Bengkulu  (ANTARA Bengkulu) - Bencana banjir yang melanda Provinsi Bengkulu selain mengakibatkan hilangnya bahan pangan juga merusak sarana dan prasarana penunjang aktivitas masyarakat.

Belasan hektare tanaman padi sawah siap panen milik masyarakat di tujuh desa di Kecamatan Tabapenanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, terendam banjir akibat luapan Sungai Rinduhati.

"Sejumlah petani gagal panen karena areal persawahan yang berisi padi siap panen belum sempat dipetik," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bengkulu Tengah, Mizi, Jumat.

Ia yang ditemui saat mendata areal persawahan yang terendam banjir bandang di Desa Rinduhati mengatakan seluas enam hektare padi siap panen milik warga di desa itu gagal panen.

Tanaman padi bahkan sudah tertimbun material tanah dan pasir yang terbawa air sungai dari wilayah hulu.

"Kami sudah menurunkan tim ke enam desa lainnya yang terkena banjir untuk mendata luas areal persawahan masyarakat yang gagal panen akibat banjir," katanya.

Hasil pantauan di Desa Rinduhati, puluhan kolam masyarakat juga jebol dan menghanyutkan ikan nila yang merupakan bantuan dari dinas perikanan dan kelautan kabupaten itu.

Mizi mengatakan, bencana banjir yang melanda tujuh desa yakni Tabapenanjung, Sukarami, Tababaru, Tabateret, Tanjungraman dan Rinduhati itu telah mengganggu produksi padi daerah tersebut.

"Kami belum bisa menentukan berapa luasan persawahan yang siap panen terendam karena petugas masih di lapangan untuk mengumpulkan data, tapi yang jelas produksi pangan daerah akan terganggu," katanya.

Banjir bandang yang melanda tujuh desa di daerah itu pada Rabu malam (2/5) juga menghanyutkan puluhan ekor ternak kerbau milik warga.

Sekretaris Camat Tabapenanjung, Sofyan Ansori mengatakan, akibat wilayah itu diguyur hujan lebat sekitar tiga jam pada Rabu (2/5) sore, membuat Sungai Rinduhati meluap dan menghanyutkan sebuah jembatan serta merusak areal persawahan petani setempat.

Selain itu pada jalan di wilayah gunung juga terjadi longsor cukup parah, sehingga transportasi terhenti total sekitar lima jam hingga pukul 02.00 Wib dini hari, Kamis (3/5) baru terbuka.

Sedangkan kerugian hingga saat ini belum bisa dihitung dan masih mengumpul data dari setiap desa, terutama dari tujuh desa antara lain Desa Rinduhati, Lubuksini dan Desa sukarami.

Ketujuh desa itu paling parah dilanda bencana banjir bandang, sehingga sebagian besar sawah berada di tepi Sungai Rinduhati yang meluap itu tergerus air bah.

Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bengkulu Tengah, Durani mengatakan, pihaknya tengah mendata jumlah luas areal sawah disapu banjir tersebut.

"Kami sudah menurunkan tim ke beberapa lokasi bencana banjir tersebut, untuk mendata kerugian masyarakat akibat bencana tersebut," katanya.

Banjir juga merusak tiga bendungan irigasi di Desa Rinduhati.

Kepala Desa Rinduhati Sutan Mukhlis mengatakan tiga irigasi tersebut yakni Irigasi Lubukbunta yang mengairi persawahan seluas 80 hektare, Irigasi Simpangjernih mengairi 20 hektare dan Irigasi Uludesa mengairi seluas 5 hektare.

Tanggul pengaman sungai sepanjang 50 meter rusak terbawa arus Sungai Rindu Hati yang merupakan gabungan dari dua sungai yakni Sungai Air Jernih dan Sungai Simpang Tiga.

"Kalau tidak ada perbaikan irigasi secepatnya, petani tidak dapat menanami areal persawahan itu pada musim tanam bulan ini," tambahnya.

Selain merusak bendungan irigasi, banjir tersebut juga merendam sekitar enam hektare padi siap panen.

Bahkan, sekitar lima rumah warga di bantaran sungai juga terancam ambles akibat derasnya arus sungai.

