Usaha aneka roti dan kue dengan jenama Hanamaza Pan yang dirintis oleh warga negara Indonesia tetap bertahan dalam memproduksi produk makanan halal di tengah persaingan ketat industri roti di Jepang.
Pemilik Hanamaza Pan Fauzy Ammari kepada ANTARA di Tokyo, Rabu, menuturkan pihaknya memulai usaha tersebut sejak 2014 yang bermula membuat roti untuk konsumsi pribadi lantaran banyak produk roti di Jepang yang tidak halal.
“Awalnya, kami membuat roti untuk dikonsumsi sendiri karena banyak roti di Jepang yang tidak bisa dikonsumsi oleh Muslim,” katanya.
Meskipun sekilas produk kue dan roti di Jepang aman untuk dikonsumsi Muslim, terdapat komposisi yang perlu diwaspadai dan diragukan kehalalannya, seperti gelatin, emulsifier dan shortening yang sebagian besar merupakan bahan turunan dari produk hewani.
Dari yang semula hanya dikonsumsi pribadi, rekan-rekan Fauzy mengetahuinya dan mulai memesan melalui Facebook.
Bukan hanya sesama Muslim, konsumen Jepang pun tertarik untuk membeli roti yang diproduksi sendiri atau homemade karena tanpa menggunakan bahan aditif.
Karena sudah puluhan tahun tinggal di Jepang, tepatnya saat ini di Kota Gifu, ia mengaku dapat berinteraksi dengan konsumen penduduk lokal untuk memasarkan produknya.
Namun, seiring banyaknya pesanan, Fauzy memulai untuk mengembangkan bisnis roti dan kue sesuai dengan standar Jepang, di antaranya harus mengantongi lisensi dari Kementerian Kesehatan Jepang.
“Salah satu syaratnya, yaitu memiliki rumah produksi khusus yang terpisah dengan tempat tinggal,” katanya.
Rumah produksi tersebut harus didukung oleh peralatan industri makanan, seperti pengaduk adonan (mixer), pengembang roti, oven dan kulkas dengan suhu di bawah minus 20 derajat celcius.
Fauzy merasa terbantu oleh pemerintah setempat yang menyediakan konsultasi bisnis secara gratis, terutama untuk strategi pemasaran.
Kendati adanya berbagai kemudahan, Hanamaza Pan tidak lepas dari berbagai tantangan, terutama di tengah gempuran persaingan bisnis roti dan kue yang terkenal berkualitas tinggi di Negeri Sakura itu.
Berbagai tantangan itu, antara lain bersaing dengan pebisnis roti dan kue yang sudah populer, harus mampu memproduksi jenis roti yang enak, tanpa bahan aditif dan baru, memasarkan ke konsumen lokal dan Muslim daring maupun luring, mempertahankan rasa dan kualitas yang sama dan mempertahankan harga meskipun kondisi bahan baku naik.
Selain itu, lanjut dia, tantangan lainnya, yakni mematuhi aturan terutama untuk laporan pajak di mana untuk menggunakan jasa akuntan Jepang cukup mahal, pengemasan harus sesuai dengan kondisi empat musim Jepang serta memproduksi jenis roti sesuai dengan musim di Jepang, misalnya musim ubi dan labu saat musim gugur.
“Tantangan lainnya, yaitu membuat produk yang kawaii (cantik) supaya diliput media massa Jepang. Misalnya, produk kami yang cukup terkenal, yaitu roti macam tutul, leopard dan kare pan (roti kari),” ujarnya.
Produk-produk Hanamaza Pan, di antaranya aneka roti manis dan asin, aneka pastri, kue, kukis termasuk kue Lebaran, bento dan aneka lauk katering dengan harga termurah 220 yen (Rp25.000) hingga yang tertinggi 8.500 yen (Rp920.000).
Fauzy menyebutkan pihaknya meraup omzet rata-rata 800.000 yen (Rp88 juta per bulan).
Saat ini, dia mengatakan, pihaknya masih memasarkan secara daring serta luring dari Cafe Hanamaza Pan di Kota Gifu, Prefektur Gifu. Selain itu, produk-produk tersebut juga dijajakan di Lawson Ogaki Gifu, Masjid Istiqlal Osaka, Halal Shop Saijo Hiroshima serta di berbagai ajang dan festival.
Fauzy menambahkan saat ini belum ada cabang, tetapi ada kemitraan dengan para pengecer di berbagai daerah.
Dia berharap ke depannya dapat membuka cabang di Tokyo atau wilayah Kanto.
“Saya berharap Hanamaza Pan ke depan dapat semakin bisa dirasakan manfaatnya di seluruh Jepang sebagai roti yang tidak hanya halal tapi Insya Allah thoyyib (baik) karena tanpa bahan pengawet,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023