Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, memberikan manfaat cukup besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di sekitarnya.
Salah satu manfaat dari kawasan TNKS wilayah III Bengkulu-Sumatera Selatan ini dirasakan Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama di Desa Pal VIII, Kecamatan Bermani Ulu Raya, Kabupaten Rejang Lebong. Kelompok ini menjadikan pakis dan kecombrang yang tumbuh di kawasan itu sebagai produk olahan makanan dan minuman.
TNKS wilayah III Bengkulu-Sumsel ini memiliki luas 591.188 hektare tersebar dari Provinsi Sumsel seluas 250.613 hektare yang meliputi Kabupaten Musi Rawas Utara, kemudian Musi Rawas dan Kota Lubuklinggau.
Kemudian di Provinsi Bengkulu meliputi Kabupaten Rejang Lebong seluas 41.066 hektare, Kabupaten Lebong seluas 111.035 hektare, Bengkulu Utara 68.921,95 hektare, dan Kabupaten Mukomuko seluas 119.552,05 hektare.
Ketua KPPL Maju Bersama Rita Wati (54) saat ditemui di rumahnya yang sekaligus menjadi rumah produksi usaha kelompok ini yang berada di Dusun III Desa Pal VIII, Kecamatan Bermani Ulu Raya menyebutkan usaha pengolahan makanan dan minuman berbahan kecombrang dan pakis sudah mereka tekuni sejak 2017.
Aneka produk makanan dan minuman olahan itu bahan bakunya mereka ambil dari kawasan TNKS yang ada ada di desa mereka berupa bunga kecombrang (honji) atau yang disebut warga setempat unji dan pakis atau tumbuhan paku-pakuan.
Hutan Madapi
Tanaman kecombrang yang mereka olah ini diambil dari dalam objek wisata alam Hutan Madapi yang berada dalam kawasan TNKS di desa mereka. Di dalam Hutan Madapi ini mereka mendapatkan izin penanaman kecombrang seluas 10 hektare yang diberikan TNKS wilayah Ill Bengkulu-Sumsel, namun yang baru mereka tanami 3,5 hektare.
Tanaman kecombrang ini ditanam di bawah tegakan kayu tanaman pokok yakni jenis kemiri. Pertumbuhannya memang tidak merata karena tertutup bayangan tanaman pokok, tetapi hasilnya cukup lumayan.
Adapun untuk tanaman pakis diambil dari bawah pepohonan yang tumbuh subur di dalam Hutan Madapi. Madapi merupakan akronim dari tiga nama pohon yakni mahoni, damar, dan pinus, dengan luas lebih dari 200 hektare.
Tanaman kecombrang itu sendiri memiliki aroma khas. Bagi sebagian orang, mereka kurang menyukai aromanya jika dijadikan sayuran. Padahal tanaman ini diklaim memiliki banyak khasiat seperti antikanker, meredakan panas dalam, mencegah peradangan, hingga mencegah penyakit kronis.
Bungan tanaman beraroma khas ini juga disebut dapat mengontrol asam urat, mengontrol kadar gula darah, mengobati luka dengan cepat, serta mencegah dehidrasi.
Untuk menyiasati agar warga mau mengonsumsi kecombrang, Rita Wati bersama anggota kelompoknya membuat minuman sirup, kemudian diolah menjadi dodol, wajik, dan selai.
Adapun bahan pembuatan minuman jenis sirup ini ialah memanfaatkan kelopak bunga kecombrang, sedangkan untuk pembuatan selai dan dodol diambil dari buah kecombrang.
Untuk pembuatan stik dan rempeyek pakis, bahan bakunya diambil dari pucuk tanaman muda di kawasan TNKS Desa Pal VIII, Kecamatan Bermani Ulu Raya.
Kearifan lokal
Menurut Rita, pembuatan sirup dan aneka makanan olahan berbahan baku kecombrang itu sendiri berawal dari kearifan lokal masyarakat Desa Pal VIII pada tahun 1970-an. Kala itu masyarakat setempat memanfaatkan tanaman kecombrang sebagai penyubur padi sawah.
