"Udara di Bengkulu sebenarnya masih termasuk normal. Tercatat PM 2,5 mencapai 98 dengan normalnya 0 sampai 20 dan di atasnya masuk kategori sedang, dan masih bisa diterima kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan," kata Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH Kota Bengkulu Elfriza di Bengkulu, Sabtu.
Meskipun demikian, masyarakat masih aman untuk melakukan aktivitas di luar rumah, namun bagi warga yang sensitif terhadap debu disarankan untuk menggunakan masker saat berada di luar rumah.
Oleh karena itu, kata Elfriza, masyarakat diimbau untuk tidak membakar sampah dan melakukan uji emisi kendaraan agar tidak menyumbangkan pencemaran udara.
"Diimbau untuk masyarakat jangan membakar sampah, apalagi saat ini udara lagi kering dan tidak ada hujan, sehingga ditakutkan akan terjadi kebakaran yang menimbulkan polusi dan rajin mengetes emisi kendaraan agar tidak menyumbangkan pencemaran udara," ujar dia.
Sebelumnya, DLH Kota Bengkulu menyebutkan kabut asap yang terjadi di kota itu merupakan kiriman dari daerah lain seperti dari kabupaten tetangga atau dari Provinsi Sumatera Selatan.
Ia berharap dengan sebentar lagi memasuki musim hujan tepatnya pada awal November 2023, dapat mengurangi kabut asap di Kota Bengkulu.
Ia juga mengimbau kepada seluruh masyarakat Kota Bengkulu untuk menghindari aktivitas di luar rumah agar terhindar dari penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
"Kita telah membuat tim untuk karhutla dan bisa dikatakan terkendali karena lahan kosong untuk pertanian sangat terbatas dan kita juga telah melakukan penyuluhan di tingkat kelurahan, serta melarang masyarakat untuk membakar sampah," kata Riduan.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Fatmawati Bengkulu menerangkan kabut yang bercampur dengan asap yang terjadi di wilayah Kota Bengkulu masuk kategori berbahaya bagi transportasi penerbangan.
Sebab, pada Selasa (17/10) jarak pandang akibat kabut asap kurang dari satu meter, sedangkan jarak pandang normal, yaitu 2,5 kilometer.
"Dari pengukuran udara atas, melalui Radio Sonde mencatat jarak pandang kurang dari satu meter. Sementara jarak pandang aman bagi penerbangan yakni 2,5 kilometer, jadi hal itu sudah masuk kategori berbahaya," kata prakirawan BMKG Stasiun Fatmawati Sukarno Anjasman.