"Air sudah masuk ke rumah, bahkan desa kami terendam banjir hingga lutut orang dewasa tapi dalam tempo satu jam sudah surut," katanya.

Sementara di Desa Tanjung Raman, banjir mengakibatkan jembatan yang menghubungkan desa itu dengan Desa Sukarami terputus total.

"Jembatan satu-satunya yang menghubungkan desa kami dengan Desa Sukarami hanyut terbawa arus sungai sehingga akses warga untuk ke luar dari desa terputus total," kata Kepala Desa Tanjungraman, Sohandi.

Untuk sementara, kata dia, warga menggunakan rakit seadanya guna menyeberangi sungai itu.

Selain itu, aktivitas belajar mengajar juga terganggu sebab sebagian besar guru yang mengajar di sekolah dasar dan SMP di Desa Tanjungraman berasal dari luar desa.

Apalagi kata dia, tidak ada jalur alternatif menuju desa yang dihuni 147 kepala keluarga itu.

"Kami berharap pemerintah segera membangun jembatan ini dari dana penanggulangan bencana, karena tidak ada jalur alternatif," katanya.

Tutup Jalan
Hujan deras juga sempat mengakibatkan tanah longsor dan menutup jalan nasional poros Kabupaten Bengkulu Tengah-Kabupaten Kepahiang.

Poros jalan nasional yang longsor itu terdapat 30 titik dengan ketebal tanah di atas badan jalan rata-rata dua meter, kata Satker Jalan nasional Bengkulu Bambang Eko.

Ia mengatakan, longsor tersebut terjadi sejak, Rabu (2/5) pukul 16.00 Wib setelah diguyur hujan lebat hingga hingga malam ada ratuan kendaraan terjebak di kawasan gunung perbatasan Bengkulu Tengah-Kepahiang.

Namun sepda motor sudah ada yang bisa lewat meskipun didorong di atas lumpur, sedangkan kendaraan roda empat sama sekali tidak bisa lewat.

Para penumpang dan pemilik kendaraan dari arah Kabupaten Kepahiang sebagian besar menginap di kabupaten tersebut, sedangkan dari arah Bengkulu Tengah juga berputar arah.

Tanah longsor itu sekitar 37 Km dari kota Bengkulu, namun ada beberapa titik cukup parah tertimpa longsor yaitu di beberapa tikungan tajam.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu, menyebutkan terdapat sebanyak 34 titik longsor di jalur lintas Bengkulu-Kepahiang.

"Ada 34 titik longsor mulai dari kilometer 37 hingga kilometer 43 menuju Kepahiang, sehingga pengendara harus waspada," kata Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bengkulu Tengah Edi Bakhtiar.

Ia mengatakan satu titik longsor bahkan membuat jalur itu terputus total pada Rabu (2/5) pukul 22.00 WIB, dan baru bisa dibuka kembali pada Kamis dini hari.

Bantuan alat berat dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu, menurut dia, membuat timbunan tanah dan material longsor lainnya cepat teratasi.

"Kami sudah berkoordinasi dengan BPBD provinsi dan Dinas Pekerjaan Umum, sertav meminta agar alat berat disiagakan di jalur ini," ucapnya.

Terancam Hanyut
Ratusan rumah warga di sepanjang Sungai Bengkulu terancam hanyut akibat pondasinya terkikis air sungai. "Ratusan rumah warga tersebut tersebar di tiga kelurahan yang dilalui alur sungai meliputi Kelurahan Tanjungagung, Tanjungjaya dan Kelurahan Semarang dalam Kota Bengkulu," kata Kepala Pengawas Lapangan Balai Wilayah Sungai Sumatera VII, M Kaher.

Ia menilai, erosi air Sungai Bengkulu yang bersumber dari Bukit Barisan, semakin memprihatinkan dan mengancam ratusan rumah warga yang dibangun di sempadan sungai tersebut.

Penggerusan akibat air Sungai Bengkulu selama setahun terakhir mencapai satu hingga dua meter, sehingga dikhawatirkan rumah-rumah warga itu terancam hanyut jika terjadi hujan deras.

