Demi menjadi negara maju pada tahun 2045, Indonesia perlu mencatatkan pertumbuhan ekonomi minimal rata-rata 6-7 persen per tahun. Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia terus mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, salah satunya melalui hilirisasi pangan serta mineral dan batu bara atau minerba.

Hilirisasi merupakan upaya untuk mengolah bahan baku atau komoditas menjadi produk bernilai tambah tinggi. Alhasil, komoditas tidak lagi dijual sebatas bahan mentah, namun bisa menjadi produk setengah jadi ataupun produk jadi yang menghasilkan nilai tambah tinggi.

Hilirisasi pangan saat ini menyasar tujuh komoditas utama, yakni beras, aneka cabai, bawang, perikanan, gula, crude palm oil (CPO) dan rumput laut. Sementara, hilirisasi minerba berfokus pada logam-logam utama Indonesia seperti nikel, bauksit, tembaga, dan timah.

Melalui hilirisasi, komoditas dalam negeri diolah menjadi produk bernilai jual lebih tinggi dan berorientasi ekspor sehingga dapat memberikan pendapatan lebih tinggi bagi perekonomian Indonesia.

Tidak hanya untuk meningkatkan nilai tambah dan produktivitas, hilirisasi pangan dan minerba juga mendorong pertumbuhan dan menciptakan ekonomi yang makin inklusif melalui penambahan penyerapan tenaga kerja.

Indonesia pun makin giat melakukan hilirisasi pangan dan minerba pada pemerintahan Presiden Joko Widodo. Produk bernilai tambah Indonesia diharapkan dapat kian merambah dunia ekspor dan pasar global, sekaligus mendominasi pasar domestik.

Melalui konsistensi hilirisasi, Indonesia kelak dapat mencapai cita-citanya menjadi negara maju dengan produk domestik bruto (PDB) pada 2045 pada angka 9--11 triliun dolar AS. Pendapatan per kapita Indonesia juga ditarget bisa berada pada kisaran 21.000 dolar AS hingga 29.000 dolar AS.

Dengan demikian, hilirisasi yang dilakukan secara konsisten dapat menjadi modal untuk meninggalkan posisi negara berpendapatan menengah menjadi negara maju.

Menurut Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, hilirisasi industri akan meningkatkan nilai ekspor asalkan nilai tambah produk yang diekspor bisa dinikmati lebih banyak untuk Indonesia.

Hilirisasi bakal mendorong peningkatan signifikan pada ekspor sehingga menghasilkan penerimaan negara lebih banyak.

Jadi, bukan hanya dari pajak dan cukai yang menjadi tulang punggung negara, melainkan   juga dari devisa negara yang diperoleh dari ekspor.

Untuk pengembangan industri berbasis tambang dan mineral, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengupayakan peningkatan nilai tambah lima komoditas, yakni bijih tembaga, bijih besi dan pasir besi, bijih nikel, bauksit, serta logam tanah jarang.

Bijih nikel dapat diolah untuk menghasilkan produk hilir seperti produk berbahan baku stainless steel dan baterai listrik, peralatan kesehatan, peralatan dapur, kedirgantaraan, dan kendaraan listrik. Pembangunan smelter nikel marak dilakukan.

Saat ini terdapat 38 smelter nikel stand alone yang telah beroperasi di bawah binaan Kementerian Kemenperin dengan nilai investasi mencapai 15,8 miliar dolar AS.

Dari 38 smelter tersebut, 35 di antaranya adalah smelter pyrometallurgy, sedangkan sisanya merupakan smelter hydrometallurgy dengan produk akhir MHP (mixed hydroxide precipitate) yang dapat diolah lebih lanjut menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.

Hilirisasi sektor tambang dan mineral dapat meningkatkan capaian nilai ekspor nasional secara signifikan. Hingga Oktober 2022, nilai ekspor dari industri tersebut mencapai 36,4 miliar dolar AS, naik 40 persen dibandingkan dengan tahun 2021.

Selama periode 2017--2018, nilai ekspor nikel hanya mencapai 3,3 miliar dolar AS. Selanjutnya, dengan adanya hilirisasi, nilai ekspor produk turunan nikel meningkat menjadi 20,9 miliar dolar AS di tahun 2021 dan 33,8 miliar dolar AS pada 2022.

Sementara untuk hilirisasi industri berbasis agro, Kemenperin sedang berupaya meningkatkan nilai tambah kelapa sawit menjadi oleofood complex untuk pangan dan nutrisi, oleochemical and biomaterial complex untuk bahan kimia dan pembersih, dan bahan bakar nabati berbasis sawit seperti biodiesel, greendiesel, greenfuel, dan biomass.

Saat ini, hilirisasi kelapa sawit telah berhasil menciptakan 179 produk turunan sawit pada 2023, meningkat dari 54 jenis pada 2007.

Pada 2022, nilai ekspor minyak kelapa sawit atau CPO dan produk turunan Indonesia mencapai 41,32 miliar dolar AS pada 2022 dan volume ekspor berjumlah 35,52 juta ton. Sementara, nilai ekspor minyak sawit Indonesia pada 2017 mencapai 22,97 miliar dolar AS.


Daya tarik investasi

Kebijakan hilirisasi yang digemakan dan dilakukan Pemerintah sepenuhnya telah menjadi daya tarik bagi mengalirnya investasi dari dalam dan luar negeri.

Realisasi investasi di bidang hilirisasi sepanjang Januari-Desember 2023 mencapai Rp375,4 triliun. Pencapaian tersebut 26,5 persen dari total realisasi investasi pada 2023 senilai Rp1.418,9 triliun.

Menurut Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, agar Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045, diperlukan investasi hilirisasi senilai 545,3 miliar dolar AS untuk 21 komoditas di delapan sektor prioritas sesuai Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis yang disusun Kementerian Investasi/BKPM.

Pada triwulan III-2023, realisasi investasi hilirisasi mencapai Rp114,6 triliun pada lima bidang fokus hilirisasi yaitu, sektor mineral berupa smelter sebesar Rp64,7 triliun yang terdiri dari nikel Rp41,3 triliun, bauksit Rp3,6 triliun, dan tembaga Rp19,8 triliun; hilirisasi sektor kehutanan berasal dari industri pulp dan kertas senilai Rp17,5 triliun.

Kemudian, hilirisasi sektor minyak dan gas berasal dari industri petrokimia dengan nilai sebesar Rp14,9 triliun; hilirisasi sektor pertanian berasal dari industri minyak kelapa sawit dan oleochemical senilai Rp13,7 triliun; serta hilirisasi ekosistem kendaraan listrik berasal dari industri pembuatan baterai kendaraan listrik sebesar Rp3,8 triliun.

Dengan adanya program hilirisasi, pembangunan infrastruktur di sektor pengolahan (manufaktur) juga semakin berkembang secara signifikan didukung investasi asing.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2023 industri pengolahan memberikan keuntungan ekspor sebesar 186,98 miliar dolar AS atau menyumbang 0,95 persen dari pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,05 persen secara kumulatif.

Hilirisasi pangan dan minerba yang dilakukan saat ini dirancang dapat terus berlangsung ke depannya. Bahkan makin dioptimalkan baik dari sisi manfaat, ekosistem, kebijakan, maupun insentif sehingga manfaat dan kontribusinya  benar-benar maksimal untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi demi mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi negara maju.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024