segera meninjau ulang dan menghapus seluruh kebijakan yang berpotensi melanggar HAM, termasuk salah satunya UU Ormas.

"Dengan demikian Rancangan Peraturan Pemerintah dari UU Ormas yang disiapkan oleh pemerintah sebelumnya menjadi tidak relevan untuk disahkan," ujar dia.

Dia menjelaskan, tujuan pembentukan UU Ormas dengan dampak yang ditimbulkan sangat bertolak belakang. Kehendak awal pembentukan UU Ormas yaitu menindak organisasi massa yang melakukan kekerasan, namun faktanya UU Ormas menampakkan watak sesungguhnya yaitu belenggu hingga ancaman terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul.

Menurut dia implementasi UU Ormas cukup masif di berbagai daerah. Berdasarkan pantauan KKB, terdapat dua pola temuan yakni, kewajiban registrasi organisasi pada kantor Kesbangpolinmas (Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat) serta pemberlakuan syarat memiliki struktur pengurus di minimal 25 persen provinsi untuk diakui sebagai ormas nasional.

"Perlu ada respon segera terhadap pemberlakuan UU Ormas khususnya yang berakibat terhadap makin tergerusnya ruang kebebasan berserikat dan berkumpul," kata dia.

KKB memandang, tidak tertutup kemungkinan beberapa daerah melahirkan peraturan turunan yang hanya melanjutkan kerancuan UU Ormas.

Sebelumnya, PP Muhammadiyah menilai pemerintah melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) telah ikut campur terlalu jauh dalam mengatur kebebasan berserikat masyarakat.

"Dalam kebebasan berserikat itu tidak perlu pengaturan secara rinci (dalam UU Ormas). Pemerintah ikut campur terlalu dalam kan tidak boleh, pemerintah tidak boleh mengatur secara detil kehidupan bermasyarakat," kata Ketua Tim Kuasa Hukum PP Muhammadiyah Syaiful Bakhri.

Syaiful menekankan apabila semangat pemerintah adalah untuk menertibkan ormas-ormas anarkis. Maka seyogyanya hal itu dilakukan tidak melalui UU Ormas, melainkan dengan pendekatan penegak hukum.

"Kalau untuk menertibkan ormas anarkis kan ada penegak hukum, ada polisi, jaksa dan pengadilan, serta sistem peradilan pidana. Sehingga kalau itu dikaitan dengan UU Ormas tidak tepat," ujar Syaiful.

Lebih jauh dia menilai sebanyak kurang lebih 95 pasal dalam UU Ormas mengatur secara rinci yayasan, ormas, dan lain sebagainya, sehingga kedudukan PP Muhammadiyah sebagai organisasi yang telah berdiri sebelum kemerdekaan disamakan dengan ormas-ormas yang baru bermunculan. ***1***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014