Jakarta (Antara) - Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut memperbaiki sistem pencegahan korupsi dalam perusahaan tersebut.

"Bicara bagaimana membenahi sistem secara keseluruhan," kata Dwi Soetjipto seusai bertemu dengan ketua KPK Abraham Samad di gedung KPK Jakarta, Senin.

"Dari beliau sangat 'welcome' dan di dalam rangka kegiatan pencegahan, beliau akan proaktif membantu berbagai instansi untuk bisa membenahi sistem. Itu sesuai dengan kedatangan kami ke KPK," tambah Dwi. 
Namun Dwi yang baru diangkat menjadi Dirut Pertamina pada 28 November lalu tidak menjelaskan mengenai strategi yang akan dilakukan dalam pencegahan korupsi.

"Kami sebagai pengurus Pertamina yang baru berharap mendapat 'support' untuk bagaimana membangun Pertamina ke depan yang lebih baik lagi," ungkap Dwi.

Dwi pun tidak menegaskan bahwa KPK akan masuk ke anak perusahaan Pertamina, PT Pertamina Energy Trading (Petral) yang bertugas untuk melakukan pembelian BBM impor di Singapura namun diduga tidak memberikan manfaat untuk negara sehingga Presiden Joko Widodo meminta ata Tim Reformasi Tata Kelola Migas mengkaji keberadaan PT Petral.

"Ooh, nggak-nggak, kita tidak berbicara sesuatu (terkait PT Petral)," jawab Dwi ditanya soal PT Petral.

Sedangkan terkait dengan kasus penerimaan suap untuk Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron terkait dengan jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur di Bangkalan Madura yang terkait dengan anak perusahaan PT Pertamina lain yaitu Pertamina EP, Dwi mempersilakan KPK melakukan tugasnya.

"Kalau ada personil-personil di Pertamina yang terlibat suatu kasus silakan ditindaklanjuti," ungkap Dwi.

KPK sudah memeriksa dua mantan direksi Pertamina EP pada Kamis (18/12) yaitu mantan direktur utama Tri Siwindono dan mantan Direktur Pertamina EP Cepu Haposan Napitupulu.

Fuad Amin saat menjabat sebagai Bupati Bangkalan mengajukan permohonan kepada BP Migas agar Kabupaten Bangkalan mendapatkan alokasi gas bumi yang berasal dari eksplorasi Lapangan Ke-30 Kodeco Energy Ltd di lepas pantai Madura Barat di bawah pengendalian PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE-WMO).

Kabupaten Bangkalan dan Pulau Madura memiliki hak diprioritaskan mendapatkan alokasi gas bumi untuk kebutuhan pembangkit berbahan bakar gas (PLTG) karena berguna untuk pengembangan industri di sekitar kawasan Jembatan Suramadu, kebutuhan kawasan industri dan kebutuhan rumah tangga warga Bangkalan.

Namun, sampai sekarang PHE-WMO tidak juga memberikan alokasi gas alam yang dimohonkan Fuad karena PHE-WMO menemui instalasi pipa penyalur gas bumi sampai sekarang belum juga selesai dibangun.

Kewajiban pembangunan pipa gas bumi ke Bangkalan, Madura, merupakan tanggung jawab PT MKS yang merupakan pihak pembeli gas alam berdasar perjanjian jual beli gas alam (PJBG) untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Berdasar PJBG tersebut, PT Media Karya Sentosa (MKS) mendapatkan alokasi gas sebesar 40 BBTU dari BP Migas melalui Pertamina EP (PEP) atas pertimbangan MKS akan memasok gas sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur, Bangkalan, Madura.

Untuk memenuhi persyaratan PJBG, MKS bekerja sama dengan BUMD Bangkalan PD Sumber Daya. Perjanjian yang mengatur ¿Pembangunan Pemasangan Pipa Gas Alam dan Kerja Sama Pengelolaan Jaringan Pipa¿ antara MKS dan BUMD PD Sumber Daya ternyata tidak pernah diwujudkan MKS akibatnya, gas bumi sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur tidak pernah dipasok MKS.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf  b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU PEmberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.

Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Tersangka lain adalah Direktur PT MKS Antonio Bambang Djatmiko dan perantaranya Rauf sebagai pemberi dan perantara yang dikenakan dugaan pasal 5 ayat 1 huruf a, serta pasal 5 ayat 1 huruf b serta pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan jabatan penyelenggara negara tersebut dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun. ***1*** 

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014