Di tengah hiruk pikuk Pemilu yang berlangsung di seluruh Indonesia, sebuah kisah menyentuh datang dari Kelurahan Sido Mulyo, Kabupaten Seluma, Bengkulu. Seorang warga bernama Enung, terhalang menggunakan hak suaranya karena kondisi kesehatan yang tak memungkinkan.

Meski telah berusaha menyampaikan kondisinya kepada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), bantuan yang diharapkan tak kunjung tiba.

Ade Suryadi, anak Enung, mengungkapkan kekecewaannya, "Ibu saya ini sakit tidak bisa ke mana-mana jadi tidak bisa ke TPS, dan Petugas KPPS sudah tahu kalau ibu saya sakit." Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang kesiapan dan responsivitas petugas KPPS dalam mengakomodasi pemilih yang berhalangan hadir di Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena alasan kesehatan.

Edian Sahroni dari PPS Sido Mulyo mengakui telah menerima informasi tentang warga yang tidak dapat hadir untuk pencoblosan karena sakit. "Mungkin karena KPPS sibuk atau gimana sehingga lupa untuk menyampaikan hal tersebut ke pihak keluarga yang sakit," ujarnya.

Kasus serupa juga terjadi di TPS 2 Kelurahan Napal, Kecamatan Seluma, dimana seorang warga sakit dan tidak mampu berjalan menuju TPS, sehingga tidak dapat memberikan hak suaranya.

Kejadian ini menyoroti pentingnya mekanisme yang lebih inklusif dan responsif dalam sistem pemungutan suara, untuk memastikan setiap warga negara dapat menggunakan hak konstitusionalnya tanpa terhalang oleh kondisi kesehatan atau hambatan fisik lainnya.

Kisah Enung dan warga lainnya yang terhalang hak pilihnya mengingatkan kita semua tentang pentingnya aksesibilitas dan inklusivitas dalam proses demokrasi.

Harapan ke depannya adalah peningkatan koordinasi dan sensitivitas dari penyelenggara pemilu dalam menghadapi situasi serupa, agar hak setiap individu untuk berpartisipasi dalam menentukan masa depan bangsa dapat terlindungi.

Pewarta: Sepriandi

Editor : Anom Prihantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024