Akibat penggerusan itu bukan tidak mungkin ratusan kepala keluarga (KK) pada tiga kelurahan itu terancam hilang terbawa arus dalam waktu empat atau lima tahun ke depan.

Bahkan mungkin lebih cepat karena puluhan rumah warga hanya berjarak empat hingga lima meter dari pinggir sungai pondasinya sudah tergerus air.

Untuk mngantisipasinya, Pemerintah Provinsi Bengkulu dan Kota Bengkulu segera memprioritaskan pembuatan pengaman tebing supaya ribaun warga daerah itu tidak kehilangan tempat tinggal.

Ia menyebutkan, rumah warga yang berada pada daerah paling rawan terhadap penggerusan tersebut berlokasi di Kecamatan Muarabangkahulu hingga ke arah Nakau.

Kontraktor pelaksana pembuatan pengaman tebing sungai Air Bengkulu PT Rico Putera Selatan Endi mengatakan, pihaknya sudah merealisasikan pembuatan pengaman tebing tersebut.

Pengerjaannya dimulai dari tiga kecamatan di Kabupaten Bengkulu Tengah dan wilayah Kota Bengkulu, panjang seluruhnya 165 meter dengan anggaran Rp11 miliar lebih bersumber dari APBN.

"Kami menargetkan pemasangan beton pengaman di bibir sungai Air Bengkulu selesai dikerjakan pada November 2012," ujarnya.

Seorang warga Kelurahan Tanjungagung Kota Bengkulu Leni mengatakan, lahan di pinggir sungai Bengkulu yang berada tepat di belakang rumahnya saat ini sudah berkurang cukup banyak.

"Dulu sungai Bengkulu masih jauh dari belakang rumah, sekarang sudah sangat dekat karena beberapa pohon kelapa dan rumbio sudah hanyut diterjang air," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Camat Tabapenanjung Sofyan Ansori mengatakan, bencana banjir bandang antara lain disebabkan kawasan hutan lindung di daerah itu gundul.

"Kawasan hutan gundul itu akibat meningkatnya perambahan hutan dan kerusakan kawasan akibat menjamurnya perusahaan pertambangan batu bara," katanya.

Ia mengatakan, kerusakan hutan itu terjadi disepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Rinduhati dan beberapa anak sungai lainnya di wilayah itu.

Namun, hutan gundul akibat perambahan air sungainya tetap masih jernih, tapi pada dua anak sungai di bagian hulunya terdapat usaha pertambangan batu bara sepanjang tahun tetap keruh.

"Seperti Sungai Pegambir dan Sungai Air Kemumu bagian hulunya berada di kaki Bukit Sunur lokasi batu bara berkalori tinggi tetap keruh sepanjang tahun," tambahnya.

Ia menjelaskan, saat ini ada sekitar 19 perusahaan tambang batu bara di Kabupaten Bengkulu Tengah, sedangkan di wilayah Tabapenajung terdapat lima perusahaan aktif menggali perut bumi Bukit Sunur tersebut.

Sedangkan limbahnya sebagian besar dibuang ke sungai. Belasan perusahaan batu bara itu hingga saat ini tidak ada kontribusi terhadap warga di Kecamatan Tabapenanjung.

Ia mencontohkan, saat terjadi bencana longsor tidak satu pun perusahaan pertambangan meminjamkan alat beratnya padahal setiap perusahaan memiliki belasan alat berat.

"Kami sudah berulang kali menelepon manejer perusahaan pertambangan tersebut bahkan Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bengkulu Karyamin juga tidak berhasil mendapatkan alat berat tersebut," tandasnya.

Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bengkulu Tengah Durani mengatakan, pihaknya menargetkan untuk menurunkan ratusan kelapa keluarga perambah di kawasan hutan lindung di kawasan Bukit Daun register V setempat.

Namun selama ini terkendala dana dan personel polisi kehutanan, sehingga ribuan hektare kawasan hutan lindung di wilayah itu hanya ada belasan orang petugas.

Ke depan pihaknya akan melibatkan berbagai instansi terkait seperti Polri dan TNI serta Polisi Kehuatan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu. (Ant)

Pewarta: Triono Subagyo

Editor : AWI-SEO&Digital Ads


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012