Pakar Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan tren peningkatan laju kasus COVID-19 di Indonesia dan sejumlah negara lain masih perlu diwaspadai, meski secara global menurun.
"Memang jelas kita perlu waspada, tetapi di saat yang sama maka analisa ilmiah perlu dilakukan secara mendalam. Jangan cepat mengambil kesimpulan berdasar data dan informasi yang belum memadai," kata dia dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan angka kasus COVID-19 secara global sedang menunjukkan penurunan, sesuai dengan publikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per akhir November 2023.
Baca juga: WHO: Varian baru tidak mengubah tingkat keparahan COVID-19
Publikasi itu membandingkan data laju kasus per 28 Oktober hingga 19 November 2023 dengan 28 hari sebelumnya yang menunjukkan ada penurunan kasus 13 persen dan angka kematian menurun 72 persen.
Pada saat yang bersamaan, kata dia, terjadi kenaikan kasus COVID-19 di Singapura, Malaysia, dan Indonesia dalam sepekan terakhir.
WHO, katanya, telah menyatakan bahwa penurunan angka kasus COVID-19 global jangan diinterpretasikan kasus COVID-19 sudah sepenuhnya menurun di dunia.
Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI itu, mengatakan penyebab penurunan kasus COVID-19 masih perlu dianalisa mendalam.
Baca juga: Polisi tetapkan tiga tersangka korupsi dana COVID-19 Rp7,2 miliar di Aceh
"Analisa itu meliputi peningkatan imunitas karena alamiah tertular atau vaksinasi, apakah secara umum pelayanan kesehatan membaik, atau tentu bisa juga karena sistem pencatatan," katanya.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu, menyebut penyebab spesifik kenaikan kasus di Indonesia, Malaysia, dan Singapura juga perlu dianalisa.
Terdapat sejumlah kombinasi dari beberapa faktor yang memengaruhi laju kasus COVID-19, yakni penurunan imunitas karena situasi penularan alami sudah rendah atau vaksinasi sudah lama dilakukan.
"Apalagi kalau belum lengkap atau rendah cakupan 'booster'-nya (penguat), seperti di negara kita," ujarnya.
Selain itu, kata Tjandra, secara umum pelayanan kesehatan sedang banyak menghadapi masalah infeksi paru dan saluran napas, karena masuk musim hujan.
Baca juga: Rakyat Indonesia menang melawan pandemi COVID-19
"Tentu bisa juga karena sistem pencatatan, misalnya karena berita di Singapura, maka sekarang jadi lebih banyak orang memeriksa COVID-19 dan lainnya, atau bisa juga karena angkanya memang sedang naik," katanya.
Kementerian Kesehatan melaporkan kasus harian COVID-19 di Indonesia bertambah 35-40 kasus per 6 Desember 2023, dengan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit tercatat 60-131 orang.
Situasi itu memicu tingkat keterisian rumah sakit saat ini 0,06 persen dan angka kematian 0-3 kasus per hari.
Kenaikan kasus ini didominasi oleh subvarian Omicron XBB 1.5 yang juga menjadi penyebab gelombang infeksi COVID-19 di Eropa dan Amerika Serikat. Selain itu, juga dideteksi subvarian EG2 dan EG5.
Meskipun ada kenaikan, kasus itu masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan saat pandemi yang mencapai 50.000-400.000 kasus per minggu.
Update Berita Antara Bengkulu Lainnya di Google News
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023
"Memang jelas kita perlu waspada, tetapi di saat yang sama maka analisa ilmiah perlu dilakukan secara mendalam. Jangan cepat mengambil kesimpulan berdasar data dan informasi yang belum memadai," kata dia dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan angka kasus COVID-19 secara global sedang menunjukkan penurunan, sesuai dengan publikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per akhir November 2023.
Baca juga: WHO: Varian baru tidak mengubah tingkat keparahan COVID-19
Publikasi itu membandingkan data laju kasus per 28 Oktober hingga 19 November 2023 dengan 28 hari sebelumnya yang menunjukkan ada penurunan kasus 13 persen dan angka kematian menurun 72 persen.
Pada saat yang bersamaan, kata dia, terjadi kenaikan kasus COVID-19 di Singapura, Malaysia, dan Indonesia dalam sepekan terakhir.
WHO, katanya, telah menyatakan bahwa penurunan angka kasus COVID-19 global jangan diinterpretasikan kasus COVID-19 sudah sepenuhnya menurun di dunia.
Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI itu, mengatakan penyebab penurunan kasus COVID-19 masih perlu dianalisa mendalam.
Baca juga: Polisi tetapkan tiga tersangka korupsi dana COVID-19 Rp7,2 miliar di Aceh
"Analisa itu meliputi peningkatan imunitas karena alamiah tertular atau vaksinasi, apakah secara umum pelayanan kesehatan membaik, atau tentu bisa juga karena sistem pencatatan," katanya.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu, menyebut penyebab spesifik kenaikan kasus di Indonesia, Malaysia, dan Singapura juga perlu dianalisa.
Terdapat sejumlah kombinasi dari beberapa faktor yang memengaruhi laju kasus COVID-19, yakni penurunan imunitas karena situasi penularan alami sudah rendah atau vaksinasi sudah lama dilakukan.
"Apalagi kalau belum lengkap atau rendah cakupan 'booster'-nya (penguat), seperti di negara kita," ujarnya.
Selain itu, kata Tjandra, secara umum pelayanan kesehatan sedang banyak menghadapi masalah infeksi paru dan saluran napas, karena masuk musim hujan.
Baca juga: Rakyat Indonesia menang melawan pandemi COVID-19
"Tentu bisa juga karena sistem pencatatan, misalnya karena berita di Singapura, maka sekarang jadi lebih banyak orang memeriksa COVID-19 dan lainnya, atau bisa juga karena angkanya memang sedang naik," katanya.
Kementerian Kesehatan melaporkan kasus harian COVID-19 di Indonesia bertambah 35-40 kasus per 6 Desember 2023, dengan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit tercatat 60-131 orang.
Situasi itu memicu tingkat keterisian rumah sakit saat ini 0,06 persen dan angka kematian 0-3 kasus per hari.
Kenaikan kasus ini didominasi oleh subvarian Omicron XBB 1.5 yang juga menjadi penyebab gelombang infeksi COVID-19 di Eropa dan Amerika Serikat. Selain itu, juga dideteksi subvarian EG2 dan EG5.
Meskipun ada kenaikan, kasus itu masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan saat pandemi yang mencapai 50.000-400.000 kasus per minggu.
Update Berita Antara Bengkulu Lainnya di Google News
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023