Jakarta (Antara) - Ekonom Universitas Paramadina Firmanzah mengatakan kabut asap akibat kebakaran hutan yang menimpa daerah Sumatera dan Kalimantan dapat menambah angka kemiskinan jika tidak segera diatasi.

"Daerah Sumatera telah terdampak perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kini terpapar asap. Permasalahan asap itu jika tidak diselesaikan maka akan menambah jumlah orang miskin," tutur Rektor Universitas Paramadina itu dalam diskusi bertajuk "Orang Miskin Bertambah Banyak" di Jakarta, Minggu.

Persoalan asap dan kebakaran hutan, menurut dia, berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah di daerah yang terpapar karena sebagian besar mata pencaharian masyarakat berbasis alam.

"Masyarakat tersebut bukan tipe yang memiliki tabungan untuk membuka usaha lain. Jadi, saat terjadi kebakaran hutan, perekonomian mereka akan terdampak langsung," ujar Firmanzah.

Apalagi, kata dia, harga pasar dunia harga komoditas, seperti sawit, juga sedang menurun drastis sehingga makin menekan masyarakat di daerah tersebut.

Selain akibat kebakaran hutan dan asap, dia memperkirakan angka kemiskinan juga akan naik diakibatkan fenomena El Nino yang menyebabkan kekeringan di sejumlah daerah.

Firmanzah mengatakan bahwa kekeringan di sejumlah daerah yang mengakibatkan puso atau sawah gagal panen juga berdampak pada penurunan perekonomian petani.

Menyinggung soal upaya pengentasan masyarakat dari kemiskinan, dia memandang perlu program yang tepat dan terukur serta penangan berbeda untuk tingkatan mendekati miskin, miskin, dan sangat miskin.

"Untuk yang sangat miskin, membutuhkan injeksi, lalu untuk yang aktif secara ekonomi tetapi tetap miskin bisa kredit usaha rakyat (KUR) dan dana desa," tutur dia.

Kemiskinan, kata dia, tidak bisa diselesaikan satu-satu dan membutuhkan kepemimpinan yang fokus dan intens.

Untuk itu, kata dia, Presiden perlu menambah variasi wacana dan urgensi pengentasan masyarakat dari kemiskinan karena Presiden lebih fokus pada pembangunan infrastruktur.

Ia juga mengusulkan pemerintah membuat cetak biru pengentasan masyarakat dari kemiskinan agar sifatnya tidak sporadis dan lebih terintegrasi dan komprehensif.

"Sinergi dan kerja sama pemerintah pusat dan daerah merangkul pemangku kebijakan juga dibutuhkan," kata Firmanzah.

Ia menuturkan bahwa pengentasan masyarakat dari kemiskinan Indonesia pada tahun 2005--2009 pernah mencapai prestasi karena rata-rata penurunan kemiskinan mencapai 0,8 persen.

Namun, setelah 2009 Indonesia menghadapi kesulitan mengentaskan masyarakat dari kemiskinnan karena untuk mengentaskannya di garis paling bawah membutuhkan dana yang lebih besar.

Sementara itu, BPS mempublikasikan data survei angka kemiskinan pada bulan Maret 2015. Menurut BPS, terjadi lonjakan tambahan angka kemiskinan menjadi 11,22 persen atau sebanyak 28,59 juta dari 10,96 persen atau 27,73 juta pada bulan September 2014.***3***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015