Tanaman kecombrang dianggap bisa menjadikan produksi padi lebih bagus terutama saat padi tengah "ngidam" menjelang masa berbulir. Tanaman kecombrang yang banyak dijumpai di wilayah itu kemudian oleh warga, bunganya diletakkan di berbagai sudut sawah.
"Saat itu saya masih kecil dan melihat buah kecombrang ini banyak sekali, lalu saya kupas dan masukkan ke dalam gelas atau stoples dan direndam pakai air masak dan keesokan harinya dikasih gula dan diminum rasanya segar," terangnya.
Teringat dari pengalaman masa lalu itu, ia bersama dengan anggota kelompoknya kemudian mempraktikan membuat sirup kecombrang. Pada awalnya yang diolah adalah buahnya tetapi karena buahnya sudah langka maka yang dijadikan sirup adalah bunganya, dan sirup yang dihasilkan rasanya cukup enak.
Sirup kecombrang produksi KPPL Maju Bersama Desa Pal VIII itu sendiri sudah sering ditampilkan dalam pameran UMKM dan kuliner di Kabupaten Rejang Lebong, Pemprov Bengkulu, bahkan pada ajang nasional.
Untuk sirup kecombrang, rempeyek pakis, stik pakis, dodol, dan selai beragam ukuran dijual dengan harga terjangkau.
Sejauh ini mereka masih mengalami kendala untuk pemasaran produk. Mereka berencana menjualnya dalam partai kecil atau "ketengan" terutama untuk jenis rempeyek dan stik pakis yang mudah laku.
"Kami berharap bisa memproduksi makanan dan minuman olahan ini setiap hari, untuk rempeyek dan stik ini akan kami jual ke warung-warung dan toko oleh-oleh di Kota Curup," ujarnya.
Pola Kemitraan
Pihak TNKS Wilayah III Bengkulu-Sumatera Selatan sejak beberapa tahun belakang mulai menerapkan pola kemitraan usaha bidang perekonomian dengan masyarakat sekitar kawasan guna menjaga kelestarian hutan, dengan memberikan bantuan sarana prasarana pendukung usaha.
Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III TNKS Sumsel-Bengkulu M Mahfud menjelaskan, pola kemitraan TNKS dengan masyarakat sekitar kawasan ini dilakukan dalam bentuk memberikan bantuan permodalan usaha kepada kelompok masyarakat yang bergerak dalam bidang peternakan, bidang pariwisata, bidang UMKM, bantuan bibit buah-buahan, dan lainnya.
Adanya bantuan kemitraan ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar kawasan TNKS sehingga nantinya warga tidak masuk lagi ke dalam kawasan TNKS melakukan kegiatan-kegiatan ilegal dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Pada awal 2024 lalu TNKS wilayah III Bengkulu-Sumsel telah menyalurkan bantuan sarana dan prasarana pendukung usaha kepada KPPL Maju Bersama di Desa Pal VIII, Kecamatan Bermani Ulu Raya, Kabupaten Rejang Lebong, sedangkan untuk daerah lainnya juga akan diberikan dalam waktu dekat.
Bantuan yang diberikan pihaknya itu berasal dari Dirjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) berupa alat penunjang untuk pengembangan usaha KPPL Maju Bersama berupa mesin penggiling tepung, alat pengemasan produk (packing), hingga tempat pemasaran produk atau etalase dengan nilai keseluruhan Rp50 juta.
Kelompok ini dinilai berhasil mengolah hasil hutan nonkayu yang dijadikan produk UMKM, seperti rempeyek dan stik pakis, kemudian dodol, sirup, dan selai yang berasal dari buah maupun bunga kecombrang.
Bantuan peralatan pendukung pengembangan usaha ini nantinya bisa meningkatkan hasil produksi dan perekonomian warga, serta bisa menginspirasi kelompok lainnya untuk terus menjaga kelestarian kawasan TNKS.
