Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi atau UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) menyatakan telah membantu menyediakan penerjemah kepada Kepolisian Indonesia untuk mengungkap kasus penyelundupan Rohingya yang kini sudah ditetapkan satu orang tersangka di Kota Banda Aceh.

Protection Associate UNHCR Indonesia Faisal Rahman di Banda Aceh, Rabu, mengatakan pihaknya mengapresiasi Polresta Banda Aceh yang pada awal pekan ini mengungkap kasus dugaan penyelundupan orang dengan menetapkan seorang warga etnis Rohingya bernama Muhammed Amin (MA) sebagai tersangka.

Baca juga: Mahfud: Pemerintah tidak lagi bangun penampungan sementara Rohingya

"Kalau yang (tersangka) Amin ini, kita 100 persen bekerja sama dengan kepolisian. Saya meminta dari kantor UNHCR memberi dukungan untuk penerjemah, karena kesulitannya sejauh ini (polisi) tidak ada penerjemah sehingga ada satu orang penerjemah sampai kemarin (kasus) Amin gelar perkara," kata Faisal.

Ia mengatakan pengungkapan kasus penyelundupan maupun perdagangan orang tersebut perlu mendapat dukungan penuh karena yang turut jadi korban adalah para pengungsi.

"Artinya kita UNHCR sangat mau membongkar ini juga bahwa praktik ini jadi masalah bagi pengungsi. Ini terbongkar, berarti proteksi kepada pengungsi akan semakin meningkat karena mereka dimanfaatkan," tuturnya.

Baca juga: Pemprov antisipasi potensi masuknya pengungsi Rohingya ke Bengkulu

Ia mengatakan UNHCR tidak akan melindungi setiap pencari suaka maupun pengungsi yang melanggar hukum di negara tempat mereka ditampung sementara. Dalam kasus di Banda Aceh, lanjutnya, sejauh ini UNHCR belum melakukan pendampingan hukum karena belum ada permintaan dari tersangka Amin.

"Ketika dia terlibat masalah hukum di negara-negara di mana dia ditampung, baik itu di Indonesia, Malaysia, Thailand dan di negara-negara manapun, maka mereka tunduk kepada hukum yang berlaku disana," ucapnya.

Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol. Fahmi Irwan Ramli di Banda Aceh pada awal pekan ini menyatakan tersangka Amin merupakan salah seorang etnis Rohingya dalam rombongan 137 orang yang mendarat di Pesisir Pantai Dusun Blang Ulam, Desa Lamreh Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar pada 10 Desember 2023. Rombongan ini sampai kini masih ditampung sementara di rubanah Balai Meseuraya Aceh (BMA) Banda Aceh.

Tersangka MA mengaku ditugaskan oleh jaringan penyelundup untuk mengajak dan mengkoordinir warga etnis Rohingya dan Bangladesh untuk pergi meninggalkan kamp pengungsian di Cox's Bazar Bangladesh menuju ke Indonesia. Syaratnya, mereka yang ingin ikut harus membayar sejumlah uang.

Baca juga: Menlu Retno temui komisioner UNHCR bahas isu Rohingya

Tersangka bertugas menjadi pencari orang, pengumpul uang, penghubung dengan jaringan di Indonesia, dan pengemudi kapal yang dibantu oleh saksi AH dan HB. Dari hasil pemeriksaan, setiap orang dalam rombongan tersebut bisa keluar dari kamp di Bangladesh menuju ke Indonesia setelah membayar 100-120 ribu taka atau sekitar Rp14-16 juta per orang.

Dari hasil pemeriksaan polisi juga terungkap bahwa tersangka Amin pada tahun 2022 pernah tinggal di pengungsian Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, selama lebih kurang 3-4 bulan. Pada tahun itu juga Muhammed Amin kabur dari penampungan di Aceh Utara, menuju Kota Dumai, Provinsi Riau, lalu menyeberang ke negara Malaysia untuk mencari pekerjaan.

Di negeri jiran, Malaysia, Amin sempat bekerja sekitar tujuh bulan, kemudian kembali ke kamp pengungsian Cox's Bazar di Bangladesh dan menghimpun para warga Rohingya yang ingin keluar dari pengungsian menuju ke Indonesia.

Pewarta: FB Anggoro

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023