Jambi (ANTARA Bengkulu) - Kearifan lokal Orang Rimba Jambi dalam mempertahankan kelestarian dan kondisi hutan dilakukan dengan cara membangun "hompongan" di sejumlah kawasan.

Ditemui di Muarabulian, ibukota Kabupaten Batanghari, Ngamal yang juga salah satu tumenggung atau kepala suku Orang Rimba yang mendiami kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) di Kabupaten Batanghari, Senin mengatakan, dalam istilah Orang Rimba Jambi atau biasa disebut Suku Anak Dalam (SAD), "hompongan" merupakan wilayah yang menjadi batasan antara kawasan yang boleh dikelola perusahaan atau orang luar dengan kawasan hutan TNBD.

"Kami memang tinggal di dalam hutan TNBD dengan adanya 'hompongan', kami berharap kondisi hutan bisa tetap terjaga dari banyaknya perusahaan hutan tanaman industri (HTI) atau perkebunan yang banyak berada tepat mengelilingi kawasan TNBD," ujarnya.

Menurut dia, "hompongan" itu sebagian besar telah ditanami perkebunan karet yang luasnya tiap kelompok beragam antara empat hektar hingga 20 hektare.

"Hompongan" yang berisi tanaman karet itu, kata dia, dikelola langsung oleh Orang Rimba dan hasilnya dibagi secara merata bagi seluruh keluarga kelompok Orang Rimba.

"Dari hasil karet itu, setiap hari kami bisa menjual 20 kilogram getah karet. Dari hasil itu bisa untuk membeli beberapa kebutuhan kami yang tidak bisa didapat dari hutan," katanya.

Sementara itu, Abdi yang juga fasilitator Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi, salah satu organisasi pemerhati Orang Rimba mengatakan, pada awalnya ide akan adanya "hompongan" banyak ditentang oleh orang rimba sendiri.

"Namun dengan adanya pendekatan secara intensif, Orang Rimba bisa menerima dan sudah diterapkan oleh beberapa kelompok Orang Rimba di kawasan TNBD," ujarnya.

Menurut dia, kawasan TNBD seluas 60.500 hektare berada di dua kabupaten yakni Batanghari dan Sarolangun didiami oleh sekitar 1.868 jiwa Orang Rimba yang terbagi dalam beberapa kelompok.

Sebagian besar kelompok Orang Rimba mendiami kawasan penyangga TNBD yang telah dibatasi oleh "hompongan".

"Selain bisa berfungsi secara ekonomi, 'hompongan' juga menjadi penting sebagai batas kawasan. Sebab, kondisi hutan saat ini memang sangat memprihatinkan dimana banyak perusahaan masuk begitu juga masyarakat dari luar. Kondisi itu membuat kelompok Orang Rimba semakin terdesak karena hutan semakin sempit," ujarnya. (ANT)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012