Usaha yang dilakukan KPPL Maju Bersama di Kabupaten Rejang Lebong ini patut didukung semua pihak, bukan hanya memberikan bantuan sarana prasarana usaha, melainkan mau membeli produk yang mereka hasilkan sehingga kecombrang dan pakis dari kawasan TNKS bisa menjadi pundi-pundi rupiah warga.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024
Salah satu manfaat dari kawasan TNKS wilayah III Bengkulu-Sumatera Selatan ini dirasakan Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama di Desa Pal VIII, Kecamatan Bermani Ulu Raya, Kabupaten Rejang Lebong. Kelompok ini menjadikan pakis dan kecombrang yang tumbuh di kawasan itu sebagai produk olahan makanan dan minuman.
TNKS wilayah III Bengkulu-Sumsel ini memiliki luas 591.188 hektare tersebar dari Provinsi Sumsel seluas 250.613 hektare yang meliputi Kabupaten Musi Rawas Utara, kemudian Musi Rawas dan Kota Lubuklinggau.
Kemudian di Provinsi Bengkulu meliputi Kabupaten Rejang Lebong seluas 41.066 hektare, Kabupaten Lebong seluas 111.035 hektare, Bengkulu Utara 68.921,95 hektare, dan Kabupaten Mukomuko seluas 119.552,05 hektare.
Ketua KPPL Maju Bersama Rita Wati (54) saat ditemui di rumahnya yang sekaligus menjadi rumah produksi usaha kelompok ini yang berada di Dusun III Desa Pal VIII, Kecamatan Bermani Ulu Raya menyebutkan usaha pengolahan makanan dan minuman berbahan kecombrang dan pakis sudah mereka tekuni sejak 2017.
Aneka produk makanan dan minuman olahan itu bahan bakunya mereka ambil dari kawasan TNKS yang ada ada di desa mereka berupa bunga kecombrang (honji) atau yang disebut warga setempat unji dan pakis atau tumbuhan paku-pakuan.
Hutan Madapi
Tanaman kecombrang yang mereka olah ini diambil dari dalam objek wisata alam Hutan Madapi yang berada dalam kawasan TNKS di desa mereka. Di dalam Hutan Madapi ini mereka mendapatkan izin penanaman kecombrang seluas 10 hektare yang diberikan TNKS wilayah Ill Bengkulu-Sumsel, namun yang baru mereka tanami 3,5 hektare.
Tanaman kecombrang ini ditanam di bawah tegakan kayu tanaman pokok yakni jenis kemiri. Pertumbuhannya memang tidak merata karena tertutup bayangan tanaman pokok, tetapi hasilnya cukup lumayan.
Adapun untuk tanaman pakis diambil dari bawah pepohonan yang tumbuh subur di dalam Hutan Madapi. Madapi merupakan akronim dari tiga nama pohon yakni mahoni, damar, dan pinus, dengan luas lebih dari 200 hektare.
Tanaman kecombrang itu sendiri memiliki aroma khas. Bagi sebagian orang, mereka kurang menyukai aromanya jika dijadikan sayuran. Padahal tanaman ini diklaim memiliki banyak khasiat seperti antikanker, meredakan panas dalam, mencegah peradangan, hingga mencegah penyakit kronis.
Bungan tanaman beraroma khas ini juga disebut dapat mengontrol asam urat, mengontrol kadar gula darah, mengobati luka dengan cepat, serta mencegah dehidrasi.
Untuk menyiasati agar warga mau mengonsumsi kecombrang, Rita Wati bersama anggota kelompoknya membuat minuman sirup, kemudian diolah menjadi dodol, wajik, dan selai.
Adapun bahan pembuatan minuman jenis sirup ini ialah memanfaatkan kelopak bunga kecombrang, sedangkan untuk pembuatan selai dan dodol diambil dari buah kecombrang.
Untuk pembuatan stik dan rempeyek pakis, bahan bakunya diambil dari pucuk tanaman muda di kawasan TNKS Desa Pal VIII, Kecamatan Bermani Ulu Raya.
Kearifan lokal
Menurut Rita, pembuatan sirup dan aneka makanan olahan berbahan baku kecombrang itu sendiri berawal dari kearifan lokal masyarakat Desa Pal VIII pada tahun 1970-an. Kala itu masyarakat setempat memanfaatkan tanaman kecombrang sebagai penyubur padi sawah.
