Jakarta (Antara) - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan terkait aturan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK).

"Menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Hakim Konstitusi Arief Hidayat ketika membacakan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu.

Adapun pemohon dari pengujian undang-undang ini adalah Doni Istyanto Hari Mahdi dan Muhammad Umar.

Dalam pertimbangannya Mahkamah berpendapat bahwa perbuatan tindak pidana korupsi seperti yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) dan Penjelasan UU PTPK merupakan tindakan yang sangat tidak beradab di samping melanggar norma tindak pidana korupsi.

"Terlebih lagi, tindak pidana korupsi tersebut juga sangat tidak manusiawi karena memanfaatkan keadaan situasi atau keadaan tertentu yang semestinya dalam kondisi seperti itu, rasa kemanusiaan untuk membantu orang yang menjadi korban bencana seharusnya muncul," jelas Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati ketika membacakan pertimbangan Mahkamah.

Lebih lanjut Maria juga menyebutkan bahwa gradasi tindak pidana korupsi dan sanksi pidana yang dirumuskan dalam UU PTPK sejatinya adalah model pengajuan permohonan 'legislative review' kepada pembentuk Undang-Undang untuk mengubah norma Pasal 2 ayat (2) UU PTPK dan penjelasannya.

"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah, permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum," pungkas Maria.

Sebelumnya para Pemohon Dalam permohonannya menilai Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PTPK inkonstitusional.

Pemohon menganggap bahwa aturan tersebut dapat menjadi cara bagi koruptor untuk mendapatkan keringanan sehingga menyebabkan tidak munculnya efek jera bagi seseorang dan atau penyelenggara negara yang akan melakukan tindak pidana korupsi. ***2***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015