Bengkulu (Antara) - Masyarakat yang bermukim di Pulau Enggano, pulau terluar berjarak 106 mil laut dari Kota Bengkulu, meminta pemerintah mengadakan listrik tenaga surya atau "solar cell" guna memenuhi kebutuhan penerangan masyarakat.

"Banyak yang belum menikmati penerangan karena belum ada pembangkit listrik di Pulau Enggano," kata Koordinator Kepala Suku Pulau Enggano Harun Kaharuba di Bengkulu, Jumat.

Ia mengatakan program nasional pemberdayaan masyarakat pada tahun anggaran 2012 hingga 2014 membangun pembangkit listrik tenaga diesel di beberapa desa, namun biaya mencapai Rp150 ribu per bulan.

Padahal dalam sehari masyarakat hanya menikmati penerangan selama lima hingga enam jam.

"Menyala mulai pukul enam sore dan pada pukul 12 malam sudah mati, sementara biaya per bulan cukup mahal," ujarnya.

Harun mengatakan pemerintah sudah pernah membagikan pembangkit listrik tenaga surya yang dipasang di masing-masing rumah warga.

Namun, jumlah "solar cell" yang dibagikan belum memenuhi kebutuhan masyarakat di pulau terluar berpenghuni lebih 2.800 jiwa itu.

"Kami mengharapkan pemerintah melanjutkan program pengadaan perangkat listrik tenaga surya agar semua warga di pulau ini menikmati penerangan," kata dia.

Pulau Enggano yang merupakan salah satu pulau terluar di tengah Samudera Hindia dihuni lebih 2.800 jiwa penduduk yang tersebar di enam desa, yakni Kahyapu, Kaana, Malakoni, Apoho, Meok dan Banjarsari.

Sebanyak lima suku asli yang mendiami pulau yang berjarak 106 mil laut dari Kota Bengkulu itu, yakni Suku Kauno, Kaitora, Kaharuba, Kaharubi dan Kaahua, sedangkan bagi pendatang mereka memberi sebutan Suku Kama'i. ***1***

Pewarta: Oleh Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015