Tanaman kecombrang dianggap bisa menjadikan produksi padi lebih bagus terutama saat padi tengah "ngidam" menjelang masa berbulir. Tanaman kecombrang yang banyak dijumpai di wilayah itu kemudian oleh warga, bunganya diletakkan di berbagai sudut sawah.
"Saat itu saya masih kecil dan melihat buah kecombrang ini banyak sekali, lalu saya kupas dan masukkan ke dalam gelas atau stoples dan direndam pakai air masak dan keesokan harinya dikasih gula dan diminum rasanya segar," terangnya.
Teringat dari pengalaman masa lalu itu, ia bersama dengan anggota kelompoknya kemudian mempraktikan membuat sirup kecombrang. Pada awalnya yang diolah adalah buahnya tetapi karena buahnya sudah langka maka yang dijadikan sirup adalah bunganya, dan sirup yang dihasilkan rasanya cukup enak.
Sirup kecombrang produksi KPPL Maju Bersama Desa Pal VIII itu sendiri sudah sering ditampilkan dalam pameran UMKM dan kuliner di Kabupaten Rejang Lebong, Pemprov Bengkulu, bahkan pada ajang nasional.
Untuk sirup kecombrang, rempeyek pakis, stik pakis, dodol, dan selai beragam ukuran dijual dengan harga terjangkau.
Sejauh ini mereka masih mengalami kendala untuk pemasaran produk. Mereka berencana menjualnya dalam partai kecil atau "ketengan" terutama untuk jenis rempeyek dan stik pakis yang mudah laku.
"Kami berharap bisa memproduksi makanan dan minuman olahan ini setiap hari, untuk rempeyek dan stik ini akan kami jual ke warung-warung dan toko oleh-oleh di Kota Curup," ujarnya.
Pola Kemitraan
Pihak TNKS Wilayah III Bengkulu-Sumatera Selatan sejak beberapa tahun belakang mulai menerapkan pola kemitraan usaha bidang perekonomian dengan masyarakat sekitar kawasan guna menjaga kelestarian hutan, dengan memberikan bantuan sarana prasarana pendukung usaha.
Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III TNKS Sumsel-Bengkulu M Mahfud menjelaskan, pola kemitraan TNKS dengan masyarakat sekitar kawasan ini dilakukan dalam bentuk memberikan bantuan permodalan usaha kepada kelompok masyarakat yang bergerak dalam bidang peternakan, bidang pariwisata, bidang UMKM, bantuan bibit buah-buahan, dan lainnya.
Adanya bantuan kemitraan ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar kawasan TNKS sehingga nantinya warga tidak masuk lagi ke dalam kawasan TNKS melakukan kegiatan-kegiatan ilegal dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Pada awal 2024 lalu TNKS wilayah III Bengkulu-Sumsel telah menyalurkan bantuan sarana dan prasarana pendukung usaha kepada KPPL Maju Bersama di Desa Pal VIII, Kecamatan Bermani Ulu Raya, Kabupaten Rejang Lebong, sedangkan untuk daerah lainnya juga akan diberikan dalam waktu dekat.
Bantuan yang diberikan pihaknya itu berasal dari Dirjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) berupa alat penunjang untuk pengembangan usaha KPPL Maju Bersama berupa mesin penggiling tepung, alat pengemasan produk (packing), hingga tempat pemasaran produk atau etalase dengan nilai keseluruhan Rp50 juta.
Kelompok ini dinilai berhasil mengolah hasil hutan nonkayu yang dijadikan produk UMKM, seperti rempeyek dan stik pakis, kemudian dodol, sirup, dan selai yang berasal dari buah maupun bunga kecombrang.
Bantuan peralatan pendukung pengembangan usaha ini nantinya bisa meningkatkan hasil produksi dan perekonomian warga, serta bisa menginspirasi kelompok lainnya untuk terus menjaga kelestarian kawasan TNKS.
Usaha yang dilakukan KPPL Maju Bersama di Kabupaten Rejang Lebong ini patut didukung semua pihak, bukan hanya memberikan bantuan sarana prasarana usaha, melainkan mau membeli produk yang mereka hasilkan sehingga kecombrang dan pakis dari kawasan TNKS bisa menjadi pundi-pundi rupiah warga.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024